Sukses

Bagaimana Bikin Anak Muda Indonesia Makin Bangga Berkebaya?

Kebaya bukan sekadar pembalut tubuh tetapi juga identitas nasional sebagai anak bangsa.

Liputan6.com, Jakarta - Kebaya bukan sekadar busana penutup aurat. Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyebut kebaya adalah identitas nasional. Namun, menjadikannya sebagai kebanggaan, terutama bagi kalangan anak muda Indonesia, masih jadi tantangan.

"Kalau saya sederhana, bagaimana agar anak muda tertarik pada kebaya adalah dengan membuatnya jadi relevan," ujar Hilmar dalam diskusi virtual bertajuk 'Yuk Ajak Anak Muda Cinta Kebaya' yang digelar Perempuan Berkebaya Indonesia di Jakarta, Selasa (21/4/2020).

Ia mengapresiasi gerakan Selasa Berkebaya yang bertujuan mempopulerkan kembali kebaya dalam kehidupan sehari-hari. Belum lagi sederet talkshow hingga fashion show untuk membagi inspirasi mengenakan kebaya agar bisa dipadupadankan dengan busana anak muda..

Di sisi lain, pemerintah berjanji untuk ikut mempromosikan kebaya lewat jalur pendidikan. "Kebetulan ada siaran belajar dari rumah. Beberapa kali ada pembahasan soal tekstil. Kita bisa selipkan soal kebaya...apalagi, penonton TVRI itu 25 persen dari total penonton Indonesia," kata dia.

Hilmar membandingkan upaya mempopulerkan kebaya dengan kasus batik. Batik, sebelum 1970-an, hanya dipakai sebagai kain untuk dililit di bawah. Namun pada era Gubernur Ali Sadikin, batik justru dipakai sebagai bahan kemeja lengan panjang.

"Saat itu orang ngerasa aneh, tapi sekarang malah jadi norma," katanya.

Batik juga berhasil menjadi identitas nasional di kancah internasional. Setidaknya itu yang dialami Hilmar saat mengenakannya di Sidang Unesco pada 2017. Pemakaian batik menarik perhatian delegasi dari negara lain.

"Terbukti, delegasi dari Korea, Pakistan, Jordan, semua datang. Mereka tanya, 'It's your national dress?'. Ada yang sambil lewat bilang 'nice shirt'. Dan, saya pikir kebaya juga akan beri efek yang sama," ucapnya sembari menyarankan adanya diplomasi kebaya demi meningkatkan kebanggaan pada kebaya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ciptakan Momen

Hilmar juga sepakat bila pengakuan dari dunia internasional akan membantu mendongkrak kebanggaan anak muda terhadap kebaya. Namun, yang terpenting adalah pengakuan dari dalam negeri sendiri. 

Selain itu, dimensi ekonomi juga harus diperhatikan agar makin banyak yang tertarik menekuni produksi kebaya. Apalagi, banyak pelaku bisnis kebaya termasuk kategori UKM yang cukup tahan banting menghadapi krisis pandemi.

Namun, psikolog sosial Ade Iva Murty mengatakan penciptaan momentum khusus juga perlu untuk meningkatkan kebanggaan anak muda pada kebaya. Ia mencontohkan pada budaya masyarakat Jepang yang membangkitkan kebanggaan pada kimono sebagai budaya nasional.

Ada tradisi yang disebut Sejin Siki yang digelar untuk menandai seorang remaja memasuki usia dewasa. Saat itu, semua perempuan Jepang mengenakan kimono dengan bangga. Begitu pula dengan para lelakinya yang mengenakan yukata.

"Auranya nasionalisme. Memang harus ada hal seperti itu (momen), supaya orang bangga pakai kebaya. Mendorong adanya pengakuan dan menjadi konsep diri," kata Ade.

Kebanggaan itu tidak bisa dilakukan hanya lewat kegiatan yang bersifat insidentil. Kebanggaan harus diinfiltrasi sejak dini, terutama pada tahap emerging adulthood.

"Usia 18--25 tahun. Ini belum dewasa, pradewasa. Tapi mereka sangat produktif, mengagungkan kreativitas dan kebebasan, tapi butuh pengakuan. Jadi, lihat karakteristiknya seperti apa agar nyambung di sana," kata dia.

3 dari 3 halaman

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini