Sukses

Meraih Sukses di Usia Muda dari Bisnis Mixology sampai Money Market

Berkat kerja kerasnya, Timothy saat ini tercatat telah membawahi 15 perusahaan dengan berbagai macam bisnis.

Liputan6.com, Jakarta - Namanya Timothy Tandiokusuma, usianya masih muda, 26 tahun, tapi sudah cukup sukses menggeluti bisnis private equity bernama Black Boulder Capital (BBC). Berkat kerja kerasnya, Timothy saat ini tercatat telah membawahi 15 perusahaan dengan total asset under management mencapai Rp1 triliun.

Dari 15 perusahaan itu, Timothy kini tengah mengembangkan beberapa merek yang unggul di bidang masing-masing. Contohnya, portofolio Black Boulder Capital adalah Mixology, salah satu merek F&B yang sedang tren di sejumlah kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Lampung, Bali dan Surabaya.

“Kami ikut saham mixology di Bali dan Surabaya. Dalam waktu dekat, bisnis ini akan membuka outlet baru di beberapa kota lain lagi, dan kami berencana untuk ikut,” kata Timothy saat peresmian kantor baru BBC di Jakarta, 13 Januari 2020.

Timothy menjelaskan, setelah Holywings menempati urutan pertama sebagai tempat hangout modern kawula muda, di urutan berikutnya adalah Mixology.

“Proyek yang kami pilih umumnya perusahaan yang sudah punya track record baik. Ketika mereka memulai proyek baru, kita ikut di situ, sehingga meminimalisasi risiko kegagalan,” terangnya.

Disebutkannya, perusahaan private equity yang dikelolanya juga mempunyai saham di sebuah merek nail dan bulu mata ‘Joanne Studio’. Joanne adalah merek eyelash extension terbesar di Indonesia yang memiliki 33 cabang di lebih dari 10 kota.

Selain itu, perusahaannya banyak bergerak di industri money market. "Kami juga berinvestasi di dunia saham, komoditas dan derivatif. Kami berinvestasi di saham Amerika dan Indonesia," ucap Timothy.

Di usianya yang masih muda, Timothy cukup berhasil dalam mengelola perusahaannya. Itupun tentu dilalui melalui proses yang panjang. Dia menyebutkan, sejak usia 17 tahun, ketika berkuliah di Seattle  University, Timothy memulai bisnis pertamanya yaitu perusahaan majalah yakni Vuelto Magazine, majalah berbahasa Indonesia di Seattle.

Selama di Amerika Serikat (AS), dia juga merambah bisnis impor kopi Indonesia. "Di Amerika ada banyak distributor. Kita mempunyai perusahaan di Amerika dan mengimpor kopi dari Indonesia," kata pemuda yang memilih drop out dari University of Washington, salah satu universitas terbaik di dunia.

Setelah empat tahun di AS, lulusan Seattle University dengan Cum Laude ini pun kembali ke Indonesia. Tidak ingin bergantung di bawah bisnis keluarganya di Surabaya, Timothy lalu merantau ke ibu kota Jakarta.

Dengan modal Rp1 miliar, tabungan dari hasil usahanya selama di AS, Timothy pun menjadi investor kecil-kecilan. Sayangnya, perusahaan dimana dirinya menjadi investor, semuanya gagal sehingga dia mengalami kebangkrutan di usia 23 tahun.

Namun dengan kegigihannya, dia memulai kembali, kali ini dengan dukungan dari teman-teman dekatnya, mengelola uang mereka dan memutarnya di dunia money market. Terobosannya tidak sia-sia.

Sejumlah teman mempercayakan modalnya untuk dikeola, dari kisaran Rp25 juta hingga Rp50 juta. Sampai saat ini banyak teman-temannya mempercayakan miliaran rupiah, untuk diputar di sektor riil.

"Uangnya diinvestasikan ke perusahaan-perusahaan yang sudah berjalan. Di bawah kita ada 15 perusahaan dan BBC menjadi pemilik saham pasif atau hanya sebagai advisor semi pasif," ucapnya.

Meski begitu, mereka juga siap menjadi pemilik saham aktif. Salah satunya adalah proyek Premium Outlet di kawasan Soewarna di Bandar Udara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.

Black Boulder Capital akan bekerja sama dengan Presiden Direktur Prestige Image Motors, Rudi Salim. Dan, jika berjalan sesuai timeline, pada 2021 areal seluas 14 ribu meter persegi itu sudah bisa dibuka. Premium Outlet itu akan menjadi yang pertama di Indonesia.

Di Indonesia banyak factory outlet, misalnya di Bandung untuk market menengah ke bawah. Di luar negeri banyak konsep di mana premium outlet mempunyai tenant-tenant merek premium.

“Namun ketika barang-barang itu tidak lagi dipakai lantaran telah lewat musim atau defect atau dari pabrik bermasalah sehingga mereka tidak bisa menjual ke toko-toko ini, mereka menjualnya ke premium outlet. Premium inilah yang akan menjadi project plan kita," terangnya.

Timothy optimis membangun perusahaan di bidang private equity. Diakuinya, saat ini masih ada tantangan yang harus dilewati. Salah satunya, kepercayaan perusahaan atau group untuk menanamkan asetnya pada Black Boulder Capital.

"Kami tahu, kami masih muda. Ini menjadi tantangan bagi kami jika masih ada yang belum mengenal dan percaya pada kami. Namun, apapun yang diberikan pada kami, akan kami tekuni," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.