Sukses

Pejabat Publik Harus Profesional, Bisa Menahan Diri dan Jadi Panutan

Masalah yang dialami Andi Taufan diharapkan bisa menjadi pelajaran mawas diri bagi generasi milenial.

Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Presiden Joko Widodo dari kalangan milenial, Andi Taufan membuat heboh dengan mengirimkan surat memakai kop Sekretariat Kabinet ditujukan kepada sebagian besar camat di Indonesia. Surat tanggal 1 April 2020 itu viral di media sosial.

Hal ini dinilai melampaui kewenangan dan sarat konflik kepentingan karena meng-endorse PT. Amartha Mikro Fintek. Dari sudut tata kelola birokrasi pun dipandang sebagai bentuk mal-administrasi karena tidak dibenarkan Staf Khusus Presiden bersurat atas nama Sekretariat Negara dan mendukung suatu perusahaan tertentu, apalagi yang bersangkutan terafiliasi di dalamnya.

"Ini sangat mirip praktek-praktek surat sakti sewaktu jaman orde baru. Karena itu akan sangat baik apabila Andi Taufan mundur, agar memberi contoh dan pelajaran terpuji bagi generasi milenial," demikian Praktisi Ekonomi Kerakyatan dan Koperasi Milenial, Frans Meroga Panggabean berkomentar di Nasari Sentra KUKM, Jakarta.

Surat itu merupakan permohonan agar para camat mendukung edukasi dan pendataan kebutuhan alat perlindungan diri (APD) demi melawan wabah Covid-19 dalam lingkup kerjasama antara Kementerian Desa dengan PT. Amartha Mikro Fintek (Amartha), yang merupakan perusahaan pribadi Andi Taufan.

Frans Meroga, juga Wakil Ketua Koperasi Simpan Pinjam Nasari menyerukan bahwa hal ini seharusnya jadi contoh bagi Staf Khusus Presiden lain dari kalangan milenial agar melepaskan jabatan lain di luar jabatan pemerintahan agar tidak terjadi abuse of power dan conflict of interest.

"Kita hargai pernyataan maaf mas Andi yang beredar luas di medsos, namun demi itikad baik, dia tetap harus mundur secara ksatria. Agar menunjukkan contoh baik bagi seluruh masyarakat, terutama milenial lebih respect dan menghargai dia," seru Frans, lulusan MBA dari Universite de Grenoble, Perancis.

Blunder Kali Kedua

Frans menambahkan bahwa sebenarnya polemik surat ini sudah blunder kedua bagi Andi Taufan. Sebelumnya, dengan masuk sebagai jajaran pengurus Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) periode 2019-2024 juga sudah menjadi kesalahan fatal Andi Taufan.

Ketua DPP Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia (Askopindo) ini pun mengatakan bahwa kepengurusan Dekopin yang ditetapkan dalam Munas Dekopin di Makassar November 2019 lalu tidak diakui oleh banyak pelaku gerakan koperasi secara nasional karena sangat menonjol terlihat mengedepankan kepentingan tertentu.

"Banyak pelaku gerakan koperasi yang menganggap kepengurusan Dekopin 2019 - 2024 ilegal. Masakan demi memuluskan Nurdin Halid sebagai Ketua Umum untuk ke-empat kalinya, sampai harus merubah AD/ART sehingga masa jabatan dipaksakan untuk bisa diperpanjang," tegas Frans.

Sangat disayangkan Andi Taufan masuk dalam jajaran pengurus Dekopin 2019-2024 yang dinilai sarat dengan unsur politik dan kepentingan. Andi Taufan didaulat sebagai Konsultan Managemen Program Digitalisasi Koperasi Indonesia dalam kepengurusan itu.

"Harusnya mas Andi lebih dalam menggali informasi tentang kepengurusan Dekopin itu. Jangan hanya karena nafsu mau memasarkan Amartha, langsung semua norma dan etika tidak dihiraukan," himbau Frans yang juga Direktur Eksekutif Generasi Optimis Research & Consulting (GORC).

"Ini jadi pelajaran mawas diri bagi generasi milenial. Pejabat publik harus bisa menahan diri dan menempatkan diri secara profesional agar tidak mencederai perasaan rakyat. Kiranya syahwat ingin jualan bisa ditahan atas nama kepentingan umum," ujar Frans yang juga penulis "The Ma'ruf Amin Way.

Di Tengah Wabah Jangan Tambah Beban Presiden Jokowi

Dalam situasi yang pandemi yang sulit ini, kita berharap agar jangan lagi ada seorang Staf Khusus atau Pembantu Presiden yang justru membuat gaduh dan menambah sulit posisi Presiden Jokowi. Sehingga Frans menilai ada dua hal yang harus dilakukan.

Pertama, sebagai Staf Khusus Presiden dan memiliki posisi penting harusnya bisa memilah mana yang urusan negara dan mana urusan perusahaan, meskipun bentuknya aktivitas sosial.

Kedua, sebagai Staf Khusus Presiden sudah selayaknya melepas posisi kunci dalam perusahaan, karena potensi konflik kepentingan akan terjadi dan itu terkadang tanpa disadari.

"Kalau kedua hal tersebut dipahami maka apa pun yang dilakukan oleh seorang Pejabat Publik tidak menimbulkan salah pengertian di masyarakat, dan tidak ada tendensi untuk kepentingan pribadi," tegas Frans yang juga Wakil Ketua Umum Visi Indonesia Unggul (VIU).

Akhirnya Frans mengajak seluruh elemen masyarakat agar bergotong royong saling membantu menghadapi pandemi Covid-19. Senada dengan seruan Presiden Jokowi, dalam penanggulangan corona Covid-19, diperlukan kesungguhan yang mendalam dan niat yang tulus serta mengesampingkan kepentingan yang menguntungkan sebagian pihak.

"Di sisi lain unsur administrasi dan birokrasi pun perlu kita perhatikan. Kematangan dan kedewasaan memahami aturan birokrasi dan persepsi masyarakat sangatlah penting. Kalau tidak, justru niat baik penangulangan Covid-19 malah akan berujung gaduh," pungkas Frans.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini