Sukses

Tren COVID-19 RI 2 Minggu Terakhir Naik, Apa Varian XBB Diam-Diam Menyebar?

Terjadi kenaikan kasus COVID-19 dalam dua minggu terakhir, apakah karena varian XBB?

Liputan6.com, Jakarta Perkembangan COVID-19 di Indonesia dalam dua minggu terakhir, mengalami peningkatan, baik kasus konfirmasi positif maupun kasus aktif. Angka positivity rate COVID-19 nasional juga naik lebih dari 7 persen.

Lalu, apakah kenaikan kasus COVID-19 berkaitan dengan kehadiran varian XBB yang diam-diam menyebar? Sebab, diketahui varian XBB yang merupakan subvarian Omicron menyebarluas di beberapa negara, termasuk negara tetangga Indonesia, Singapura dan Filipina.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Siti Nadia Tarmizi menegaskan, kenaikan kasus COVID-19 yang terjadi akhir-akhir ini tidak berkaitan langsung dengan penyebaran varian XBB.

Hal ini dikarenakan baru ada temuan satu kasus varian XBB di Indonesia yang diumumkan pada 22 Oktober 2022. Kasus pertama varian XBB di Indonesia merupakan transmisi lokal yang terdeteksi pada seorang perempuan berusia 29 tahun. Ia baru saja kembali dari Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Adanya temuan kasus varian Omicron XBB, Kemenkes bergegas melakukan upaya antisipatif dengan melakukan pemeriksaan (testing) dan pelacakan (tracing) terhadap 10 kontak erat. Hasilnya, seluruh kontak erat dinyatakan negatif COVID-19 varian XBB.

"Sampai saat ini masih ada satu kasus positif varian XBB. Kalau yang lain (kenaikan kasus COVID-19) karena memang aktivitas yang meningkat dan juga memakai masker mulai turun," terang Nadia kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, ditulis Senin (24/10/2022).

Berdasarkan Laporan Harian COVID-19 Kemenkes per 22 Oktober 2022 terlihat peningkatan kasus COVID-19 dalam dua minggu terakhir. Peningkatan kasus terjadi di sejumlah aspek, antara lain:

  • Kasus konfirmasi positif naik 1.527 menjadi 1.962
  • Kasus aktif naik dari dari 16.787 menjadi 18.153
  • Pasien dirawat naik dari 2.871 menjadi 3.123
  • Kasus kematian turun 2,456 persen menjadi 2,450 persen
  • Kapasitas tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) naik dari 4,74 persen menjadi 5,27 persen
  • Positivity rate naik dari 6,28 persen menjadi 7,49 persen

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dominasi Varian Omicron

Saat ini, dominasi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 di Indonesia secara umum diduduki oleh varian Omicron.

Data Kemenkes RI per 22 Oktober 2022, ada tiga provinsi dengan laporan jumlah sampel genom sekuensing varian Omicron terbanyak, yaitu di DKI Jakarta yang diperiksa mencapai 13.083 sampel.

Sampel varian Omicron di Jawa Barat yang diperiksa di angka 2.625 sampel dan 2.223 sampel dari Jawa Timur. Angka tersebut dihitung dari 2 Januari 2022 sampai sekarang.

Untuk jenis subvarian Omicron di Indonesia, BA.5 menempati posisi teratas dengan jumlah 10.395 sampel yang diperiksa, BA.1.13.1 dengan 3.616 sampel, BA.1.1 dengan 2.112 sampel, BA.2.3 dengan 1.361 sampel, BA.2 dengan 1.292 sampel, dan BA.1.15 dengan 1.129 sampel.

3 dari 4 halaman

Infeksi Varian XBB di Singapura

Pendiri dan direktur Scripps Research Translational Institute di La Jolla, CA, dan editor eksekutif Medscape,  Eric Topol menyatakan, subvarian Omicron XBB, yang saat ini melonjak di Singapura bisa menjadi peringatan bagi Amerika Serikat (AS).

Misalnya, sebelum varian XBB muncul, tingkat infeksi ulang COVID di Singapura adalah 5 persen. Sekarang 17 persen. “Jadi itu berarti banyak orang yang terinfeksi akan terkena lagi,” kata Topol.

Lebih lanjut, Singapura melaporkan 92 persen dari populasi mereka divaksinasi dan penggunaan booster mereka dua kali lipat dari tingkat AS.

"Dan meskipun begitu, mereka memiliki gelombang yang sangat signifikan, yang akan lebih besar dari apapun kecuali Omicron asli," lanjut Topol, dilansir dari WebMD yang berjudul, New COVID Subvariants Rising: How Concerned Should We Be?

Selanjutnya, sarjana senior Johns Hopkins Center for Health Security Adalja mengemukakan, satu pertanyaan yang belum terjawab adalah seberapa baik booster vaksin mRNA bivalen baru dapat bekerja melawan subvarian spesifik ini.

“Booster baru lebih cocok dengan apa yang beredar daripada booster lama, tetapi kita tidak tahu apa artinya itu dalam kehidupan nyata,” kata Adalja.

"Sulit untuk menjawab pertanyaan itu karena tidak ada yang berencana untuk membandingkan dua jenis booster dalam uji klinis."

Direktur Pencegahan Infeksi di Lenox Hill Hospital di New York City, AS Hannah Newman lebih optimis.

“Sedikit kabar baik adalah bahwa bivalen COVID booster akan memberikan perlindungan terhadap jenis ini, dan kami benar-benar hanya membutuhkan orang untuk menyingsingkan lengan baju mereka dan menerimanya,” ucapnya.

4 dari 4 halaman

Gelombang Infeksi Varian XBB

Pada Kamis, 20 Oktober 2022, Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Soumya Swaminathan mengatakan, beberapa negara mungkin melihat 'gelombang infeksi lain' dengan subvarian XBB dari Omicron.

Tetapi ilmuwan klinis India itu juga menambahkan bahwa hingga saat ini tidak ada data yang tersedia dari negara mana pun yang menunjukkan bahwa varian baru ini secara klinis lebih parah daripada yang sebelumnya.

"Ada lebih dari 300 subvarian Omicron. Saya pikir salah satu yang mengkhawatirkan saat ini adalah XBB, yang merupakan virus rekombinan. Kami telah melihat beberapa virus rekombinan sebelumnya," kata Swaminathan, dikutip dari Hindustan Times, Jumat (21/10/2022).

"Yang satu ini sangat menghindari kekebalan, yang berarti dapat mengatasi antibodi. Jadi, ada kemungkinan kita melihat gelombang infeksi lain di beberapa negara karena XBB."

Swaminathan menginformasikan bahwa WHO juga melacak turunan Varian Virus Corona COVID-19, BA.5 dan BA.1, yang lebih menular dan menghindari kekebalan. Ketika virus itu berkembang, maka akan menjadi lebih menular.

Tindakan yang harus diambil adalah langkah-langkah pencegahan yang dapat diambil untuk mencegah lonjakan COVID-19, dia menegaskan bahwa pemantauan dan pelacakan adalah langkah kunci.

"Kami perlu terus memantau dan melacak. Kami telah melihat bahwa pengujian telah menurun di seluruh negara, pengawasan genomik juga telah turun selama beberapa bulan terakhir," papar Soumya.

"Kami perlu mempertahankan setidaknya pengambilan sampel strategis pengawasan genom sehingga kami dapat terus lacak variannya seperti yang telah kami lakukan dan pelajari."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.