Sukses

London Fashion Week 2019 Diramaikan Aksi Siram Lumpur Hitam dan Karpet Merah Darah Palsu

Gelaran London Fashion Week 2019 tidak berjalan mulus. Dua kelompok aktivis peduli lingkungan menggelar aksi protes mereka.

Liputan6.com, Jakarta - Ajang peragaan busana London Fashion Week (LFW) 2019 dimulai sejak 13 September hingga 17 September 2019. Tapi, tahun ini LFW tidak berjalan begitu mulus. Ajang tahunan ini menuai kontroversi dan protes dari berbagai aktivis lingkungan.

Melansir dari Euro News dan Independent, Senin (16/9/2019), pekan mode yang dilaksanakan di The Store X London ini mendapatkan aksi protes dari dua kelompok aktivis, yakni People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) dan Extinction Rebellion. PETA melakukan aksi protes untuk mengingatkan bahwa industri fesyen, terutama yang berbahan kulit meninggalkan limbah yang sangat berbahaya. Sementara, Extiction Rebellion menekankan pada kelestarian lingkungan dan dampaknya pada perubahan iklim.

Aktivis dari PETA menyiram diri mereka dengan lumpur hitam. Hal ini dianggap sebagai representasi dari dampak industri kulit yang menggunakan bahan berbahaya. Berbeda sedikit dengan PETA, aktivis Extinction Rebellion membuat karpet merah yang berasal dari darah palsu untuk menarik perhatian.

Tak hanya itu, mereka juga membacakan sajak tentang industri pakaian yang memberikan ancaman kepada lingkungan.

"Industri fesyen membunuh planet kita," mulai seorang aktivis. "Setiap tahun, setiap bulan, setiap minggu, kamu menyiksa bumi ini. Kamu memproduksi pakaian untuk keuntungan dan kesenangan semata, bukan kebutuhan," lanjut mereka.

Mereka juga mengatakan dalam sajak tersebut bahwa industri fesyen hanya mementingan keuntungan, tanpa memperhatikan kelestarian bumi, kesehatan masyarakat, dan tidak mempertimbangkan dampaknya untuk masa depan. Mereka berseru bahwa industri ini dengan sengaja menarik kita untuk datang ke toko, mencoba gaun yang indah dan pakaian yang sedang tren.

"Kami melihat iklan-iklanmu, badan yang cantik membuat kami akan merasa yang sama jika membeli gaunmu. Mungkin, badan kami memang akan terlihat cantik, tapi tidak ada yang cantik dari baju yang menghancurkan planet kita," tambahnya.

Aksi protes tersebut adalah aksi pembuka dari komunitas ini yang dilaksanakan bersamaan dengan pembukaan London Fashion Week 2019 pada 13 September lalu. Mereka akan melakukan aksi setiap harinya hingga LFW 2019 selesai. Puncaknya, pada 17 September 2019, mereka akan melakukan upacara pemakaman untuk menghormati korban-korban jiwa akibat industri fesyen dan menyatakan kehilangan tersebut diakibatkan oleh perubahan iklim dan ekologi dari industri ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ajukan Pembatalan Pekan Mode

Sebelum melakukan aksi ini, Extinction Rebellion telah mengirimkan surat kepada British Fashion Council (Dewan Mode Inggris) pada 26 Juli 2019. Surat tersebut berisikan permohonan pembatalan pekan mode ini dan bisa mencari alternatif lain yang mempertimbangkan kelestarian berkelanjutan.

Komunitas ini mengklaim bahwa industri fashion adalah salah satu industri paling menyebabkan polusi di dunia, termasuk menghasilkan karbondioksida setelah industri pesawat dan kapal. Mereka juga mengharapkan adanya keterbukaan dari pemerintah terhadap dampak dari industri ini.

Caroline Rush, CEO dari British Fashion Council mengaku memang ada menerima permohonan pembatalan ini. Tapi, menurut mereka hal ini tidak menyelesaikan masalah.

"Ini tidak menyelesaikan masalah bagi produksi industri dalam mengurus keadaan darurat tentang iklim. Sebenarnya, wadah seperti London Fashion Week ini menyatukan bisnis dan industri secara bersamaan sehingga bisa memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk membicarakan masalah ini (masalah lingkungan)," ungkap Caroline.

Gerakan ini juga sebagai penanda dan persiapan menuju ke event besar Extinction Rebellion, yakni International Rebellion yang akan dilaksanakan pada 7 Oktober mendatang. Acara ini dapat diikuti oleh semua pihak dari seluruh dunia, dan akan berakhir pada 18 Oktober 2019.

Beberapa permintaan dari Extinction Rebellion adalah pemerintah harus memberitahukan hal yang sebenarnya tentang keadaan darurat lingkungan, mulai bekerja sama dengan institusi terkait untuk mengatasinya, mengurasi gas emisi serta kesetaraan lainnya. (Novi Thedora)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.