Sukses

Bukan Alien, Piring Terbang yang Satu Ini Mudah Dijumpai di Jateng

Sejarah tradisi piring terbang cukup panjang.

Liputan6.com, Solo - Selama ini piring terbang lebih sering dipahami sebagai objek terbang tidak teridentifikasi atau UFO (unidentified flying object). Namun, ternyata ada istilah piring terbang di Yogyakarta dan Jawa Tengah (Jateng) yang jauh dari makna itu.

Piring terbang di Yogyakarta dan Jateng itu kerap disebut saat pernikahan.  Piring terbang yang dimaksud sebenarnya adalah tradisi memberikan jamuan terhadap para tamu yang hadir. Dikutip dari berbagai sumber, penyebutan ‘piring terbang’ sebenarnya hanya versi lain dari cara menjamu tamu di acara pernikahan Jawa.

Jika di daerah lain, prasmanan lebih populer karena menyediakan variasi makanan lebih banyak dan tamu juga bisa mengonsumsi makanan, jajanan, atau minuman yang bervariasi.

Berbeda halnya dengan tradisi piring terbang. Tamu hanya duduk manis dan  menunggu sepiring makanan dihidangkan di depannya. Memang porsi makanannya sudah ditakar, akan tetapi hal ini membuat tamu diperlakukan seperti raja karena mereka hanya tinggal duduk dan dilayani.

Sejarah tradisi piring terbang cukup panjang. Pada masa kerajaan Mataram, tradisi ini dikenal sebagai upaya untuk menghormati tamu supaya tidak berdiri.

Menariknya, tradisi ini muncul dari kawasan pinggiran, bukannya di tengah pusat penduduk atau pusat pemerintahan Mataram. Meskipun terkesan hanya memberikan sajian ke tamu, tradisi ini sebenarnya cukup rumit karena mengedepankan timing alias pengaturan waktu yang tepat.

Dalam piring terbang, tidak semua hidangan, camilan, atau minuman langsung dihidangkan di waktu yang sama. Penyajiannya bertahap agar tamu juga bisa menikmati semuanya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Panduan

Padahal, penentuan waktu kepada para tamu yang bisa saja datang dalam jumlah ratusan dan belum tentu datang di waktu yang bebarengan tentu cukup sulit.

Untungnya, menyajikan dengan cara tradisi ini sudah memiliki panduan paten. Singkatannya USDEK, U untuk ‘unjukan’ alias minuman dan biasanya juga diberi tambahan camilan.

Tamu yang datang pasti bakal diberi minuman terlebih dahulu. Setelahnya, S alias ‘sup’ pun disajikan. Supnya biasanya berupa kuah kaldu ayam yang diberi wortel, buncis, atau bahkan jamur kuping.

Setelah itu, D adalah ‘dhaharan’ alias makanan utama disajikan. Barulah kemudian E yang artinya adalah ‘es krim’ disajikan sebagai makanan penutup. Nah, untuk K itu berarti ‘kondur’ yang berarti tamu mulai beranjak pulang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.