Sukses

Pameran Lukisan Kekerasan Perempuan di Jogja National Museum

Pada 13-14 Desember 2014 di Jogja National Museum diselenggarakan pameran lukisan bertema kekerasan terhadap perempuan.

Liputan6.com, Yogyakarta Sebanyak 25 lukisan tentang perempuan dan ketertindasan perempuan saat ini dipajang di Jogja National Museum selama 2 hari, yakni pada 13-14 Desember 2014. Kesemua lukisan itu dipajang dalam rangka peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang digelar oleh Lingkar Advokasi untuk Perempuan Jateng DIY, Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga DIY dan FAMM Indonesia.

Lukisan-lukisan tersebut berasal dari Komunitas Tulang Rusuk yang beranggotakan seniman perempuan Seni Murni ISI Yogyakarta. Berbagai foto sebagai wujud ekpresi pelukis-pelukis muda ini dipajang di ruangan Jogja National Museum. Salah seorang pelukis bernama Lisani Nuron menggambar wajah perempuan yang tertutupi oleh kaca.

Karya yang dibuat selama 2 minggu itu diberinya judul `Terbatasi`. Menurut Nuron banyaknya aturan yang mengekang perempuan cenderung membatasi kreatifitas. "Perempuan itu banyak aturannya. Segala sesuatunya diatur. Ada jam malam misalnya. Aturan itu perlu tapi perempuan jangan lantas dikekang," ujar Nuron Sabtu (13/12/2014).

Hal yang sama juga diungkapkan  pelukis lainnya Dhia Sasia Alupi dengan karya lukisan berjudul `I am Fortune Teller`. Menurut Dhia, lukisan wanita peramal ini bermakna agar perempuan itu dapat meramalkan masa depannya sendiri. "Ya ini ceritanya tentang wanita yang meramal dirinya sendiri. Ini agar perempuan dapat mennetukan langkah dan masa depannya sendiri," ujarnya.

Anastasia Kiki dari Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) mengatakan peringatan 16 hari anti kekerasan perempuan di Yogyakarta dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti talkshow, pameran produk, layanan kesehatan, pameran lukisan, dan pentas seni. Melalui kegiatan ini, tema “ Berani Bicara Itu Istimewa” diangkat untuk mengajak perempuan di Indonesia pada umumnya dan DIY pada khususnya untuk berani mengungkap kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

Kiki menjelaskan kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja baik di rumah, sekolah, kampus, tempat kerja, dan di tempat publik. Menurut Kiki, kondisi ini semakin mempertegas bahwa tidak ada ruang aman bagi perempuan. "Banyak kasus kekerasan perempuan yang tidak terungkap karena perempuan tidak berani berbicara. Kita ajak masyarakat untuk mau mengungkap kekerasan. Sekarang kita dukung korban untuk mengungkap yang terjadi pada dirinya," ujar Kiki.

Kiki mengatakan bahwa selama 2 hari ini akan ada 17 diskusi tentang kekerasan perempuan.  Diskusi ini nantinya akan menggagas Peradilan Ramah Penyintas bersama narasumber dari Polda DIY dan Kejaksaan. Harapanya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dapat tertangani. Pasalnya saat ini banyak perempuan di Jogja yang menjadi korban kekerasan perempuan, khususnya kekerasan dalam pacaran yang terhitung cukup tinggi di Jogjakarta.

"Di Jogja Tinggi kekerasan di dalam pacaran. Cukup tinggi terjadi. PKBI dan FAMM akan ngomong di diskusi ini. Datanya tidak ada di Jogja. Sementara ini yang dipakai adalah data nasional Komnas Anak dimana tercatat 2.995 kasus kekerasan perempuan pada tahun 2013," ujarnya. Kiki berharap kegiatan ini dapat menjadi kampanye untuk menguatkan perempuan untuk mengambil pilihan istimewa, yaitu berani bicara mengungkap Kasus Kekerasan terhadap Perempuan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.