Sukses

Kopi Susu Kekinian dan Dampaknya untuk Petani Kopi Lokal

Selain menambah lapangan pekerjaan dan meningkatkan konsumsi lokal, kopi susu kekinian masih punya dampak lain pada petani lokal.

Liputan6.com, Jakarta - Menurut survei online yang dilakukan Toffin Indonesia pada Generasi Y dan Z, Okober 2019, kopi susu kekinian jadi varian kopi favorit tahun ini. Masih berlanjut pada 2020, beberapa jenis kopi susu kekinian yang didaulat bakal tetap booming adalah cookies and cream, aren, dan alpukat.

Menambah popularitas sajian kopi yang memang sudah sejak beberapa tahun lalu naik, kemunculannya dengan demand cukup tinggi kemudian berdampak pada petani lokal sebagai pelaku di hulu industri. 

Ketua Umum Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (SCAI) Syafrudin menyebut, varian kopi, termasuk kopi susu kekinian, membuat petani kurang konsenterasi memproduksi kopi lebih berkualitas. "Bukan berarti yang sekarang ada di pasaran kurang baik kualitasnya," tegas Syafrudin di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Namun, demi menyeimbangkan produksi, konsumsi lokal, dan menjadikannya komoditi ekspor, upaya peningkatan mutu harus secara konstan dilakukan. Ketiga faktor itu sangat menentukan harga pasar yang sangat mungkin bisa bersaing.

"Kalau ketiganya sudah balance, petani bisa tentukan harga yang tepat. Kopi harga murah tidak menjamin produk berkualitas. Tapi, kopi yang berkualitas bisa saja dijual murah dengan strategi tertentu," sambungnya.

Demi mengembalikan kembali konsenterasi petani lokal, Syafrudin menyebut SCAI melakukan upaya edukasi untuk memberi nilai tambah pada produksi kopi dalam negeri, sekaligus membagi pengetahuan tentang tanaman tumpang sari.

"Di antara kopi, harusnya juga ditanam beberapa tanaman lain, seperti cabai, tomat, dan kentang. Seperti di Gayo, sekarang juga menghasilkan alpukat dengan kualitas sangat baik," tuturnya. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harga Harus Sebanding

Syafrudin menegaskan, harga penjualan kopi harus sebanding dengan apa yang dilakukan petani lokal di industri hulu. "Total sekarang konsumsi lokal ada di angka 30 persen dari keseluruhan jumlah produksi kopi," ucapnya.

Upaya penyeimbangan ketiga faktor, yakni produksi, konsumsi lokal, dan jadi komoditi ekspor, disebutkan juga dipengaruhi kelanggengan usaha kedai kopi dalam negeri. Jangan sampai baru satu tahun sudah hilang tak berjejak.

"Makanya harus dicermati juga, terutama lokasi gerai. Dipertimbangkan dan sudah melalui market research. Dekat sekolah, dekat kantor, atau target pemasaran lain supaya harga dan komponen lain bisa ditentukan," ucapnya.

Juga, regulasi yang dikeluarkan pemerintah dalam bentuk dukungan pada kemajuan industri kopi harus sesuai dengan kondisi lapangan. "Karena pada dasarnya memang (pemerintah) belum sanggup berkecimpung terlalu dalam di bisnis perkopian," ucap Syafrudin.

Kendati, kolaborasi dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan demi membina petani lokal dalam berbagai aspek, terutama produksi kopi lebih berkualitas, terus dilakukan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.