Sukses

Nyaris Punah, Apa Hukum Berburu dan Mengonsumsi Trenggiling?

Meski ada yang menghalalkan, namun patut pula dipertimbangkan bahwa trenggilini dilindungi undang-undang karena terancam punah. Perlindungan tersebut berarti adalah larangan untuk memburunya untuk mengonsumsi maupun memanfaatkan bagian tubuhnya

Liputan6.com, Banyumas - Trenggiling adalah salah satu hewan endemik di Indonesia. Di Indonesia, trenggiling adalah satwa yang dilindungi menurut Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990.

Namun, saat ini statusnya semakin terancam lantaran maraknya perburuan. Trenggiling dikonsumsi dagingnya, maupun dimanfaatkan berbagai bagian tubuhnya untuk dijual sebagai obat alternatif.

Penegak hukum sudah berkali-kali menangkap para penyelundup trenggiling hidup maupun sudah menjadi barang olahan. Akan tetapi, ancaman terhadap hewan dilindungi ini tetap tinggi.

Mengutip alkhoirot.net, mengikuti madzhab Maliki, daging trenggiling hukumnya halal sebagaimana hewan-hewan lain yang sejenis hasyarat dengan syarat ia harus disembelih lebih dahulu dengan niat dan membaca basmilah.

Adapun pendapat madzhab Syafi'i, hewan-hewan yang tidak umum dimakan manusia namun memiliki kemiripan bentuk dengan kadal gurun (biawak gurun) dianggap halal apabila tidak jijik dan tidak membahayakan bagi yang memakannya.

Sedangkan madzhab Hanafi mengharamkan seluruh hewan jenis hasyarat baik yang darahnya mengalir atau tidak.

Meski ada yang menghalalkan, namun patut pula dipertimbangkan bahwa hewan tersebut dilindungi. Perlindungan tersebut berarti adalah larangan untuk memburunya untuk mengonsumsi maupun memanfaatkan bagian tubuhnya dalam bentuk apapun.

Mengutip NU Online, hal yang harus dipahami terlebih dahulu adalah bahwa memburu dan memakannya merupakan dua hal yang berbeda. Jika kedua hal ini berbeda maka memiliki konsekuensi hukum yang berbeda pula.

Hewan termasuk makhluk hidup yang juga memiliki hak hidup dan harus dilindungi. Bahkan Apalagi hewan yang hampir mengalami kepunahan. Dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang terkait dengan soal hewan Allah SWT mengajak kepada manusia untuk merenungkan keindahan dan keagungan ciptaan-Nya.

Dan pada saat bersamaam Allah swt juga mengajak mereka untuk mengkaji dan mengambil pelajaran dari berbagai macam perilaku binatang, seperti firman-Nya berikut ini:

أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ

“Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan” (Q.S. Al-Ghasyiyah [88]: 17)

Pada prinsipnya melindungi hewan yang hampir punah itu untuk menjaga kestabilan dan keseimbangan ekosistem. Artinya jika kita memburunya maka kita sedang terlibat dalam perusakan terhadap keseimbangan ekosistem. Sedangkan perusakan tersebut jelas dilarang.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Larangan Berburu Hewan Dilindungi

Di dalam al-Quran Allah swt berfirman:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan kepadamu (kebahagian) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan (di muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Q.S. al-Qashashash [28]: 77).

Larangan untuk melakukan kerusakan di muka bumi sebagaimana terdapat dalam ayat ini juga mencakup larangan untuk merusak keseimbangan ekosistem. Dari sini saja dapat dipahami bahwa memburu hewan yang dilindungi adalah tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan tujuan yang disyariatkan, yaitu merusak keseimbangan ekositem. Misalnya memburu kijang yang dilindungi karena hampir mengalami kepunahan.

أَمَّا مَا فِيهِ رُوحٌ فَيَجِبُ الدَّفْعُ عَنْهُ إِذَا قُصِدَ إِتْلَافُهُ مَا لَمْ يَخْشَ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ بُضْعٌ لِحُرْمَةِ الرُّوحِ حَتَّى لَوْ رَأَى أَجْنَبِيٌّ شَخْصًا يُتْلِفُ حَيَوَانَ نَفْسِهِ إِتْلَافًا مُحَرَّمًا وَجَبَ عَلَيْهِ دَفْعُهُ

“Adapun sesuatu yang bernyawa (hewan) maka wajib melindunginya apabila hendak dipunahkan sepanjang ia tidak khawatir atas dirinya karena kemulian ruh, sehingga jika ada seseorang melihat orang lain memunahkan hewannya sendiri dengan cara yang diharamkan maka wajib baginya untuk mencegahnya” (Muhammad al-Khatib asy-Syarbini, Mugni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, juz, 4, h. 195).

Namun bagaimana dengan memakan hewan yang dihalal namun dilindungi? Apakah larangan memburu itu juga mengandung larangan untuk mengkonsumsinya? Ternyata soal mengkonsuminya merupakan pengecualian. Sehingga memunahkan hewan yang halal dan lindungi tidak diperbolehkan kecuali untuk dikonsumsi.

Hal sebagaimana yang kami pahami pernyataan dalam kitab Mughni al-Muhtaj sebagai berikut ini;

وَيَحْرُمُ إِتْلَافُ الْحَيَوَانِ - الْمُحْتَرَمِ لِلنَّهْيِ عَنْ ذَبْحِ الْحَيَوانِ إِلَّا لِأَكْلِهِ

“Dan haram memunahkan hewan yang dimuliakan karena adanya larangan untuk menyembelih hewan kecuali untuk dikonsumsi” (Muhammad al-Khatib asy-Syarbini, Mugni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, juz, 4, h. 227).

Sebaiknya kita jangan melakukan perburuan hewan yang dilindungi meskipun dengan tujuan untuk dikonsumsi. Sebab, perburuan tersebut dapat merusak keseimbangan ekosistem.

Tim Rembulan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.