Sukses

Syajaah adalah Berani Membela Kebenaran, Simak Cara Meneladaninya

Syajaah adalah akhlak mulia.

Liputan6.com, Jakarta - Memahami arti syajaah adalah berasal dari bahasa Arab yang artinya kekuatan, keberanian, kegagahan, dan kekuatan hati. Syajaah adalah sifat terpuji dan bagian dari akhlak mulia yang harus dimiliki manusia. Manusia dengan syajaah, pasti akan memiliki dampak baik bagi kehidupannya.

Dalam buku berjudul Menjadi Pemberani karena Benar untuk Kelas XI SMA/SMK oleh Cendekia Kementerian Agama RI, syajaah adalah keberanian, berani karena benar atau berani membela kebenaran. Syajaah adalah berani menantang siapa saja yang salah dan menunjukkan kebenaran.

Contoh dari syajaah dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika seseorang bisa mengungkap kebenaran dengan lantang dan mau menanggung risikonya. Mereka dengan syajaah pun pasti mampu mengendalikan dirinya dari amarah dan nafsu lainnya. Itulah pengertian syajaah secara singkat yang perlu dipahami.

Agar lebih memahaminya, berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang syajaah dan cara meneladani syajaah dalam Islam, Selasa (27/9/2022).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Syajaah adalah Berani Membela Kebenaran dan Mampu Mengendalikan Nafsu

Syajaah adalah akhlak mulia. Syajaah adalah nyata memiliki kekuatan, keberanian, tekun, kegagahan, kekuatan hati dalam keputusasaan, tenang, sabar, dan menguasai diri. Seorang muslim dengan syajaah adalah pasti memiliki kekuatan akal sehat mengendalikan nafsu.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW berkata:

"Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam buku berjudul Menjadi Pemberani karena Benar untuk Kelas XI SMA/SMK oleh Cendekia Kementerian Agama RI, syajaah adalah keberanian, berani karena benar atau berani membela kebenaran. Syajaah adalah berani menantang siapa saja yang salah dan menunjukkan kebenaran.

Seorang muslim harus memiliki syajaah dalam dirinya. Peranan penting syajaah adalah jika mereka tidak memilikinya, maka umat muslim akan kehilangan izzah (wibawa, kehormatan, dan kemuliaan). Seorang muslim dengan sifat syajaah adalah pasti akan mendatangkan banyak kebaikan dalam kehidupannya.

“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.” (QS. Ali Imran: 139)

Dalam buku berjudul Jalan Menggapai Ridho Ilahi oleh Abdul Aziz, ciri seseorang dengan sifat syajaah adalah pasti akan lebih cepat dan tanggap. Seseorang dengan sifat syajaah adalah akan lebih mudah memaafkan, pandai mengendalikan amarah, dan mampu menyayangi orang di sekitarnya.

3 dari 4 halaman

Cara Meneladani Sikap Syajaah dan Penjelasannya

Bagaimana cara meneladani sikap syajaah? Dalam buku berjudul Menjadi Pemberani karena Benar untuk Kelas XI SMA/SMK oleh Cendekia Kementerian Agama RI, ada enam sikap syajaah yang bisa diteladani dalam kehidupan sehari-hari.

Ini penjelasan dari cara meneladani sikap syajaah dalam kehidupan sehari-hari yang dimaksudkan tersebut:

1. Memiliki Daya Tahan yang Besar

Cara meneladani sikap syajaah adalah seseorang harus memiliki daya tahan yang besar. Mental berani adalah mereka yang memiliki daya tahan besar dalam menghadapi kesulitan, penderitaan, bahaya, dan penyiksaan. Kisah perjuangan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, baik pada periode Mekah maupun Madinah yang kesemuanya menggambarkan sikap syajaah.

2. Berterus-terang Menyampaikan Kebenaran

Cara meneladani sikap syajaah adalah berani berterus-terang menyampaikan kebenaran. Berkata terus terang dan konsisten menyuarakan kebenaran merupakan indikasi seseorang itu bersikap berani.

Meski demikian, menyuarakan kebenaran harus tetap dilandasi kesantunan, kesopanan, dan memperhitungkan kemajemukan di berbagai bidang. Menyuarakan kebenaran pasti memiliki resiko yang besar, boleh jadi nyawa yang menjadi taruhannya.

Nabi Musa AS memberi teladan kepada kita, saat beliau berhadapan dengan Firaun yang sudah melewati batas, beliau menggunakan tutur kata yang santun, sopan, dan enak didengar, serta memperhatikan betul siapa yang dihadapi, meski pada akhirnya belum berhasil mencapai sasaran.

3. Mampu Memegang Rahasia

Cara meneladani sikap syajaah adalah mampu memegang rahasia, baik itu rahasia besar maupun rahasia kecil. Kerahasiaan terlebih lagi dalam konteks perjuangan adalah sesuatu yang berat dan besar resiko dan akibatnya.

Terbongkarnya rahasia, dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, kesiapan memegang rahasia menjadi indikasi syajaah seorang muslim di medan perjuangan. Ambil contoh, di zaman Rasulullah SAW tidak banyak sahabat yang diberi amanah memegang rahasia.

4 dari 4 halaman

Cara Meneladani Sikap Syajaah Selanjutnya

4. Pasti Mau Mengakui Kesalahan

Cara meneladani sikap syajaah adalah mereka pasti mau mengakui kesalahan. Mengakui kesalahan menjadi ciri pribadi pemberani. Sebaliknya, sikap tidak mau mengakui kesalahan, mencari kambing hitam atau bersikap “lempar batu, sembunyi tangan” menjadi ciri pribadi yang pengecut.

Terkadang tumbuh rasa malu, khawatir dikucilkan, dan cemas dipandang sinis oleh pihak lain, meski mengakui kesalahan, itu sangat menguntungkan. Misalnya, ibrah yang diperankan oleh Nabi Adam AS saat berada di surga, agar tidak ‘mendekati pohon itu’.

Lalu, nafsu buruk dan setan bersekongkol menggoda keduanya (Nabi Adam AS dan Siti Hawa), akibatnya keduanya tergelincir, dan berbuat dosa. Ini tidak dilimpahkan kesalahan itu pada setan yang menggodanya, tetapi diakui kesalahan itu akibat kesalahannya sendiri dan bertobat dengan sungguh.

5. Bersikap Objektif kepada Diri Sendiri

Cara meneladani sikap syajaah adalah bersikap objektif kepada diri sendiri. Ada saja orang yang cenderung over estimasi terhadap dirinya, menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni, dan tidak memiliki kelemahan serta kekurangan.

Sebaliknya, ada yang bersikap under estimasi terhadap dirinya, yakni menganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat apa-apa, dan tidak memiliki kelebihan apa pun. Kedua sikap tersebut jelas tidak proporsional dan tidak obyektif.

Orang yang berani akan bersikap objektif terhadap dirinya, bahwa setiap diri memiliki sisi baik dan buruk seperti kelebihan dan kekurangan. Sikap seperti ini membuka kesempatan pihak lain berperan untuk saling melengkapi dan menutupi, bahkan membutuhkan keberadaan orang lain.

Abu Bakar Shiddiq RA saat diangkat menjadi khalifah, ia berpidato di hadapan khalayak rakyatnya: “Wahai manusia, aku dipilih sebagai pemimpin kalian, dan aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Jika aku berbuat baik, ikutilah aku. Jika berbuat buruk, luruskanlah aku.”

6. Mampu Menguasai Diri Sendiri saat Marah

Cara meneladani sikap syajaah adalah mereka pasti mampu menguasai diri sendiri terutama saat marah. Pemberani itu, seseorang mampu bermujahadah li nafsi, melawan nafsu dan amarah, menekan beragam keinginan, meski ia memiliki kemampuan.

Tetap mengendalikan diri, di tengah gempuran keinginan. Orang seperti inilah yang bisa dipandang sebagai pemberani, karena kemampuannya menahan diri dan mengendalikan emosi.

Amarah itu menggelincirkan manusia pada sikap serampangan, ceroboh, dan kehilangan kontrol diri. Oleh karena itu, Islam memerintahkan bisa mengendalikan diri dari amarah. Rasulullah SAW pun mengajarkan untuk tidak marah berulang-ulang.

Bila masih muncul perasaan itu, maka ubahlah posisi diri. Bila juga masih berkobar-kobar, maka pergilah dan ambillah wudhu. Ini karena rasa marah itu berasal dari setan. Setan diciptakan dari api, dan api bisa padam, jika disiram dengan air.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.