Sukses

Chairil Anwar hingga Pidi Baiq, Para Pujangga Jawara Pencipta Puisi

Tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional. Apa puisi favoritmu?

Liputan6.com, Jakarta - Setiap 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional. Tagar #HariPuisiNasional menjadi salah satu trending topic di media sosial, Minggu, 28 April 2019.

Tak sekadar memperingati Hari Puisi Nasional saja, tapi juga untuk mengenang wafatnya penyair Chairil Anwar. Chairil lahir pada 26 Juli 1922 dan tutup usia pada 28 April 1949.

Artinya, 28 April 2019 tepat 70 tahun kepergian sang pelopor puisi modern Indonesia itu. Selama kariernya sebagai penyair, Chairil sosok yang produk.

Banyak judul karya Chairil Anwar yang hingga saat ini masih diingat publik. Dari banyak karya tersebut, salah satunya berjudul "Aku".

Aku

Kalau sampai waktuku‘

Ku mau tak seorang ‘kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

 

 

saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Goenawan Mohamad

Selain Chairil Anwar, penyair lain yang juga memiliki nama besar dalam dunia kepenyairan di Tanah Air adalah Goenawan Mohamad. Lelaki kelahiran Batang, Jawa Tengah, 29 Juli 1941 ini masih eksis hingga saat ini.

Dari banyak karyanya, puisi "Misalkan Kita di Sarajevo" termasuk yang diingat publik.

Misalkan kita di Sarajevo;

mereka akan mengetukdengan kanon sepucuk

dan bertanya benarkah ke Sarajevo

ada secelah pintu masuk.

Misalkan kita di Sarajevo:

tembok itu,

dengan luka-luka peluru,

akan bilang "tidak",

selepas galau.

Tapi kau tahu musim,

di Sarajevo

akan mematahkan engsel,

dingin akan menciutkan tangan,

dan listrik lindap.

Orang-orang akan kembalidari kedai minum,

dan memandangi hangusdi loteng-loteng. Apakah yang mereka saksikan sebenarnya

di Sarajevo: sebentang samun,

tanah yang redam?

Apakah yang mereka saksikan sebenarnya?

Keyakinan dipasak

di atas mihrab dan lumbung gandung

dan tak ada lagi

orang membaca.

Hanya mungkin pada kita

masih ada seutas tilas,yang tak terseka. Atau barangkali

sebentuk asli kata hati?

Misalkan, misalkan, di Sarajevo: bulan

tak meninggalkan replika,

di dekat menara, tinggal warna putih

yang hilang dari azan. Misalkan angin juga kehilangan

perangai

di pucuk-pucuk poplar kuning

dan taman yang tak bergerak.

Pasti nenek peri, dengan suara kanker di perut,

akan berkata,"Tinggal cobaan dalam puasa

di padang gurun, di mana kau tak bisa."

Mengapa kita di Sarajevo?

Mengapa gerangan kita pertahankan kota ini?

Seperti dalam sebuah kisah film,

Sarajevo tak bisa takluk.

Kita tak bisa takluk

Tapi keluar dari gedung rapat umum,

orang-orang sipilakan mengenakan baju mereka yang terbaik,

mencium pipi para isteri, ramah tapi gugup,

meskipun mereka, di dalam saku,

menyembunyikan teks yang gaib itu:

"Bukan roti, melainkan firman."

Batu-batu di trotoar ini

memang tak akan bisa jadi roti

cahaya salju di kejauhan itu

juga tak akan jadi firman.

Tapi misalkan kita di Sarajevo

Di dekat museum itu kita juga akan takzim

membersihkan diri: "Biarkan aku mati

dalam warna kirmizi."

Lalu aku pergikau pergi, berangkat, tak memucat

seperti awal pagidi warna kirmizi.

 

 

3 dari 5 halaman

Rendra

Penyair lain yang juga produktif selama berkarier dalam dunia sastra Indonesia adalah WS Rendra atau Rendra. Lahir di Solo, 7 November 1939 dan meninggal dunia pada 6 Agustus 2009.

Berikut salah satu karya Rendra yang terkenal, "Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang," yang termuat dalam kumpulan puisi Sajak-sajak Sepatu Tua.

Tuhanku

wajah-Mu

membayang di kota terbakar

dan firman-Mu terguris di atas ribuan

kuburan dangkal.

Anak menangis kehilangan bapa.

Tanah sepi kehilangan lelakinya.

Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini

tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia.

Apabila malam turun nanti

sempurnalah sudah warna dosa

dan mesiu kembali bicara.

Waktu itu, Tuhanku,

perkenankan aku membunuh

perkenankan aku memasukkan sangkurku.

Malam dan wajahkuadalah satu warna.

Dosa dan nafasku

adalah satu udara.

Tak ada lagi pilihan

kecuali menyadari

biarpun bersama penyesalan.

Apa yang bisa diucapkan

oleh bibirku yang terjajah?

Sementara kulihat kedua tangan-Mu yang capai

mendekap bumi yang mengkhianati-Mu.Tuhanku.

Erat-erat kugenggam senapanku.

Perkenankan aku membunuh

Perkenankan aku menusukkan sangkurku.

4 dari 5 halaman

Taufiq Ismail

Ia dikenal sebagai penyair Angkatan 66. Puisi-puisinya sarat dengan kritik sosial. Ia lahir di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935. Banyak karya yang terkenal, salah satunya "Karangan Bunga".

Karangan Bunga

Tiga anak kecil

Dalam langkah malu-malu

Datang ke Salemba

Sore itu.

Ini dari kami bertiga

Pita hitam pada karangan bunga

Sebab kami ikut berduka

Bagi kakak yang di tembak mati

siang tadi’

5 dari 5 halaman

Pidi Baiq

Untuk kalangan milenial yang cukup terkenal adalah Pidi Baiq. Ia lahir di Bandung, 8 Agustus 1972. Meski lebih dikenal sebagai novelis, Pidi Baiq juga memiliki kemampuan dalam mencipta puisi, 'Tera Errau', salah satunya.

Tera Errau

Selalu ada satu orang khusus yang akan mendengarmu, dengan siapa kamu dapat bicara tentang hampir segalanya.

Dia menjadi orang yang memahami dirimu ketika engkau butuh.

Mendengar perasaanmu bahkan tanpa perlu kau ungkapkan melalui kata-kata.

Ketika dia membuat dirimu tenang, kau mengerti untuk apa bersamanya.

Bahwa bersama orang yang kau cintai, tak akan pernah peduli oleh apapun yang kau takutkan.

Kemudian dengannya engkau tersenyum, engkau ketawa, dan hal lainnya lagi yang lebih menyenangkan dari itu.

Selalu ada satu orang khusus yang akan bersamamu, menjadi sumber kebahagiaan dari semua yang engkau miliki.

Orang khusus itu adalah dirinya yang akan merisaukan dirimu di hari yang buruk, oleh hujan dan penuh petir.

Ketika jauh, kau rindu, oleh pikiran bahwa engkau yakin sesuatu yang indah akan terjadi ketika bersamanya.

Dia datang, bukan melulu bicara soal cinta tetapi untuk menghadirkan dirinya yang pandai membuat dirimu merasa istimewa.

Kamu hanya melihat dirinya memiliki tanggung jawab sebagai seorang Kekasih.Dan kau tahu yang melibatkan dirimu, dialah ahlinya.

Selalu ada satu orang khusus yang akan bersamamu, bahkan jika cemburu, kau senyum, karena bukan api yang menghanguskan.

Asmara itu menggelora, dan kamu ingin bersamanya karena kamu tahu dengan siapa kamu tenang.

Pikiran atas kasih sayang yang dia berikan kepadamu, menjadi dasar di atas semua sikap dan perilakunya kepadamu.

Kau senyum untuk apa yang dikatakannya: Jika aku sudah sayang, tak akan pernah berakhir, bahkan ketika kau ingin berhenti.

Katanya: Aku mencintaimu, sebagai benar-benar mencintaimu, sesibuk apa pun diriku, akan selalu berusaha meluangkan waktu untukmu.

Bahkan jika dia harus mengatakan “Aku mencintai dirimu”, kamu merasa tidak perlu lagi untuk memeriksa kesungguhannya

Adakalanya kamu marah tetapi dia berkata: “Aku mencintaimu, biarlah, ini urusanku. Bagaimana kamu kepadaku, terserah, itu urusanmu.

”Maka itulah yang akan kau rasakan bersama dengannya jika benar dia ada. Mengatakannya dalam gelombang kekuasaan logika dan perasaan.

Pelajaran hikmat dan kasih sayang, datang darinya, dan engkau tidak usah mencarinya karena dia selalu ada waktu untuk bersama dengan dirimu.

Kamu hanya memiliki keyakinanmu sendiri bahwa kamu mencintainya dan itu serius.

Dia tersenyum, dan katanya: Berterimakasihlah kepadamu yang sudah bisa membuat aku bahagia menyayangimu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.