Sukses

Rhenald Kasali: Tepat! Transformasi Indonesia ke Pariwisata

Indonesia dalam hal ini Kementerian Pariwisata punya cara cerdas dengan melompat jauhkan sektor Pariwisata.

Liputan6.com, Jakarta Pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI), yang juga praktisi bisnis ternama di Indonesia, Rhenald Kasali rupanya menjadi salah satu saksi hidup akan statement Presiden Joko Widodo di 100 CEO Forum di JCC Senayan, Jakarta, 24 November 2016 lalu. Kata Rhenald saat itu orang nomer satu di Indonesia itu akan menaikan alokasi anggaran Pariwisata 4 hingga 5 kali lipat, untuk mewujudkan target Pariwisata yang dipimpin Menteri Pariwisata Arief Yahya. Tidak tanggung-tanggung, 20 juta wisatawan mancanegara di tahun 2019 mendatang.

”Ini kabar bagus, ibarat ayam dan telur keduanya saling membutuhkan. Pariwisata memang benar sangat butuh biaya yang sangat besar. Keputusan Pak Presiden Jokowi dan Menpar Arief Yahya sudah sangat tepat di tengah transformasi ekonomi yang terjadi di dunia saat ini,” ujar pria yang lahir di Jakarta, 13 Agustus 1960 itu.

Kondisi perekonomian saat ini semua dalam keadaan stag, manufacturing dunia juga stag, industri dunia juga tidak bagus dan selalu berpindah-pindah, hal ini juga terjadi di Amerika. Namun, Indonesia dalam hal ini Kementerian Pariwisata punya cara cerdas dengan melompat jauhkan sektor Pariwisata.

”Lompatan Kemenpar yakni dengan jasa Pariwisata. Transformasi ini sangat efektif, lompatan ini sudah keputusan yang tepat membangkitkan perekonomian masyarakat dengan jasa Pariwisata,” ujarnya.

Yang patut disyukurinya lagi, imbuh Rhenald, Indonesia punya produk yang bagus di bidang Pariwisata. Jadi, transformasi ekonomi jasa Pariwisata ini dipastikan bisa jalan, apalagi Presiden Jokowi punya komitmen terhadap Pariwisata tanah air.

”Indonesia tepat, punya wisata ketenangan, alam, budaya, bahkan hiburan kita punya semua. Hanya saja, anggaran yang nanti ditambah itu juga harus dialokasikan untuk memperbaiki produk Pariwisata kita. Produk kita juga harus dikemas dengan baik,” kata pria yang juga Ketua Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Rhenald yang juga penulis berbagai buku ekonomi itu menyarankan, anggaran yang lebih yang nantinya digolkan oleh Jokowi sebaiknya disiapkan untuk tiga hal. Yang pertama, yakni pengembangan produk pariwisata. ”Pengembangan produk ini juga harus menjadi konsentrasi daerah, pemerintah daerah harus seirama dengan pemerintah pusat dalam mengembangkan pariwisata terutama pengembangan kualitas destinasi atau produk,” ujarnya.

Rhenald mengambil contoh Danau Toba. Saat ini produknya menurut Rhenald hanyalah baru berupa Danau yang indah yang diberikan Tuhan untuk Indonesia. ”Heritagenya harus digenjot, paket-paket wisatanya harus diperbaharui, aksesnya, amenitasnya, transportasinya, guide-nya, homestaynya. Jadi pengembangan produk harus juga jadi prioritas,” ujar Rhenald.

Yang kedua alokasi anggaran dari pemerintah harus disiapkan juga untuk promosi. Rhenald menilai bahwa Presiden Jokowi harus bersyukur karena memiliki Menteri sekelas Arief Yahya. Karena promosi di dunia sudah sangat terasa dan memang Arief Yahya jagonya. Kata dia, pria asal Banyuwangi itu sosok yang tepat karena sangat mengerti dengan, pertarungan digital, pertarungan ekonomi.

”Urusan ini saya tahu betul kalau Presiden Jokowi sangat happy, saya sudah lihat Taxi di London, Kereta, iklan digital di New York dan sebagainya. Semuanya dibranding Wonderful Indonesia. Pak Arief Yahya tahu betul urusan promosi itu. Dan saya sangat optimis jika pak Arief Yahya yang mengerjakan ini, semua akan tercapai, karena memang beliau pakarnya untuk urusan pertarungan-pertarungan itu,” katanya.

Dan yang ketiga, masih kata Rhenald, alokasi anggaran yang berikutnya adalah untuk penguatan kelembagaan dalam hal ini Kemenpar dan semua elemen yang terkait. ”Kemenparnya harus semakin kuat, jangan lupa teknologi digitalnya disiapkan, penguatan SDM-nya, dan semua yang terkait dalam mengemas pariwisata dari produk hingga promosi. Karena hal itu yang belum kita punya, strory yang mengemas produk menjadi Pariwisata yang sangat menarik,” katanya.

Rhenald mengambil contoh, Pulau komodo di Labuan Bajo sebenarnya lebih menarik dibandingkan dengan Beruang di Alaska. Namun kemasan Beruang di Alaska lebih bagus karena destinasi itu bisa didukung SDM yang mengemas destinasi jadi menarik ditambah dengan story. ”Padahal ketemu Beruangnya saja tidak. Sedangkan kita, sudah pasti ketemu Komodo. Kita produk bagus, namun belum dikemas baik,” katanya.

Seperti diketahui, penambahan alokasi anggaran juga merupakan bagian dari perjuangan Menpar Arief Yahya untuk tanah air. Terkait core business Pemerintah Indonesia, Mantan Dirut PT Telkom yang kini mengelola Kemenpar dengan model private sector, dan ala swasta ini sudah melayangkan usulan tersebut.

Itu karena, pariwisata adalah penyumbang PDB, Devisa dan Lapangan Kerja yang paling mudah, murah dan cepat. Karena itu menuntaskan semua bottlenecking di Kemenpar itu sangat bermakna ekonomis buat masyarakat. Pertama soal PDB, pariwisata menyumbangkan 10% PDB nasional, dengan nominal tertinggi di ASEAN. Kedua, PDB pariwisata nasional tumbuh 4,8% dengan trend naik sampai 6,9%, jauh lebih tinggi daripada industri agrikultur, manufaktur otomotif dan pertambangan. Ketiga, devisa pariwisata USD 1 Juta, menghasilkan PDB USD 1,7 Juta atau 170%. Itu terbilang tertinggi dibanding industri lainnya. Jadi, kalau selama ini masyarakat mengkategorikan industri itu menjadi migas dan non migas, maka kelak industri itu akan menjadi pariwisata dan non pariwisata.

Bagaimana dengan devisa? saat ini Pariwisata masih menempati posisi ke-4 penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3% dibandingkan industri lainnya. Tapi, pertumbuhan penerimaan devisa pariwisata itu tertinggi, yaitu 13%. Sedangkan industri minyak gas bumi, batubara, dan minyak kelapa sawit yang pertumbuhannya negatif.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.