Sukses

Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi dengan Festival Lenong

Acara festival lenong diagendakan setiap tahun dan menjadi agenda resmi Badan Musyawarah (Bamus) Betawi.

Liputan6.com, Jakarta - Di tiap zaman pasti ada perubahan seni drama Betawi yang dibentuk untuk menjaga tema sehingga tidak luntur oleh zaman. Ada pengembangan terhadap perkembangan seni lenong, memadukan lenong kekinian dan menyesuaikan di era milenium namun tetap memiliki pakem-pakem.

Terbukti Lenong Denes dan Lenong Preman dipadukan dengan kekinian, sehingga generasi hari ini bisa menikmati lenong dengan baik. Hal itu dikemukakan Wakil Ketua Umum Bamus Betawi, Drs. Tahyudin Adityas yang juga Ketua Pelaksana Festival Lenong Betawi.

Hal itu dikatakannya saat perhelatan Festival Lenong Betawi Bamus Betawi dengan tema “Melestarikan dan mengembangkan Budaya Betawi”, pada 6 Oktober 2019, di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat.

Tahyuidn meyakini kalau semua lenong itu punya karakter yang hampir sama, hanya ada sedikit karakter yang berbeda. Mungkin dari bahasanya, logatnya, dan sebagainya. Namun ia berharap dengan adanya kesamaan tujuan kita bisa memahaminya dengan baik.

"Pelestarian budaya Betawi salah satunya banyak melahirkan lenong, tapi yang jelas kita memadukan dua jenis lenong yaitu Denes dan lenong Preman. Untuk hari ini mungkin bisa disebut hanya sebagai prototipe saja untuk menemukan titik singgung. Dan tadi ada keselarasan antara lenong tradisional dengan modern yang bisa diterima oleh kaum milenial," tutur Tahjudin.

Acara festival lenong diagendakan setiap tahun dan menjadi agenda resmi Badan Musyawarah (Bamus) Betawi. Festival kali ini mengundang 10 grup lenong yang tersebar di lima wilayah Jakarta.

Mereka adalah Lenong Gema Beta Daya, Sanggar Jiih Kemandoran, Lenong LSBB, Lenong PSBB HKS, Lenong FKPBB, Blantek Ibnu Sina, Lenong Kampung Silat Petukangan, Theater Kawan, Sanggar Fandus, dan Sanggar Abang Rawa Belong. Festival lenong ini bukan mencari pemenang, tetapi seluruh peserta yang ikut wajib untuk tampil bagus.

Dinas Pariwisata DKI Jakarta berharap festival ini akan melahirkan rekomendasi bahwa drama tradisional Betawi sebetulnya punya karakter sendiri untuk dapat disinkronisasi antara Seni Budaya lainnya yang ada di Jakarta.

Ada apresiasi dan ada semangat lebih lagi dengan mencintai budaya Betawi yang tumbuh dengan baik. Tentu tak menafikan harapan kalau para grup lenong ini dapat tampil di televisi.

Sementara H.Syarif Hidayatullah SIp.Sekertaris Jendral Bamus Betawi, menjelaskan bahwa program ini, termasuk dari 24 program yang dilaksanakan oleh Bamus Betawi pada 2019.

Harapannya selain basic cultural budaya Betawi dapat diserap, inovasi dan pengembangan budaya Betawi juga dilakukan dengan tetap berada pada pakemnya. Seperti penyelarasan cerita-cerita yang berlaku sekarang dan masa datang.

"Disamping itu Bamus Betawi juga tengah mengadakan pendataan melalui Wakil Ketua Umum Bamus Betawi, termasuk melalui Festival Lenong ini sehingga data-data yang terbarukan akan menjadi catatan buat Bamus Betawi untuk melakukan program-program berkesinambungan lainnya," jelas Sekjen Bamus Betawi, Syarief Hidayatullah.

Sedangkan Herman Yahya, selaku pengamat, sekaligus juri Festival Lenong Bamus Betawi 2019, mencatat bahwa sangat luar biasa ketika Bamus Betawi yang dipimpin Haji Lulung AL. SH, melakukan beragam inovasi baru tentang kebudayaan dan kesenian Betawi.

Sebelumnya menggelar Festival Tari Kreasi Betawi, sekarang dengan Festival Lenong. Bamus Betawi juga akan diisi oleh para seniman intelektual Betawi, yang sepatutnya merumuskan bagaimana kaidah-kaidah tentang kebudayaan Betawi sendiri, khusus juga kepada Lenong.

Kalau masih stagnan pada masa lalu, budaya Betawi tidak akan berkembang dan maju. Di sini ada inovasi, ada kecerdasan dalam menuturkan cerita, meski beragam pengadeganan secara hukum panggung perlu diasah lagi. Baik komposisi blocking, atau pengkarakteran, harus diarahkan. Tata panggung dari plot itu sendiri pun masih linier.

"Lenong Betawi punya nilai jual untuk bisa ditampilkan di luar negeri. Apalagi mengingat suku Betawi itu lebih cerdas meski keliahatannya lugu, ceplas-ceplos, dan spontanitas. Disamping mampu berpantun, sangat religius dan memiliki ilmu bela diri silat," papar Herman Yahya didampingi juri lain Abdul Aziz, dan Bahan bin Pitung.

"Bang Suaeb menyanyi lenong dengan bahasa Inggris. Ini sesuatu yang gila. Artinya orang-orang asing itu bisa menerima budaya Lenong. Seni Lenong itu bisa tampil dengan bahasa Inggris atau dengan bahasa apa saja. Kita harus universal kalau memang kita mau mengangkat eksistensi lenong itu sendiri." ungkap Herman dengan optimis.

Dengan adanya Fetival Lenong Betawi 2019 oleh Bamus Betawi, diharapkan ada transfer pengetahuan, pengalaman di antara pemain, ada beragam pakem yang disepakati, mendorong titik temu itu sehingga melahirkan sesuatu yang baru.

Para peserta harus dibekali hukum-hukum panggung yang bagus, di dalam lenong ada komunikasi dengan penonton, ideologi orang Betawi sudah jelas mengaji dan silat. Jadi ketika bicara tentang ideologi Betawi, jangan mereka menukar ideologinya.

"Hari ini luar biasa karena banyak animo masyarakat penggiat seni budaya ikut dalam festival ini, meski dibatasi baru 10 grup yang kita hadirkan," pungkas Wakil Ketua Umum Bamus Betawi, Drs. Tahyudin Adityas, juga selaku Ketua Pelaksana Festival Lenong Betawi 2019.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini