Sukses

Inovasi Batik Ramah Lingkungan dari Bahan-Bahan Daur Ulang

Kreasi batik ramah lingkungan tersebut terinspirasi persoalan sampah di wilayah Baduy Dalam yang dibawa wisatawan.

Liputan6.com, Jakarta - Nusantara kaya akan kearifan lokal dan batik menjadi salah satu warisan budaya yang begitu termasyhur. Batik hadir dengan beragam motif dan warna yang tak jarang menginspirasi para desainer dan brand Indonesia memproduksi koleksi apik.

Dalam rangka menyambut Hari Batik Nasional yang diperingati setiap 2 Oktober, Galeries Lafayette dan mitra perbankan Bank BRI melangsungkan pagelaran trunk show bertajuk Sustainable Batik Day. Gelaran ini pun menampilkan inovasi busana yang menarik.

"Pengrajin batik yang turut berinovasi melakukan proses produksi yang sustainable dengan menggunakan bahan daur ulang," kata Melissa Ann Tjahyadikarta, Corporate Communications and Partnership General Manager PT Panen Lestari Internusa di Galeries Lafayette, Jakarta Selatan, Rabu, 25 September 2019.

Melissa menambahkan, koleksi batik yang ditampilkan dalam trunk show dibuat dari bahan yang meminimalkan sampah bahan organik maupun non-organik. Ada pun brand yang terlibat meliputi NES, Galeri Batik Jawa, Jaga Wastra, Ella & Glo, dan Jinjit Pottery.

"Kami berharap batik sustainable ke depannya banyak diminati dan digunakan pecinta mode Indonesia," jelas Melissa.

Gelaran ini juga menjadi wujud nyata untuk menjaga keseimbangan alam. Lalu, sebagai usaha untuk mengurangi limbah dan sampah dengan tidak membuang sisa-sisa hasil produksi tetapi diolah menjadi beragam hal.

Brand NES merilis seri Batik Baik yang produksinya menggunakan material dari bahan daur ulang dan ramah lingkungan. Koleksi ini juga dikerjakan oleh para perajin lokal sehingga tak hanya sustainable terhadap lingkungan, tetapi juga pada masyarakat.

"Kesadaran akan sustainable mulai pada 2016 saat saya liburan ke Baduy Dalam. Sampai sana mereka green living banget dan tidak kenal plastik dan logam. Tapi ternyata di sana banyak sampah dan sudah pasti dari wisatawan yang masuk ke sana," kata Helen Dewi Kirana, founder dan desainer NES by HDK kepada Liputan6.com di kesempatan yang sama.

Rasa ingin tahun Helen pun semakin dalam. Ia mempertanyakan siapa yang akan membawa sampah di Baduy Dalam yang jaraknya memerlukan waktu hingga tujuh jam untuk sampai di sana.

"Aku cari tahu lagi, oh kadang ada volunteer yang bawa turun. Persoalan belum selesai setelah dibawa turun kadang tidak bisa dibuang dan harus ada solusinya," tambahnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Di Balik Batik Sustainable

Helen mengakui jika ia jarang membuat fashion show. Ada pun beberapa konsep menarik dan berbeda yang justru diusungnya ketika akan menampilkan koleksi-koleksinya.

"Aku bikin musical fashion show, education fashion show. Lalu mengumpulkan orang membuat konsep musik dan hasilnya beli lahan di Baduy untuk mereka membuang sampah. Mulai bikin sistem di gapuranya. Kalau turis masuk lapor bawa berapa bungkus plastik," kata Helen.

Sampah-sampah yang dibawa tersebut harus dibawa kembali turun. Maka dari itu, hadirlah tagline "Bawa Pulang Sampahmu Keluar dari Baduy".

Berawal dari pengalamannya pada 2016 tersebut, Helen pun kian termotivasi untuk gerakan berkelanjutan. Hal itu pula yang ia terapkan kepada koleksi dan karyanya di NES.

"Aksinya kita sempat membuat Jakarta tanpa sedotan membidik untuk tidak pakai sedotan plastik pda 2017," lanjutnya.

Setelah itu, ia pun upcycling product dan bertemu pengrajin batik bernama Heri. Mereka pun berkolaborasi untuk membuat ragam hal dari batik sustainable.

"Berusaha menjadi zero waste produk itu susah tetapi saya mencoba bikin upcycle produk. Jahit baju banyak bahan yang sisa bisa buat pouch straw," kata Helen.

Sedangkan dari sisi membuat koleksi batik sustainable, ia dan Heri mengulik banyak hal. Seperti mencoba-coba mana cara yang dirasa apik.

"Semua coba-coba dan untungnya Pak Heri kreatif. Bikin dari koran padahal bahannya lemas buat cap. Eksperimen seperti sumbu kita gunting-gunting dan cap kita banyak," jelas Helen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.