Sukses

Salman Rushdie Ditikam, Ini Jejak Kontroversial Penulis Ayat-Ayat Setan

Liputan6.com, Purwokerto - Penulis Ayat-Ayat Setan atau Satanic Verses dilaporkan ditikam di sebuah acara di negara bagian New York, Jumat pagi (12/8/2022).

Mengutip berbagai sumber, akibat penyerangan ini, Salman Rushdie menderita luka serius. Juru bicaranya menyampaikan Salman menggunakan ventilator saat dirawat di rumah sakit.

Salman kemungkinan besar kehilangan satu mata, saraf putus lengan dan tikaman itu menyebabkan organ dalam hati luka dan rusak.

Salman Rushdie adalah pengarang berkebangsaan Inggris yang lahir di India pada 19 Juni 1947. Salah satu karyanya yang menuai kotroversi adalah Ayat-Ayat Setan atau Satanic Verses pada 1988.

Buku ini menuai kecamatan komunitas muslim dunia karena dianggap penistaan. Kala itu pimpinan tertinggi iran, Ayatollah Khomeni menyerukan agar Salman Rushide dibunuh.

Beberapa tokoh dunia lainnya bahkan menyediakan hadiah bagi yang bisa membunuh Salman Rushdie. Namun, selama puluhan tahun Salman selamat hingga akhirnya terluka dalam serangan di New York tersebut.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Nasib Penerbit Buku, Terbunuh hingga Cedera Berat

Keberuntungan Salman Rushdie berhasil selamat bertahun-tahun itu tidak diikuti oleh orang-orang yang terlibat dalam penerbitan buku itu, atau penerbitan alih bahasa.

Melansir Wikipedia, salah satunya adalah penerjemah bukunya ke bahasa Jepang, Hitoshi Igarashi, yang ditemukan tewas dengan luka tusuk, dengan tersangka pelakunya adalah seorang warga negara Bangladesh.

Sepuluh hari sebelumnya penerjemah bukunya ke bahasa Italia, Ettoro Capriola mengalami cedera serius setelah ditusuk berkali-kali di rumahnya di Milan pada tanggal 3 Juli 1991.

Penerbit bukunya di Norwegia, William Nygaard mengalami luka serius setelah ditembak 3 kali. Pembakaran hotel di Turki yang menargetkan penerjemah bukunya ke bahasa Turki yakni Aziz Nesin yang menewaskan 37 orang, Nesin berhasil selamat dari serangan tersebut, dan lain-lain.

3 dari 3 halaman

Profil Salman Rushdie

Rushdie adalah putra seorang pengusaha Muslim yang makmur di India. Ia telah mengenyam pendidikan di Rugby School dan University of Cambridge, tempatnya menerima gelar M.A. pada 1968. Sepanjang sebagian besar tahun 1970-an, ia bekerja di London sebagai copywriter periklanan.

Novel pertamanya yang diterbitkan, Grimus, muncul pada 1975. Novel Salman Rushdie berikutnya, Midnight's Children (1981), sebuah dongeng tentang India modern, adalah kesuksesan kritis dan populer tidak terduga yang membuatnya mendapatkan pengakuan internasional. Sebuah adaptasi film dari novel tersebut, yang mana ia menyusun skenarionya, dirilis pada 2012.

Novel lain karya Salman Rushdie, Shame (1983), berdasarkan politik kontemporer di Pakistan, juga populer. Tapi, novel keempat Rushdie, The Satanic Verses alias Ayat-Ayat Setan, mendapat sambutan berbeda.

Beberapa petualangan dalam buku ini menggambarkan seorang tokoh yang dimodelkan pada Nabi Muhammad. Juga, menggambarkan, baik Rasulullah maupun transkripsi Al-Qur'an, dengan cara yang menuai kritik dari para pemimpin komunitas Muslim di Inggris, yang mengecam novel itu sebagai penistaan terhadap Islam.

Demonstrasi publik menentang buku tersebut menyebar ke Pakistan pada Januari 1989. Hingga pada 14 Februari 1989, pemimpin spiritual revolusioner Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini, secara terbuka mengutuk buku tersebut dan mengeluarkan fatwa terhadap Rushdie: hadiah ditawarkan pada siapa saja yang akan mengeksekusinya.

Karena itu, Rushdie bersembunyi di bawah perlindungan Scotland Yard. Walau terkadang muncul secara tidak terduga, dan beberapa kali di luar Inggris, penulis itu terpaksa membatasi pergerakannya.

Terlepas dari ancaman pembunuhan, Rushdie terus menulis. Ia salah satunya memproduksi Imaginary Homelands (1991), kumpulan esai dan kritik. Ia bahkan menulis novel anak-anak, Haroun and the Sea of ​​Stories (1990).

Juga, kumpulan cerpen East, West (1994); dan novel The Moor's Last Sigh (1995). Pada 1998, setelah hampir satu dekade, pemerintah Iran mengumum bahwa mereka tidak akan lagi memaksakan fatwanya terhadap Rushdie.

Ia pun menceritakan pengalamannya dalam memoar orang ketiga Joseph Anton (2012), judulnya mengacu pada alias yang ia adopsi dalam pengasingan. Setelah kembali ke kehidupan publik, Rushdie menerbitkan novel The Ground Beneath Her Feet (1999) dan Fury (2001).

Tim Rembulan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.