Sukses

Apa Itu Badai Sitokin? Ini Penjelasan Ahli dan Kasus yang Terjadi

Badai sitokin adalah kondisi ketika sistem imun justru menyerang paru-paru. Kondisi ini berisiko menyebabkan kematian.

Liputan6.com, Jakarta Kasus badai sitokin atau cytokine storm telah merenggut nyawa pasien COVID-19, Raditya Oloan pada Kamis (6/5/2021). Badai sitokin yang dialami oleh Raditya disebut badai sitokin pasca COVID-19 karena infeksi pemicunya virus SARS CoV-2.

Apa itu badai sitokin? Badai sitokin adalah kondisi ketika terjadi produksi sitokin berlebihan dalam tubuh. Badai sitokin ini memicu sistem kekebalan tubuh kehilangan kendali dan justru menyerang tubuh yang seharusnya dilindungi. 

Ahli Virologi dan Imunologi di Georgia State University, Mukesh Kumar melansir dari laman WebMD, Minggu (9/5/2021) menjelaskan, pada dasarnya sebagian sel tubuh akan mati karena badai sitokin. Badai sitokin ini menggerogoti paru-paru dan pasien tidak bisa pulih.

Badai sitokin bukan kondisi yang hanya bisa terjadi karena infeksi virus Corona COVID-19. Melainkan ada influenza, pneumonia, dan sepsis. Berikut Liputan6.com ulas lebih jauh tentang apa itu badai sitokin, risiko, pemicu, dan kasus yang sudah terjadi dari berbagai sumber, Minggu (9/5/2021).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Apa Itu Badai Sitokin?

Badai sitokin adalah istilah yang dekat dengan komplikasi akibat infeksi virus Corona COVID-19. Apa itu badai sitokin yang sebenarnya? Badai sitokin adalah kondisi ketika sistem kekebalan tubuh penderita virus Corona COVID-19 justru membanjiri paru-paru dan menyerangnya.

Bila disederhanakan, badai sitokin adalah sistem imun yang menyerang paru-paru. Sistem imun justru menyerang tubuh dan memberikan reaksi yang berlebihan. Padahal sudah seharusnya peran sistem kekebalan tubuh adalah melindungi serta menyerang virus dan bakteri yang membahayakan tubuh.

Saat badai sitokin inilah sistem kekebalan tubuh tak bisa mengendalikan dirinya. Badai sitokin membuat sistem kekebalan tubuh menjadi pasukan atau gerombolan yang merusak tubuh. Asal muasal nama badai sitokin adalah dari zat sitokin yang mengamuk melalui aliran darah. Inilah penyebab utama dari sistem kekebalan tubuh kesulitan mengendalikan diri.

3 dari 6 halaman

Risiko Badai Sitokin

Badai sitokin menurut para ahli lebih berisiko terjadi pada pasien COVID-19 yang muda dan masih terlihat sehat. Badai sitokin pun bisa terjadi pada pasien sudah sembuh dari infeksi virus SARS CoV-2, lalu terinfeksi lagi untuk kesekian kalinya. Risiko badai sitokin adalah dapat menyebabkan komplikasi sampai kematian.

Dokter ICU di Harborview Medical Center Seattle, AS, Dr. Pavan Bhatraju, melansir dari laman The New England Journal of Medicine, Minggu (9/5/2021) menjelaskan penurunan kondisi pasien umumnya terjadi setelah tujuh hari dan lebih banyak ditemukan pada pasien COVID-19 yang sehat dan masih muda.

Tak lain, penyebab utamanya adalah produksi sitokin yang berlebihan dalam tubuh penderita. Kondisi ini yang disebut badai sitokin. Pola tidak biasa seperti badai sitokin cukup mengkhawatirkan. Para dokter dan ilmuwan menemukan banyak pasien meninggal karena virus dapat bereplika lebih hebat, sistem kekebalan tubuh tak berfungsi, dan terjadilah kegagalan organ sampai kematian.

4 dari 6 halaman

Badai Sitokin Lebih Mematikan

Aktivitas tubuh memproduksi sitokin adalah wajar, tanda sistem kekebalan tubuh akan segera melancarkan tugasnya melindungi serangan. Berdasarkan data kesehatan yang dipublikasikan oleh American Cancer Society yang diterima Minggu (9/5/2021), menjelaskan sitokin ini pada dasarnya memberi sinyal sistem kekebalan untuk mulai melakukan tugasnya.

Hal buruk terjadi pada produksi sitokin ketika di mulainya pelepasan sitokin berlebihan dalam tubuh. Sejumlah sitokin yang dilepaskan dalam jumlah besar sangat berisiko menyebabkan peradangan tinggi di sejumlah area tubuh. Terutama di bagian tubuh yang sudah meradang sebelumnya, akibatnya akan lebih fatal. Inilah mengapa badai sitokin disebut oleh para ahli lebih mematikan dari virus asli pemicu produksi sitokin.

Pemicu utama badai sitokin bukan hanya virus Corona COVID-19. Melainkan sejumlah infeksi virus seperti influenza, pneumonia, dan sepsis. Kondisi badai sitokin yang parah akan meningkat pada pasien yang memiliki tingkat infeksi lebih parah. Para ahli belum mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan badai sitokin lebih rentan pada beberapa pasien.

5 dari 6 halaman

Badai Sitokin Menyerang Jaringan Sehat

Badai sitokin membuat sistem imun tubuh kehilangan kendali hingga produksi sitokin menjadikan jaringan sehat tubuh diserang. Sel kekebalan tubuh lantas akan menyebar ke luar bagian tubuh yang terinfeksi dan mulai menyerang jaringan sehat, menelan sel darah merah dan putih, serta merusak hati.

Dinding pembuluh darah akibat badai sitokin akan terbuka untuk membiarkan sel-sel kekebalan masuk ke jaringan sekitarnya. Inilah mengapa pembuluh saat badai sitokin terjadi menjadi sangat bocor sehingga paru-paru bisa terisi cairan, dan tekanan darah turun.

Sampai akhirnya, gumpalan darah akibat badai sitokin terbentuk di seluruh tubuh yang selanjutnya mencekik aliran darah. Jika organ tidak mendapatkan cukup darah, seseorang bisa mengalami syok. Kondisinya akan lebih parah dialami oleh pasien yang sudah mengalami infeksi parah, berisiko mengalami kerusakan organ permanen atau kematian.

6 dari 6 halaman

Kasus Badai Sitokin

Dokter di Wuhan, China dalam penelitian terhadap 29 pasien, melaporkan bahwa tingkat sitokin IL-2R dan IL-6 yang lebih tinggi ditemukan pada infeksi COVID-19 yang lebih parah. Kasus ini dimaksudkan bila infeksi parah terjadi untuk kesekian kalinya dan sudah tak terkendali.

Kebanyakan pasien yang mengalami badai sitokin akan mengalami demam dan sekitar setengahnya akan mengalami beberapa gejala sistem saraf, seperti sakit kepala, kejang atau bahkan koma, kata Randy Cron, seorang ahli Reumatologi dan Imunologi Anak di University of Alabama di Birmingham melansir BBC, Minggu (9/5/2021).

“Mereka cenderung lebih sakit dari yang Anda harapkan,” katanya.

Dalam kasus Raditya Oloan yang dinyatakan meninggal Kamis (6/5/2021), Joanna Alexandra menerangkan sejak terkena COVID-19 suaminya telah merasakan sesak napas dan dilarikan ke Wisma Atlet untuk penanganan lebih intensif. Ditambah, Radit memiliki riwayat asma. Radit juga sempat dinyatakan negatif dan tak lama setelahnya kembali dirawat karena masalah badai sitokin.

“Kondisinya pasca-COVID-19 dengan komorbid asma, dan dia mengalami badai sitokin yang menyebabkan hiper-inflamasi di sekujur tubuhnya ... ditambah lagi ada infeksi bakteri yang lumayan kuat (tapi tidak sekuat Tuhan tentunya !!!!). Oia dan sementara ini Radit lagi CVVH karena ginjalnya lagi kurang berfungsi dengan baik ...” tulis Joanna pada Rabu, (5/5/2021).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.