Sukses

Menyaksikan Kebinekaan yang Nyata di Desa Kepul, Balangan

Mesti terdiri dari beragam kelompok kepercayaan dan agama, desa ini tetap rukun dalam perbedaan.

 
Liputan6.com, Jakarta Jika Anda ingin menyaksikan bagaimana kebinekaan Indonesia benar-benar nyata, berkunjunglah ke Desa Kepul, yang ada di Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan. Hal tersebut bukan tanpa sebab, mesti terdiri dari beragam kelompok agama yang berbeda, desa ini tetap rukun dalam perbedaan. Desa Kapul sendiri dihuni orang Buddha, Kristen, dan Katolik, sedangkan desa tetangganya, yaitu Desa Halong dihuni penganut Islam, dan Desa Liyu dihuni oleh penganut Hindu.
 
Damayanto, seorang Pendeta dari GKE Protestas Halong kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu mengatakan, meski berbeda masyarakat minoritas di desanya tak pernah dikucilkan. Mereka malah mendapat dukungan dari pemeluk agama mayoritas.
 
"Di desa kami mayoritas agama Islam kemudian Buddha, tapi toleransi antar beragama sampai sejauh ini kami rasakan tidak pernah ada permasalahan dan bahkan sangat baik," ungkap Damayanto.
 
Kebinekaan yang terawat di Desa Kepul bukan tercipta baru-baru ini, melainkan sudah terjadi sejak puluhan tahun silam menjadi tradisi yang terus dijaga turun temurun. Pusat pelestarian seni budaya Dayak Pegunungan Meratus secara tidak langsung juga turut mendukung toleransi yang sangat kental di desa ini. Bahkan desa ini juga membangun Sanggar Seni Wadian Tambai Balangan (SSWTB) sebagai wadah pemersatu anak-anak dalam kesenian.
Di sanggar tersebut, anak-anak diajarkan tari-tarian dan permainan musik tradisional. Sejak dibentuk pada 5 April 2005 silam, SSWTB sudah memiliki puluhan karya tari-tarian yang sudah dibuat, dari tradisi hingga kreasi, baik untuk pementasan biasa sampai untuk mengikuti berbagai festival.
 
Sekretaris SSWTB, Yansyah Woto mengatakan, melalui sanggar inilah secara tidak langsung terjalin silaturahmi dan keakraban antar anak-anak yang berasal dari berbagai agama, hingga saling menghormati satu dengan yang lainnya.
 
"Setiap harinya saat anak-anak berkumpul untuk latihan, semuanya berlangsung normal, tidak tampak ada perbedaan agama di antara mereka apalagi tang berbau rasis, semuanya saling menghormati," ungkap Yansyah. 
 
Juliansyah, salah seorang Muslim yang merupakan anggota SSWTB mengungkapkan, semenjak tergabung dalam SSWTB, banyak pelajaran yang ia dapatkan. Terutama tentang bagaimana menghargai pemeluk agama lain.
 
"Selain melestarikan seni budaya tradisi, di sini juga saya belajar tentang toleransi," ungkap Juliansyah.
 
Sikap saling toleransi tanpa mempermasalahkan perbedaan agama ini pun berbuah manis. Prestasi demi prestasi ditorehkan SSWTB, baik di tingkatan lokal maupun nasional.
 
 
 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sanggar Pemersatu Bangsa

Tak hanya seni budaya, di Desa Kapul juga diajarkan banyak potensi kerajinan khas Dayak, misalnya kerajinan anyaman bermotif Sanggar Pemersatu Bangsa

Tak hanya seni budaya, di Desa Kapul juga diajarkan banyak potensi kerajinan khas Dayak, misalnya kerajinan anyaman bermotif Dayak dan membuat parang.

Dari keunikan itulah, akhirnya menjadi salah satu alasan pemerintah kabupaten setempat menobatkan Desa Kapul di Kecamatan Halong sebagai Desa Wisata Wadian Tambai.

Penetapan desa ini sebagai desa wisata, secara tak langsung membuat masyarakat setempat terus berinovasi, untuk sekadar membuktikan bahwa gelar tersebut memang pantas mereka sandang.

Setiap tahunnya sejak ditetapkan sebagai desa wisata pada tahun 2015, Dewan Adat Dayak (DAD) Balangan secara konsisten menggelar acara bertajuk Pesona Dayak Meratus yang menyajikan ragam tradisi, budaya, kesenian dan kerajinan khas suku Dayak Meratus di Halong.

 

Ada juga atraksi keahlian masyarakat dayak Meratus seperti menggunakan sumpit untuk berburu, hingga berbagai kuliner.

Ketua DAD Balangan, Mandan mengatakan, dalam setiap penyelenggaraan Pesona Dayak Meratus ini, semua pihak baik itu yang beragama Islam, Budha, Hindu hingga Kristen bergotong-royong untuk menyukseskan acara.

"Memang semua pemeluk agama di sini memiliki nilai budaya dan tradisi yang sama sudah sejak dahulu. Kemudian keinginan kuat dari semua generasi untuk menjaga kelestarian budaya inilah, yang membuat kerukunan antar umat beragama terjaga dengan sangat baik," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Desa Wisata Wadian Tambai Hardiansyah menilai, keberadaan Desa Kapul sebagai desa wisata budaya hingga saat ini terus berkembang dengan terbentuknya kelompok sadar wisata.

 

"Dari segi ekonomi pun masyarakatnya sudah cukup meningkat, berkat wisatawan yang berdatangan. Ini semua berkat kerukunan dan gotong royong masyarakatnya yang terdiri dari berbagai agama," ujarnya.

Baru-baru ini, bukan hanya keunikan budaya dan kesenian serta tradisi masyarakat suku dayak Meratus yang ada di sana, namun juga ada destinasi wisata alam yang baru tereksplorasi, berupa pemandangan gugusan pegunungan Meratus dari atas Bukit Balawanai.

Adanya wisata alam yang dapat dijangkau dalam waktu 15 menit dari pusat Desa Kapul menggunakan sepeda motor tersebut, semakin melengkapi julukan desa wisata yang disandang oleh Desa Wisata Wadian Tambai.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini