Sukses

Krisis Corona Covid-19, London Fashion Week 2020 Bakal Dihelat Online

Masih berada di tengah masa krisis corona Covid-19, London Fashion Week 2020 akan dilaksanakan online pada Juni mendatang.

Liputan6.com, Jakarta - London Fashion Week selanjutkan akan diadakan sepenuhnya secara digital. Pekan mode bergengsi dunia ini juga bakal menggabungkan peragaan busana perempuan dan pria, seperti yang diumumkan panitia penyelenggara.

Dilansir dari The Guardian, Rabu (22/4/2020), perhelatan yang digelar pada Juni mendatang bakal memasukkan beragam konten mulai dari wawancara, podcast, hingga ruang pamer digital yang juga akan terbuka untuk umum.

Hal ini mengikuti jejak pekan mode di Shanghai dan Moskow yang telah berlangsung online karena physical distancing sebagai pencegahan merebaknya corona Covid-19.

Sementara pada Senin, 20 April 2020, chief executive British Fashion Council, Caroline Rush menyampaikan tanggapannya terkait konsep berbeda London Fashion Week di tengah krisis ini.

"Dengan menciptakan platform pekan mode budaya, kami mengadaptasi inovasi digital yang paling sesuai dengan kebutuhan kita saat ini dan sesuatu untuk dikembangkan sebagai karya global untuk masa depan," katanya.

"Sisi lain dari krisis ini, kami berharap tentang keberlanjutan, kreativitas, dan produk yang Anda hargai, hormati," lanjutnya.

Pada Maret lalu diumumkan bahwa pekan mode di London, Paris, dan Milan akan dibatalkan atau ditunda. Industri ini juga menghentikan acara-acara penting seperti Met Gala dari Museum Metropolitan New York, penghargaan Council of Fashion Designers of America, dan LVMH Prize untuk perancang mode muda.

London Fashion Week kini akan menggabungkan pakaian perempuan dan pria, mengikuti tren baru-baru ini untuk pertunjukan campuran dari brand-brand terkenal, termasuk Burberry, Gucci dan Jacquemus.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Masih Diperdebatkan

Saat ini terhenti di jalurnya, industri fashion telah dipaksa ke periode refleksi dengan pertanyaan yang diajukan tentang konsumsi dan jumlah pertunjukan yang diadakan setiap musim. Pekan lalu, desainer Marc Jacobs berpendapat bahwa hanya perlu memiliki dua pertunjukan setahun.

"Jumlah barang yang kami buat, kuantitas yang kami buat dan jumlah waktu yang ditampilkan, terlalu berlebihan. Kami telah melakukan segalanya dengan berlebihan sehingga tidak ada konsumen untuk semua itu, dan semua orang kelelahan karenanya. Itu semua menjadi tugas," katanya pada webinar Vogue Global Conversations.

Meski pekan mode Rusia dan Shanghai berlangsung sepenuhnya secara online, pertanyaan tentang apakah pertunjukan digital dapat bekerja seperti pertunjukan fisik masih diperdebatkan.

Ketika Giorgio Armani menunjukkan koleksi terbarunya di ruang kosong dalam pekan mode Milan yang terkena virus corona pada Februari, para kritikus menyebutnya "menakutkan".

Perancang yang berbasis di London, Feng Chen Wang mengatakan kepada Guardian, "Kita dapat menggunakan digital untuk menambahkan lapisan baru, tetapi kita masih membutuhkan interaksi fisik untuk memahami bentuk, teknik, dan kain."

"Saya bisa melihat digital berfungsi untuk mengambil pesanan ketika retailer sudah tahu merek, memahami nilai-nilainya dan percaya diri dalam menempatkan pesanan dari jarak jauh. Namun, sayangnya saya tidak melihatnya bekerja untuk calon desainer baru karena ada terlalu banyak risiko," imbuhnya.

Dengan masa depan ekonomi yang tidak pasti, pekan mode digital saja terasa seperti keputusan paling ekonomis untuk saat ini. "Kami akan melihat ke China dan Korea Selatan untuk menunjukkan kepada kami kapan minat konsumen akan kembali. Kami berusaha belajar dari itu" kata Rush kepada Guardian awal bulan ini.

3 dari 3 halaman

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini