Sukses

Menciptakan Edukasi Lewat Bencana Banjir Jakarta

Kasus banjir Jakarta kemungkinan bisa kena pasal kelalaian, kalau di Inggris disebut "negligence act".

Liputan6.com, Jakarta - Akibat hujan deras sejak 31 Desember 2019 malam hingga 1 Januari 2020 pagi, banjir terjadi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), hingga ribuan orang harus mengungsi.

Pemprov DKI Jakarta menurunkan 120.000 petugas untuk menanggulangi banjir tersebut yang disebutkan hingga menggenangi sekitar 380 RW se-Jakarta. Sementara itu, para korban banjir berencana mengajukan gugatan "class action" atas bencana banjir yang melanda Jakarta pada awal Januari 2020.

Pengusaha Sutjipto Joe Angga menilai rencana gugatan itu sebagai konsekuensi logis dan respons yang lumrah dari masyarakat yang merasa dirugikan.

"Kalau masyarakat menggugat itu wajar saja. Kejadian banjir Jakarta itu seperti gugatan-gugatan class action yang diajukan masyarakat di mancanegara. Tema class action kasus banjir DKI kemungkinan bisa kena pasal kelalaian, kalau di Inggris disebut "negligence act" dan juga perdata atas kerugian yang ditimbulkan," kata Angga.

“Silakan saja masyarakat Jakarta menggugat demi mencari keadilan. Itu sesuai dengan pengamalan Pancasila. Sekali lagi gugatan ini demi mencari keadilan, dan harus tetap dijaga, jangan sampai dimanfaatkan pihak tertentu menjadi politis," tambahnya.

Angga mengatakan, masalah banjir awal tahun ini sebaiknya diuji melalui class action supaya klir. Banjir memang peristiwa alam, tapi itu bisa saja dikelola dengan suatu parameter tertentu. “Itu hak warga DKI dan kewajiban Gubernur melindungi warga sebagai pembayar retribusi dan pajak,” ujarnya.

"Nanti para lawyer warga dan Gubernur bisa beradu argumentasi. Di situ akan tercipta edukasi hukum yang baik bagi masyarakat. Kita jadi bisa belajar melalui masalah ini. Soal legal standing, lawyer LBH pasti tahu, apa lagi Bang Hotman Paris mendukung class action. Kita ikuti saja sidangnya nanti," kata tokoh pengusaha itu.

Ia juga mengingatkan, gugatan class action harus tetap dijalankan dengan semangat mencari keadilan, bukan dalam muatan politis apalagi menuntut Gubernur Anies meletakkan jabatannya.

"Gugatan perwakilan kelompok atau class action ini harus tetap murni mencari keadilan ya, jangan difokuskan untuk cari-cari kesalahan Gubernur yang berujung pada muatan politis. Sebagai masyarakat beradab kita harus dewasa," kata pria yang juga dikabarkan sebagai calon Wali Kota Surabaya itu.

"Dibanding dengan kasus banyaknya pohon tumbang di Surabaya, yang bisa dikategorikan sebagai force majeur, Walikota Risma menunjukkan rasa belasungkawa serta bertanggung-jawab menanggung beban keluarga duka, saya pikir untuk saat ini warga DKI juga ingin Gubernurnya bertanggung-jawab secara moral," imbuhnya.

Dalam class action nanti Angga juga mengatakan, "Harus diuji apakah ada kelalaian manusia di pihak pemerintahnya, atau memang banjir Januari 2020 murni force majeur yang di luar kemampuan Pemprov DKI mengantisipasi?"

Angga mengaku, masalah banjir yang berbuah rencana gugatan class action ini dapat mengedukasi masyarakat terkait etika kepemimpinan (leadership ethics) dan adu argumen yang disusun berdasar saksi dan bukti yang sahih.

"Melalui jalur hukum ini nanti kita harap ada keadilan yang bisa didapatkan oleh pihak-pihak yang beracara. Situasi ini juga semoga bisa menstimulir peningkatan kualitas dan tanggung-jawab pelayanan publik. Masalah ini tak perlu melebar menjadi bahan memecah-belah masyarakat antara yang pro Gubernur Anies dengan yang anti," pungkas Angga.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.