Sukses

Cerita Akhir Pekan: Membaca Kartini Lewat Buku Habis Gelap Terbitlah Terang

Lewat surat-suratnya Kartini menyatakan pendapatnya tentang berbagai hal mulai dari kondisi perempuan, pendidikan, budaya, dan lain-lain.

Liputan6.com, Jakarta Tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini. Ia dikenal sebagai tokoh emansipasi di Indonesia. Meski banyak orang yang memperingati Hari Kartini, tapi tak sedikit orang yang mengetahui pemikiran-pemikirannya.

Untuk mengingatkan kembali tentang pemikiran Kartini, Liputan6.com menuliskan pemikiran-pemikiran tersebut berdasarkan buku Habis Gelap Terbutlah Terang karya RA Kartini yang diterjemahkan oleh Armijn Pane cetakan ke-23 (2006) terbitan Balai Pustaka.

Sebelum menuliskan tentang pemikiran Kartini, buku setebal viii+ 218 halaman ini diawali dengan pengantar kemudian pengenalan tentang sosok RA Kartini. Kartini lahid di Mayong, Jepara, 21 April 1879 kemudian sekolah Belanda di Jepara tempat kedudukan bapaknya menjadi bupati, RM Adipati Ario Sosroningrat.

Kartini sosok yang rajin belajar dan tahu banyak pengetahuan yang bisa dipelajarinya, termasuk dari teman-temannya gadis Eropa yang belajar di HBS. Keinginan untuk belajar kemudian disampaikan kepada orangtuanya, tapi tak disetujui.

Buku Habis Gelap Terbitlah Terang merupakan kumpulan surat yang ditulis oleh Kartini kepada kenalan-kenalannya, seperti dikirimkan kepada Abendanon, Estelle H. Zeehandelaar,  Ovink-Soer, dan lain-lain.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Habis Gelap Terbitlah Terang

Dalam salah satu surat yang dikirimkan kepada Ovink-Soer pada awal 1900, Kartini mengungkapkan jika dirinya ingin belajar ke Eropa, termasuk kakak dan adikknya. Kartini ingin menjadi guru, supaya dapat mengajarkan kepada gadis-gadis yang bakal jadi ibu itu lain dari pada pengetahuan, juga arti kasih dan adil, seperti yang sudah ia ketahui dari orang Eropa.

"Bila dengan sebenarnya hendak memajukan peradaban, maka haruslah kecerdasan pikiran dan kecerdasan budi sama-sama dimajukan," tulis Kartini.

Bagi Kartini,  perempuan dan ibu merupakan orang yang banyak membantu untuk mempertinggi derajat budi manusia. Dari perempuan atau ibu itulah manusia mendapatkan pendidikannya yang pertama. Dari ibu mereka kemudian belajar merasa, berpikir, dan berkata. Pendidikan pertama itulah, kata Kartini, sangat berpengaruh bagi kehidupan seseorang.

Dalam  bagian lain, Kartini menegaskan pendidikan sebagai kewajiban yang mulia dan suci. Seorang pendidik belum selesai jika hanya baru mencerdaskan pikiran saja, tapi juga harus mendidik budi pekerti. Dalam surat yang ditulis kepada Abendanon, Kartini sangat bergembira mendengar jika ada pengajaran bagi gadis Bumiputera (hlm.84).

"Dan pengajaran untuk gadis-gadis itu bukan kepada perempuan itu saja akan mendatangkan rahmat, melainkan kepada masyarakat Bumiputera seluruhnya," tulis Kartini.

3 dari 3 halaman

Pembuka Jalan

Armijn Pane sebagai penerjemah surat-surat Kartini ini menilai jika Kartini pada mulanya berontak, terhadap agama, adat istiadat, dan selalu berpandangan ke Barat. Namun, lambat-laun Kartini menjadi sabar dan tawakal.

Perasaan sabar dan tawakal itu timbul karena banyaknya halangan yang dilihat dan dirasakannya. Cukuplah buat Kartini jika dirinya hanya sebagai pembuka jalan, orang lainlah yang nanti yang meneruskan. Hal itu terlihat dari surat yang ditulis kepada Zeehandelaar.

"Akan datang juga kiranya keadaan baru dalam dunia Bumiputera: kalau bukan oleh karena kami, tentu oleh karena orang lain," tulisnya.

Surat-surat Kartini pertama diumumkan oleh Abendanon pada 1911. Buku itu kemudian disambut dengan gembira, sehingga mengalami cetak berkali-kali.

Dari uang perjulalan buku itu kemudian diadakan perkumpulan "Kartinifonds" di Den Haag, Belanda yang bermaksud  mendirikan dan membantu anak perempuan. Pada akhir 1913 didirikan sekolah Kartini yang pertama di Semarang.

Sebagai pemikir, penggagas, dan pendidik, Kartini memiliki wawasan yang luas dan mendalam, melintasi batas agama, gender, budaya, bahkan zaman. Semua itu terlihat jelas dalam buku ini.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.