Sukses

Pengakuan Mengejutkan Makeup Artist Internasional yang Terinfeksi Corona COVID-19 Tanpa Gejala

Makeup artist yang kini berdomisili di Hong Kong itu mengaku mengalami masa depresi selama dirawat sebagai pasien COVID-19. Ia pun mengungkapkan lokasi ia terjangkit penyakit tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Tak ada yang tahu makeup artist (MUA) Natasha Moor terjangkit COVID-19 bila ia tak pernah mengunggah video pengakuan. MUA berpengikut 59.000 akun di Instagram itu merupakan pasien nomor 313 dari lebih dari 1.000 pasien positif COVID-19 di Hong Kong.

Langkah yang diambil Natasha terbilang berani dan berisiko mempertaruhkan kariernya sebagai makeup artist internasional. Sebelum pandemi terjadi, ia biasa terbang ke berbagai negara dan menyentuh wajah banyak orang. Ia juga seringkali mengaplikasikan riasan ke kliennya untuk beragam event, termasuk pernikahan.

Namun, Natasha mengaku tak peduli dengan apa yang orang lain pikirkan setelah pengakuan itu dibuat. "Aku tak peduli dengan orang yang berpikiran sempit yang berpikir aku seperti monster yang tidak bisa disentuh karena positif corona. Aku tahu aku punya suara dan aku perlu menggunakannya," kata dia seperti dikutip dari South China Morning Post, Kamis, 16 April 2020.

Perempuan berdarah India itu mengaku telah mendengar rumor yang beredar di pesan WhatsApp tentang dirinya. Namun, ia kembali menegaskan, pengakuannya itu didasarkan niat untuk mengatakan kebenaran versinya. Ia juga teringat moto bisnisnya, yakni untuk membantu perempuan merasa berdaya.

Perkembangan bisnis menuntut Natasha untuk terbang ke lebih 15 negara dalam kurun tiga bulan terakhir. Tak hanya merias wajah klien yang kebanyakan berasal dari kalangan selebritas, ia juga sering tampil di talkshow dan mendemokan keahliannya. Bahkan, ia memiliki brand kosmetik yang didistribusikan di Sephora.

"Aku telah bepergian begitu banyak dalam jangka waktu lama sampai aku tak lagi merasa jet lag. Tapi ketika aku mendarat dari London pada 18 Maret, aku benar-benar merasa lelah secara fisik. Aku tak demam atau menunjukkan gejala signifikan, tetapi aku tahu ada yang salah. Aku bilang kepada semua orang untuk menjauh dariku dan aku pergi untuk mengecek kondisiku pada 20 Maret," tutur Natasha lewat telepon.

Ia memeriksakan diri di Caritas Medical Centre di Sham Sui Po. Hasilnya diperoleh dengan cepat, yakni positif COVID-19. Padahal, Natasha tak menunjukkan gejala-gejala seperti pasien penyakit itu. Tidak ada demam tinggi, batuk kering, sesak napas mapun diare.

"Aku bersyukur ada di Hong Kong, setidaknya aku bisa dapat kabar dalam 12 jam saja di sini. Di Eropa dan AS, kecuali Anda menunjukkan gejala yang parah, mereka tidak akan memeriksamu dan bahkan menyuruhmu pulang. Untuk tahu hasilnya butuh berminggu-minggu, dan selama itu, kamu bisa menyebarkan ke sekelilingmu bila kamu tak menunjukkan gejala sepertiku," celoteh Natasha.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jalani Pengobatan

Natasha kembali mengingat saat pertama kali mengecek kondisinya ke rumah sakit. Hasil tes darahnya bersih, begitu pula dengan foto X-ray. Meski begitu, terdeteksi infeksi dada ringan. 

"Mereka (tenaga medis) langsung membawaku ke ruangan privat segera setelah melihat sesuatu di dadaku. Pengujiannya sangat buruk - mereka memasukkan tabung ke hidungmu dan rasanya seperti di neraka. Aku tinggal semalam, tapi tak terlalu gugup karena dokter awalnya berkata aku tak memiliki gejala signifikan dan kondisi darahku juga baik," tuturnya.

Setelah itu, tes darah lain dijalaninya. Tes itu mengonfirmasi virus telah menginfeksi tubuknya. Pil dan suntikan kemudian diambil pada pagi, siang, dan malam berikutnya, dan kini ia menjalani karantina di rumah sakit sejak 20 Maret. 

"Hal yang paling mengejutkanku adalah bahwa dokter tidak mengunjungimu. Tidak sekalipun. Dokter hanya mengontakku untuk memberi tahu apa yang terjadi dan menjelaskan pengobatan yang kuterima," sambung Natasha.

Ia diberi obat antivirus lopinavir/ritonavir secara oral, dan ribavirin dan interferon B-1b, melalui infus. "Bahkan dokter di seluruh dunia tidak tahu apakah obat-obatan itu akan bekerja. Poin penting yang ditekankan padaku adalah tidak ada yang teruji, ini hal baru bagi kami para dokter dan kami tidak menjanjikan kepulihan sempurna, tapi inilah yang sukses mengobati orang lain," ucapnya.

Natasha awalnya tinggal di bangsal isolasi seorang diri. Tetapi setelah beberapa lama, ia berbagi ruang dengan enam pasien lainnya seiring dengan makin menyebarnya virus ini ke seluruh dunia.

"Aku tak yakin bagaimana, tapi seiring aku membaik, masuknya lebih banyak pasien dengan derajat keparahan dan tahap infeksi virus yang berbeda-beda, aku melihat itu mendatangkan manfaat bagi kami (pasien)," kata dia.

 

3 dari 4 halaman

Sempat Depresi

Demam dan sesak dirasakannya saat mulai menjalani pengobatan. Ia juga harus mengatasi sejumlah efek samping lainnya, seperti depresi, kecemasan, dan insomnia. 

"Aku pikir aku mengalami semuanya yang datang dan pergi, sehingga aku harus memaksa diriku untuk menjadi super positif," ujarnya.  

Kesendirian membuatnya banyak berpikir yang terburuk. Ia pun bertarung dengan pikirannya sendiri. Meski begitu, ia tak pernah menampilkannya di akun Instagramnya.

Saat sendiri pula, ia punya waktu untuk merenungkan dari mana ia bisa terinfeksi. Ia menduga ia terjangkit virus itu saat berada di Bandara Heathrow London, Inggris.

"Heathrow sangat padat orang karena semua berusaha pergi dari sana sebelum lockdown di negara yang dituju. Pihak keamanan bahkan tidak mengecek semua orang dengan benar karena semua orang sangat ketakutan. Aku yakin aku mendapatkannya di Heathrow."

Menginjak ulang tahun ke-30, Natasha terus memantau media sosialnya. Ia kecewa dengan sikap anak muda generasinya yang tak peduli dengan pandemi.

"Orang-orang tak menganggap ini serius. Aku melihat mereka mengunggah video pesta, pergi ke pantai, pesta di atap rumah, isolasi sosial harusnya jadi keharusan saat ini," ujarnya. 

Di sisi lain, ia juga berusaha terus produktif. Setelah beberapa lama tak minat mengenakan makeup di rumah sakit, ia berakhir dengan membuat tutorialnya lewat Instagram Live. "Sebelum aku tak punya lagi waktu," katanya.

Natasha kini akan segera ke luar rumah sakit seiring hasil tesnya negatif COVID-19 setelah hampir empat minggu dirawat. Ia pun mulai menyusun rencana tentang apa yang akan dilakukannya setelah keluar.

"Bila aku keluar, yang pertama kali aku ingin lakukan adalah aku ingin memeluk, aku ingin berolahraga dengan benar, dan aku ingin memanjakan diri dengan spa di rumah. Tapi, yang paling kuinginkan adalah makan malam bersama keluargaku," ucapnya.

4 dari 4 halaman

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini