Sukses

Kisah Tukang Kebun Kampus Lulus Jadi Wisudawan di Tempatnya Bekerja

Kampus tempat tukang kebun menuntut ilmu itu adalah universitas yang juga meluluskan Nelson Mandela dan Robert Mugabe. Seminggu sebelum diwisuda, sang ayah meninggal dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Wajah Lukhanyo Mafu semringah. Senyum lebar tak pernah lepas. Mengenakan toga, ia berdiri bangga di hadapan para wisudawan Universitas Fort Hare (UFH), Afrika Selatan, setelah resmi menyandang gelar sarjana ilmu sosial. Kampus tersebut adalah tempatnya selama tujuh tahun ini bekerja sebagai tukang kebun.

Dalam video yang dilansir Now This News, kelulusan Lukhanyo disambut dengan tepuk tangan meriah para wisudawan lainnya. Apalagi, ia mewujudkan cita-cita lamanya pada usia 39 tahun, lebih tua dari usia rata-rata para mahasiswa S1 lainnya.

Mimpinya bisa terwujud berkat bantuan salah seorang staf akademik UFH, Awonke Tshefu. Ia meminjamkan 200 Rand atau sekitar Rp 200 ribu untuk membayar biaya pendaftaran pada 2014.

Namun, aplikasi Lukhanyo ditolak saat itu. Ia tak menyerah, kembali mendaftar dan berhasil masuk kampus tempat kuliah Nelson Mandela dan Robert Mugabe, dua tokoh terhormat di Afrika Selatan.

"Aku menunjukkan sertifikat matrikulasiku dan mengungkapkan mimpiku untuk menjadi pekerja sosial suatu hari nanti. Dia memberiku 200 Rand dan di sinilah aku sekarang," ujar Lukhanyo kepada Dispatch.co.za, Sabtu, 18 Mei 2019.

Upah sebagai tukang kebun yang hanya sekitar 5 dolar AS per bulan hanya cukup untuk hidup sehari-hari. Beruntung, ia dibantu National Aid Financial Student Scheme untuk membiayai kuliahnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sempat Dipenjara

Perjalanan hidup Lukhanyo berliku. Selepas SMA, pada 1999, ia merantau dari sebuah desa di Gaga Skolweni, Alice, menuju Cape Town, demi memperoleh pekerjaan.

Dua tahun bergelut di kota besar, ia ditangkap polisi atas kejahatan yang hingga kini tak pernah diakuinya. Dia divonis 15 tahun penjara dan harus menjalani kehidupan sebagai narapidana di Penjara Pollsmoor, penjara yang disebut paling menakutkan di Afrika Selatan.

"Lalu aku dipindahkan ke Penjara Middledrift," ujarnya.

Pada 2011, ia dibebaskan dan memilih kembali ke kampung halamannya di Alice. Ia pun mencari pekerjaan demi membantu keluarga yang ditinggalkannya bertahun-tahun.

"Pada 2012, aku dapat pekerjaan sebagai tukang kebun di Fort Hare," sambungnya.

3 dari 3 halaman

Kehilangan Ayahanda

Seminggu sebelum Lukhanyo lulus, sang ayah meninggal dunia. Karena itu, acara wisudanya hanya dihadiri oleh adik, kakak, dan kerabatnya saja.

"Ibuku tak hadir karena masih berduka atas kematian ayahku," ujarnya.

Hingga akhir pekan lalu, ia masih sibuk menyiapkan acara pemakaman untuk ayahanda. Di sisi lain, ia berharap gelar yang berhasil diraihnya itu bisa membuka jalan untuknya membelikan rumah yang layak bagi keluarga.

"Yang aku inginkan hanyalah ibu dan saudara-saudaraku bangga padaku lewat pekerjaan layak yang bisa kudapatkan dan membangun rumah yang layak bagi mereka," ujarnya sambil berharap status mantan napi tak menghalanginya di depan nanti.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.