Sukses

Sensasi Keliling Yogyakarta Naik VW Klasik

Berwisata keliling Yogyakarta makin seru dengan naik mobil VW klasik. Dari Kaliurang hingga Malioboro, begini kisahnya.

Liputan6.com, Yogyakarta - Menikmati Yogyakarta dengan andong pasti sudah banyak orang yang melakukannya. Biasanya, moda transportasi ini banyak tersedia sekitar Malioboro dan Parangtritis. Namun, sesekali Anda juga bisa menikmati kota budaya ini dengan menaiki mobil VW klasik.

Keliling Yogyakarta dengan mobil VW klasik seperti VW Safari dan VW Combi membawa atmosfer berbeda dalam menikmati kota yang kental dengan budayanya ini. Salah satu yang bisa dilakukan VW Safari.

Berada di mobil yang bisa memuat tiga penumpang dan satu orang di belakang kemudi ini memungkinkan Anda merasakan bersihnya udara di desa-desa yang disusuri di provinsi dengan luas wilayah sekitar 3.100 kilometer persegi ini.

Seperti pada Sabtu, awal April 2019, Liputan6.com berkesempatan berkeliling Yogyakarta menggunakan VW Safari dan Combi bersama The Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center. Perjalanan dimulai dari hotel yang terletak di Jalan Tentara Pelajar pada pukul 08.00 WIB menuju Kaliurang.

Udara sejuk dan matahari yang belum terlalu tinggi membuat para peserta yang menaiki VW Safari memilih untuk menggulung atap mobil. Tak ada sekat penghalang membuat penumpang jadi leluasa menikmati desa-desa yang dilalui.

Tak hanya rumah penduduk, sawah, kebun cabai, kebun salak masih kami temui di sepanjang perjalanan ke arah utara. Walau sayang, kabut sudah menyelimuti Gunung Merapi dan Merbabu sehingga kegagahannya samar terlihat.

Hampir separuh perjalanan, matahari mulai membumbung tinggi. Atap VW Safari yang kami pun kembali dimanfaatkan untuk menghalau panas yang menyengat.

 

 

 

Kurang dari satu jam dari titik pemberangkatan awa kami sudah sampai di destinasi pertama, yakni Air Terjun Tlogo Muncar. Destinasi yang satu ini masuk dalam Taman Nasional Gunung Merapi yang berada di Kaliurang, Sleman.

Sesampainya di pintu masuk Air Terjun Tlogo Muncar, biasanya 'disambut' oleh banyak monyet. Salah satu ibu penjual jadah tempe di sana berpesan agar menyimpan makanan di dalam tas saja agar tak menarik perhatian monyet.

Untuk mencapai destinasi ini tak begitu jauh dari pintu masuk. Treknya pun sudah baik dengan pohon rimbun di kiri kanan bakal menemani pengunjung untuk sampai destinasi. Sekitar 10 menit pun sudah sampai di ke air terjun yang dulunya menjadi tempat pemandian para bangsawan di era kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono ke VII.

Air yang dingin, suara gemericik air yang jatuh, ditambah udara sejuk semacam pelepas penat dari riuhnya kehidupan kota. Selesai menikmati suasana segar, perjalanan ke destinasi wisata lainnya pun dilanjutkan. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Menuju Desa Wisata Kembang Arum

Destinasi selanjutnya menuju Desa Wisata Kembang Arum yang berada di Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman. Untuk mencapai titik ini sekitar 25 menit mengendarai mobil berkecepatan normal dari Kaliurang.

Selama perjalanan, pemandangan di kiri dan kanan banyak kebun salak. Tak ketinggalan, penjual salak pun mudah sekali ditemukan di pinggir jalan. 'Salak pondoh' dan 'salak madu' begitu tulisan di banyak warung salak.

Desa wisata ini menawarkan konsep alam. Para pengunjung bisa bermain outbond dengan memanfaatkan sungai yang mengalir di desa ini. Bisa juga menangkap ikan, beternak kambing, dan belajar melukis. Selain itu, desa wisata ini juga menawarkan homestay untuk bisa merasakan hidup ala warga setempat seperti disampaikan salah satu pengelola Desa Wisata Kembang Arum, Drajat Jati Kusumo.

"Kalau misalnya liburan berdua atau lebih. Enaknya, kalau menginap di sini bisa outbound seperti jembatan goyang, memet ikan alias menangkap ikan di sawah. Atau bisa juga bermain permainan seperti salak ngglundung," kata Drajat saat berbincang dengan Liputan6.com.

Desa wisata ini memang berfokus pada pemberdayaan masyarakat. Aneka kegiatan yang ada di sini dikelola warga, mulai dari pemandu outbond, penyanyi, hingga petugas parkir.

"Termasuk tadi makan siang kan ya, ada sayur lodeh kan, tempe, ikan, mangut lele, itu yang masak ibu-ibu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) desa," tutur Drajat sambil tersenyum.

 

3 dari 3 halaman

Belanja di Malioboro

Usai menikmati makan siang dengan menu rumahan, perjalanan keliling Yogyakarta dilanjutkan ke arah pusat kota, yakni Malioboro. Perubahan suhu udara dari daerah Turi dengan Malioboro bisa dirasakan saat mengendarai mobil VW Safari ini. Suhu udara makin meningkat mengingat jam menunjukkan pukul 13.00 WIB.

Sepanjang perjalanan yang menempuh waktu sekitar 40-an menit, banyak orang melihat arah melihat ke arah mobil yang kami naiki. Ada yang salah?

"Kalau naik VW seperti banyak orang yang melihat ke arah mobil memang, selain karena unik, suara mesinnya juga menyita perhatian pengendara lain," kata Afan, sang pemilik VW Safari yang juga tergabung dalam Komunitas VW Jogja ini.

Malioboro sudah cukup ramai saat sampai di sana. Namun, masih terbilang cukup nyaman. Apalagi kini sepanjang Jalan Malioboro hingga Titik Nol tersedia trotoar lebih lebar.

Belanja batik, daster, dan kerajinan tangan tersedia banyak di sepanjang Malioboro. Semua itu ada di pedagang kaki lima maupun toko yang ada di sana.

Jika punya waktu lebih lama, jalan-jalan menggunakan VW bisa dilakukan. Seperti ke Parangtritis, Gunung Kidul, Prambanan, atau ke arah Kulon Progo. Bagaimana, tertarik mencoba jalan-jalan menggunakan VW klasik di Yogya?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.