Sukses

Cerita Akhir Pekan: Untung Rugi Konsumsi Frozen Food di Masa Pandemi Corona

Frozen food kerap menjadi pilihan sebagai makanan darurat, terutama saat pandemi dan di bulan Ramadan sekarang ini.

Liputan6.com, Jakarta - Di masa pandemi corona Covid-19, kita masih dianjurkan untuk tetap di rumah saja. Situasi ini membuat beberapa kebiasaan baru muncul, salah satunya memasak.

Dampak dari banyaknya restoran yang tutup sementara serta anjuran untuk tetap berada di rumah, memasak sendiri sering kali dipilih banyak orang karena memiliki banyak keuntungan dibandingkan memesan makanan secara daring misalnya.

Meski sederhana, masakan rumahan tetap jadi favorit orang-orang. Masakan rumahan dinilai lebih sehat karena seseorang lebih bisa mengontrol kualitas dan kebersihannya. Selain itu, dengan masak sendiri di rumah tentunya akan membuat kantong Anda lebih hemat.

Lalu, Anda juga bisa membuat masakan dengan porsi yang banyak, sehingga bisa untuk persediaan untuk makan siang atau selanjutnya. Di sisi lain, terkadang kita tak punya banyak waktu atau kehabisan ide untuk membuat makanan apa. Seperti di bulan Ramadan ini.

Kadang saat sahur kita terlambat bangun sehingga tak punya banyak waktu untuk masak. Sebagian orang memilih membeli dan menyimpan frozen food atau makanan beku di rumah mereka yang dianggap lebih cepat dan praktis untuk dimasak.

Frozen food kerap menjadi pilihan sebagai makanan darurat, atau pilihan sebagai makanan stok saat kita harus di rumah aja selama masa pandemi ini. Pasalnya, frozen food bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama, membuat Anda tidak perlu sering keluar rumah untuk belanja.

Pengalaman itu dirasakan oleh Dina dan keluarganya. Sebagai ibu rumah tangga, Dina memang kerap memasak untuk suami dan kedua putrinya.

Tapi beberapa pekan terakhir terutama sejak anjuran di rumah saja dari pemerintah, ia menyimpan makanan beku berbagai menu seperti ayam, daging sapi dan ikan, serta makanan kaleng dalam jumlah cukup banyak.

"Kadang ada rasa jenuh juga kalau masak sendiri karena bahan makanan terbatas. Sekarang ke pasar seperlunya aja, lebih sering belanja di tukang sayur. Makanya saya stok frozen food, lumayan kalau lagi bosan ya tinggal masak aja, lebih praktis," terangnya pada Liputan6.com, 1 Mei 2020.

"Apalagi di bulan puasa ini, kadang bangun sahur agak mepet, biar nggak telat ya masak dari frozen food. Mungkin kalau awal-awal puasa masih bisa bangun cepet, tapi kadang kalau udah mendekati minggu-minggu terakhir kadang agak susah bangun, apalagi masak. Ya pilihannya pakai frozen food atau makanan yang udah jadi kayak abon sama kentang kering atau makanan kaleng," lanjutnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Boleh Tiap Hari, tapi...

Hal hampir senada juga diutarakan Fauzi dan keluarganya. Pria yang masih melajang ini tinggal bersama ibu, kakak, kakak iparnya dan keponakannya. Biasanya yang memasak adalah kakaknya atau ibunya.

Fauzi yang terbiasa bekerja di luar rumah dan bahkan selama bulan puasa lebih sering berbuka puasa di luar rumah, kali ini harus lebih banyak berada di rumah karena pandemi dan penerapan PSBB di Jakarta.Selama di rumah, ia pun beberapa kali menyantap frozen food karena lebih praktis untuk dimasak.

"Keluarga ya lebih banyak di rumah, keluar rumah seperlunya aja, ke pasar juga paling seminggu dua kali. Makanya di rumah banyak beli frozen food atau makanan yang udah jadi biar lebih gampang dan praktis," ujarnya pada Liputan6.com, Jumat, 1 Mei 2020.

Meski dinilai lebih mudah dan praktis, bagaimana dari sisi kesehatan dan gizi dari frozen food?  Hal itu ternyata tergantung dari cara pengolahannya dan sifatnya situasional. Menurut ahli gizi, Dr. dr. Samuel Oetoro, MS, Sp.GK, kalau frozen food yang kita santap melalui banyak pengolahan, akan semakin kurang sehat. Berbeda dengan frozen food yang hanya tinggal dimasak biasanya akan lebih baik dari segi kesehatan.

Di masa pandemi seperti sekarang ini, bisa dimaklumi juga kalau banyak orang memilih frozen food sebagai menu alternatif selain memasak sendiri di rumah.

"Kalau sekarang ini ya apa boleh buat, tiap hari mengonsumsi frozen food juga nggak masalah, karena lebih praktis dan nggak harus tiap hari keluar rumah buat belanja bahan makanan. Tapi bukan berarti hanya masak frozen food saja," terangnya saat dihubungi melalui telepon, 30 April 2020.

Dokter Samuel menambahkan, sebaiknya menambah menu lain yang lebih bergizi seperti telur, karena telur kan bisa dibuat banyak kreasi makanan. Telur juga lumayan tahan lama, terjangkau, dan mudah didapat.

"Kalau bisa lebih banyak mengonsumsi putih telur karena lebih bergizi. Lebih baik lagi kalau selain frozen food, kita bikin sayuran juga jadi nilai gizinya bisa cukup seimbang," jelasnya lagi.

3 dari 4 halaman

Jangan Dikonsumsi Berlebihan

Dokter yang sehari-hari praktek di MRCCC Jakarta ini juga menyarankan agar frozen food jangan disimpan terlalu lama. "Kalau bisa satu minggu saja disimpan di kulkas, setelah itu dimasak. Ya maksimal dua minggu kalau di masa pandemi seperti sekarang. Tapi ingat, ini karena situasional saja. Kalau situasi sudah normal lagi, jangan terlalu sering mengonsumsi frozen food, sesekali saja," tutupnya.

Pandangan hampir senada juga diutarakan Senior Nutrisionist Gorry Holdings, Pratiwi. Menurutnya, sisi kesehatan dan gizi frozen food sebenarnya tergantung dari tipe frozen foodnya itu sendiri.

Saat ini banyak frozen food yang sebetulnya adalah masakan segar/ atau homemade food yang kemudian dimasukkan dalam kemasan vacuumed lalu dibekukan. Jenis masakan seperti ini secara umum lebih aman.

"Meski demikian, dari sisi bahan mentahnya harus diperhatikan juga. Apakah frozen food tersebut oily atau tidak, isinya daging tanpa lemak atau jeroan, pake santan atau tidak, dan sebagainya," terang Pratiwi dalam pesan elektronik, 30 April 2020.

Ia menambahkan, frozen food yang instan, kalau kandungan natrium/ sodium/ garam, gula dan lemaknya tinggi, konsumsinya harus seminimal mungkin. Karena kalau dikonsumsi berlebih bisa menyebabkan penyakit degeneratif seperti hipertensi.

Sejauh ini tidak ada acuan baiknya berapa kali dikonsumsi, tapi disarankan untuk dikonsumsi kalau benar-benar mendesak saja, atau seminggu sekali.

4 dari 4 halaman

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.