Sukses

Cerita Akhir Pekan: Benarkah Pariwisata Bali Turun Kelas?

Beberapa waktu belakangan, deretan kasus wisatawan asing berulah mewarnai pariwisata Bali. Bagaimana dampaknya?

Liputan6.com, Jakarta - Keindahan Pulau Dewata memang tak terbantahkan. Pesona alam, jajaran destinasi cantik, hingga wisata budayanya selalu sukses memikat jutaan wisatawan, baik dari dalam dan luar negeri. Namun di balik itu, tersisip sisi kelam yang mewarnai pariwisata Bali.

Hal tersebut tidak lain mengenai para wisatawan asing yang kerap kali berulah lewat tindakan tak bertanggung jawab dan meresahkan warga sekitar. Agustus lalu contohnya, ada beberapa kasus di mana wisatawan asing bertindak tidak terpuji dan membuat geram.

Sebut saja pria asal Australia bernama Nicholas Carr yang jadi sorotan setelah videonya berlari di tengah jalan di kawasan Seminyak, Kuta viral di media sosial pada 10 Agustus 2019. Aksinya sempat berusaha dihentikan oleh dua pria lain, namun turis berusia 26 tahun itu semakin menjadi dengan menendang seorang pengendara yang sedang melaju ke arahnya. Tak pelak, sang pengendara pun terjatuh.

Ada pula kasus dua turis asal Ceko yang melecehkan tempat suci di kawasan Monkey Forest, Ubud, Bali pada 11 Agustus 2019. Pasangan yang diketahui bernama Sabina Dolezalova dan Zdenek Slouka itu mengambil air suci dan membasuhnya ke bagian bokong Sabina. Dalam video yang beredar, keduanya tertawa usai melakukan aksi tak terpuji itu.

Dilansir dari imigrasi.go.id, Jumat, 20 September 2019, tercatat 169 negara resmi dibebaskan dari kewajiban memiliki visa tujuan kunjungan ke Tanah Air. Ini merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo 2 Maret lalu.

Sebelumnya, Bebas Visa Kunjungan diberi pada 45 negara berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2015 sejak 10 Juni 2015. Pada 18 September 2015, Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2015 diterbitkan dan jumlah negara yang mendapat bebas visa kunjung ke Indonesia meningkat 90 negara.

Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 mengamanatkan Penerima Bebas Visa Kunjungan diberi izin tinggal kunjungan untuk 30 hari dan tidak dapat diperpanjang masa berlakunya atau dialihstatuskan menjadi izin tinggal lain. Penerima Bebas Visa Kunjungan dapat keluar masuk melalui 124 tempat pemeriksaan Imigrasi darat, laut, dan udara.

Bila izin tinggal untuk kunjungan selama 30 hari lewat Bebas Visa Kunjungan dirasa tidak memadai, fasilitas Visa Kunjungan saat Kedatangan atau Visa on Arrival atau Visa Kunjungan masih dapat digunakan. Fasilitas ini diharapkan dapat memberi manfaat lebih soal peningkatan perekonomian dan peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara.

Lantas, apakah kebijakan bebas visa kunjungan pada 169 negara tersebut menjadi salah satu pengaruh banyaknya kasus wisatawan asing yang berulah di Bali?

"Segelintir wisatawan yang disinyalir memanfaatkan saat mengetahui ada bebas visa," kata I Putu Astawa, Plt. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 20 September 2019.

Ia menambahkan, kunjungan wisata ke Bali mengalami peningkatan pada 2018 dengan besaran 6,2 juta orang. Sebelumnya, jumlah kunjungan berkisar antara angka 5,8 juta orang.

"Peningkatannya rata-rata 750 ribu sampai 1 juta sejak 2015. Untuk angka di 2019 akan keluar akhir tahun. Tetapi lewat evaluasi tengah semester terjadi stagnan, tidak terlalu besar melihat negara pesaing juga gencar promosi," tutur Astawa.

Terkait adanya perbedaan angka wisatawan asing ke Bali tersebut, Astawa juga melihat belum ada penerbangan langsung seperti dari Jepang. Namun, ada kunjungan meningkat tahun lalu dari negara lain seperti India dan Tiongkok.

"Ada peningkatan sekitar 10 sampai 11 persen. Sedangkan Amerika meningkat per semester sekitar 11 persen," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Standardisasi Kepariwisataan

Fenomena para wisatawan asing yang berulah di Bali tentunya begitu meresahkan. Melihat kasus-kasus yang telah terjadi sebelumnya, Astawa menyampaikan untuk menyebarkan lebih banyak tanda dan pemberitahuan mengenai destinasi atau tempat suci.

"Bali terkenal dengan wisata budaya dengan sebagai besar beragama Hindu dan ada banyak pura. Turis datang dan tidak paham mengenai kawasan suci, maka penting memperbanyak tanda-tanda kawasan suci," ungkap Astawa.

Ia melanjutkan, poin penting lain adalah adanya pendamping dari desa sekitar atau tokoh-tokoh adat. Selain itu, pariwisata Bali juga membuat beragam standardisasi destinasi dengan menyusun Perda Standardisasi Pelayanan Kepariwisataan.

"Perda ini terbagi atas empat pilar yakni pilar destinasi, industri kepariwisataan, kelembagaan, dan pemasaran. Masing-masing standardisasi produk seperti bahari, natural, pelayanan informasi destinasi mulai dari turis sampai di bandara, custom, imigrasi, soal menginap, travel," tambahnya.

Penyusunan ini pula tengah dikelola dan telah memasuki tahap 50 persen. Setelah ada dua kali pertemuan lagi dengan tim, Astawa dan jajarannya akan memaparkan kepada Gubernur Bali.

"Setelah rampung baru dibawa ke DPR. Draftnya jadi akhir tahun," ungkap Astawa.

3 dari 3 halaman

Tingkat Hunian di Hotel

Melihat kasus tak terpuji yang dilakukan wisatawan asing khususnya di Pulau Dewata lantas memunculkan anggapan berbeda. Apakah ini menjadi bentuk dari kualitas wisatawan asing yang datang ke Bali menurun? Astawa memberikan penjelasannya.

"Dampak pembebasan secara rasional wisatawan asing mudah datang dan korelasinya wisatawan datang tidak dapat membatasinya. Maka dari itu kita buat standardisasi mulai dari hotel hingga internal,” tutur Astawa.

Sementara, wisatawan asing juga erat kaitannya dengan tingkat hunian hotel. Marcomm Manager Hard Rock Hotel Bali, Ketut Narendra Wiriadijaya menyampaikan perkembangan hunian berada di tingkat stabil.

"Sejauh ini stabil untuk tingkat okupasinya. Wisatawan banyak datang dari Australia, Korea, Inggris, Singapura, Jepang, hingga India. Per tahunnya market seperti itu,” jelas Narendra.

Ia menyebutkan saat ini ada market baru yang mulai berdatangan yakni Middle East atau Timur Tengah. Selain itu, wisatawan asing dari Thailand dan Italia juga dipantau meningkat menginap di Hard Rock Hotel Bali.

"Karena segmennya lebih pada family hotel banyak yang memilih room suite, tetapi ada juga yang standar. Selain memasarkan hotel dan food and beverages, kita ada premium benefit dengan breakfast dan room amenities,” tambahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.