Sukses

Merangkul Masyarakat untuk Memperkuat Modal Sosial Usaha Startup

Riset "Bahaya Bubble Ekonomi Akibat Bisnis Start-Up Gemar Bakar Uang" akhirnya langsung terbukti.

Liputan6.com, Jakarta - Iklim usaha di Indonesia memang sulit ditebak belakangan ini. Termasuk juga dalam bidang startup. Seakan nubuat yang tergenapi, hasil riset Generasi Optimis Research & Consulting (GORC) tentang "Bahaya Bubble Ekonomi Akibat Bisnis Start-Up Gemar Bakar Uang" akhirnya langsung terbukti.

Raksasa Lippo Group memutuskan untuk melepas 70 persen sahamnya dalam OVO yang selama ini berada di bawah PT. Multipolar Tbk, anak usaha Lippo Group sekaligus induk usaha OVO.

Tidak tanggung-tanggung, pendiri dan Chairman Grup Lippo Mochtar Riady akhirnya mengakui bahwa keputusan untuk menjual 70 persen saham OVO yang dikendalikan oleh PT. Visionet International, karena Lippo sudah tidak kuat lagi bakar uang akibat praktik pemasaran yang jor-joran diskon, promo, dan event.

Konon, jumlah uang yang harus digelontorkan Grup Lippo untuk mendukung strategi bakar uang OVO mencapai Rp70 miliar setiap bulannya.

"Kami terus bakar uang di OVO, bagaimana kita bisa kuat? Sekarang tinggal 30 sekian persen, dua per tiga kita harus jual," kata Founder Lippo Group, Mochtar Riady dalam acara Indonesia Digital Conference 2019 di Ballroom Djakarta Theatre, Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Merespons kejutan tersebut, Direktur Generasi Optimis Research & Consulting (GORC), Frans Meroga Panggabean mengatakan bahwa gejala tidak sehat akibat strategi bakar uang bisnis start-up sebenarnya sudah terlihat sejak empat tahun terakhir.  Apa yang terjadi pada WeWork dan Uber secara global sebenarnya juga telah mengafirmasi resiko bagai bom waktu akan bubble ekonomi sebagai pemicu krisis.

"Bukan nubuat lah, terlalu berlebihan itu. Kami hanya merasa punya tanggung jawab moral untuk menyampaikan hasil riset GORC agar masyarakat teredukasi dan tanggap," ujar Frans Meroga usai membuka Rapat Rencana Kerja & Anggaran (RKA) 2020 Nasari Cooperative Group di Denpasar, Jumat (29/11/2019).

"Berkaca pada Uber sebenarnya sudah menjadi warning untuk kita semua. Bayangkan, Sang Legenda Uber saja masih merugi, padahal pionir taksi online yang eksis sejak 10 tahun lalu ini telah beroperasi di 785 kota metropolitan dan 173 negara," lanjut lulusan MBA dari Grenoble Universite, Perancis ini.

Justru Masyarakat Receh Pahlawan

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Generasi Optimis (GO) Indonesia, Tigor Mulo Horas Sinaga menyayangkan pernyataan Presiden Direktur PT. Visionet Internasional (OVO) Karaniya Dharmasaputra, yang menyebut masyarakat menengah ke bawah sebagai masyarakat receh. Hal itu disampaikan Karaniya sewaktu membandingkan model bisnis konvensional dengan bisnis digital.

Horas Sinaga prihatin bahwa pernyataan Karaniya tersebut tidak bijak dan dapat melukai perasaan masyarakat. Sekjen GO Indonesia itu mengingatkan jangan sampai alih-alih menanamkan modal sosial yang kuat dalam ekosistem bisnis, justru yang terjadi malahan masyarakat ramai-ramai memboikot pemakaian OVO.

Masyarakat bawah akan merasa keberadaan mereka tidak dihargai juga terciderai pernyataan yang pongah dari Presdir OVO serta tidak sesuai dan menyimpang dari semangat ekonomi kerakyatan tersebut. "Saya sarankan Pak Karaniya meminta maaf kepada publik untuk mengkoreksi pemilihan kata "masyarakat receh" yang tidak bijak tersebut," himbau Horas Sinaga.

"Kita tahu sendiri dahsyatnya kekuatan netizen negara +62 yang kalau sudah viral, wah publik bisa ramai-ramai boikot OVO," tegas pria multi talenta yang dikenal sebagai pengamat politik dan intelijen ini.

Horas menambahkan, masyarakat bawah lah yang seharusnya dirangkul untuk memperkuat modal sosial bisnis start-up. Mitra penjual OVO yang konon telah mencapai 500.000 merchant dengan termasuk lagi-lagi konon 300.000 UMKM lah yang harus diperkuat hubungan sosialnya dengan OVO.

"Kita harus hargai bahwa yang receh tadi adalah para pelaku UMKM yang telah memberikan kontribusi 60,34 % dalam struktur produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Kita harus angkat hormat bahwa yang receh tadi adalah para pelaku UMKM yang telah memberikan ruang bagi penyerapan tenaga kerja hingga 97% juga berperan aktif dalam 14,17 persen dari total ekspor nasional," terang Sekjen organisasi masyarakat yang telah memiliki jaringan luas di seluruh Indonesia ini.

Yang Sepuh yang Lebih Pengalaman

Generasi Optimis Research & Consulting (GORC), melalui direkturnya kembali menghimbau kepada semua pelaku bisnis start-up bahwa dalam penetrasi pasar yang terpenting adalah perkuat modal sosial dalam ekosistem bisnisnya. Strategi bakar uang hanyalah akan menjadi lingkaran setan yang tidak akan pernah ada habisnya, hingga malahan akan membawa bisnis start-up ke dalam kehancuran.

"Saya malah salut dengan testimoni Mochtar Riady yang menceritakan diskusi beliau dengan pendiri Alibaba Group, Jack Ma tentang pentingnya memperkuat modal sosial terhadap masyarakat sekitar yang menjadi ekosistem pendukung usaha start-up," kata Frans Meroga yang juga dikenal sebagai Pakar Ekonomi Kerakyatan dan Koperasi Milenial.

Masih dalam IDC 2019, sebagai keynote speaker Mochtar Riady bercerita, dirinya sempat berdiskusi dengan pendiri Alibaba Group Jack Ma, dan mengatakan ada dua hal yang sebenarnya harus disampaikan oleh Jack Ma, tetapi tidak pernah disampaikan oleh konglomerat asal China tersebut. Berkaitan dengan tanggung jawab sosial Jack Ma, seharusnya Alibaba Group dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat luas, terutama dalam kaitan luhur pengentasan kemiskinan.

Lebih lanjut Mochtar Riady menjelaskan bahwa di desa ada empat alasan kemiskinan; pertama, kaum petani menjual hasil bumi melalui tengkulak dengan harga murah; kedua, petani membeli kebutuhan sehari-hari dengan harga lebih mahal; ketiga, buruknya fasilitas kesehatan; dan keempat, kurangnya tenaga pendidik.

Mochtar menilai bahwa seharusnya kehadiran Alibaba Group sebagai marketplace, dapat membuat masyarakat desa dimungkinkan untuk menjual hasil bumi dengan harga yang pantas, serta membeli kebutuhan sehari-hari dengan harga lebih murah. "Saya bilang ke Jack Ma, Anda punya jasa luar biasa terkait dengan hal tersebut, harusnya itu Anda mention," ujar Mochtar Riady.

Frans mengapresiasi pernyataan Mochtar Riady dengan menyebut bahwa pantaslah sebagai tokoh besar yang sangat dihormati dalam dunia usaha, konglomerat berusia 90 tahun tersebut tahu pasti faktor apa yang memegang peranan penting dalam keberhasilan suatu usaha.

Sudah seyogyanya setiap usaha membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar, di mana otomatis sebagai modal sosial yang kuat dalam ekosistem bisnis yang digeluti.

"Kami menghimbau kepada OVO untuk rangkul para pelaku UMKM sebagai mitra penjual. Bukan malah menyebut mereka sebagai masyarakat receh," jelas Frans lagi. "Daripada bakar uang untuk promo, diskon, dan event; alangkah lebih bermanfaat bujet yang ada dipakai untuk program pemberdayaan UMKM mitra mereka,' tambah Frans lagi yang juga penulis buku "The Ma'ruf Amin Way" tersebut.

"Arahkan mereka untuk membentuk koperasi sehingga selalu solid dalam kaidah kebersamaan musyawarah untuk mufakat. Perkuat mereka dengan penguasaan teknologi sehingga menjadi koperasi yang modern tapi tetap bermodal sosial kuat, karena Berkoperasi Itu Keren," ujar Frans.

"Buat program pelatihan bagi para pelaku UMKM tersebut. Dampingi mereka untuk meningkatkan mutu produk agar dapat bersaing dengan produk global. Lalu dimungkinkan pula berikan pinjaman sebagai tambahan modal agar mereka dapat meningkatkan kelasnya sebagai pelaku UMKM," pungkas Frans yang juga Ketua DPP Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia tersebut.

#Bubble Ekonomi

#Start Up Bakar Uang

#Berkoperasi Itu Keren

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini