Sukses

Cara Jaga Kesehatan Mata, Istirahat Total dari Gadget Tiap 2 Jam Sekali

Istirahat total dari gadget punya peranan penting untuk jaga kesehatan mata.

Liputan6.com, Jakarta - Kebiasaan melihat layar gadget secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan. Terutama jika Anda jarang mengistirahatkan mata secara total dari gadget.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Mata (PERDAMI), M Sidik mengungkapkan bahwa kebiasaan melihat gadget selama berjam-jam memang akhirnya berdampak pada kesehatan mata.

Terlebih selama pandemi COVID-19, paparan terhadap gadget mengalami peningkatan yang signifikan. Tak hanya pada orang dewasa, namun penggunaan gadget di kalangan anak-anak pun mau tak mau ikut meningkat.

"Anak seringkali berjam-jam lihat gadget dan seringkali dikaitkan dengan pendidikannya di sekolah. Kalau dulu lebih dibatasi karena ada jam sekolah, sekarang itu lebih tidak terbatas," ujar Sidik dalam acara Hari Penglihatan Sedunia 2022 ditulis Minggu, (9/10/2022)..

"Begitu juga dengan orang-orang di kantor, mereka mengeluh dulu lebih dibatasi oleh jam kantor. Sekarang di rumah pun dikejar, sekarang di rumah pun dikejar lihat terus komputer, dan itu rupanya berpengaruh."

Menurut Sidik, penting meluangkan waktu untuk mengistirahatkan mata dari gadget. Waktu yang dianjurkan olehnya adalah setiap dua jam sekali. Istirahat yang dilakukan juga harus benar-benar istirahat tanpa adanya paparan gadget.

"Dua jam stop, istirahat seperempat jam. Istirahat jangan melihat gadget juga, itu sama saja. (Jangan) istirahat dari laptop, komputer, kemudian beralih pada gadget lain. Istirahat itu melihat jauh, lebih dari enam meter, itu hal-hal yang bisa mencegah," kata Sidik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Prevalensi Mata Minus Meningkat Saat Pandemi COVID-19

Dalam kesempatan yang sama, turut hadir dokter spesialis mata perwakilan dari PERDAMI, Yeni Lestari. Ia mengungkapkan bahwa prevalensi mata minus saat pandemi COVID-19 pada anak mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat.

Yeni menjelaskan, di Indonesia data terkait mata minus pada anak memang belum terlalu banyak. Namun, data di luar negeri banyak menunjukkan terkait hal satu ini.

"Data internasional banyak sekali menyebutkan bahwa semenjak pandemi ini, angka myopia atau mata minus pada anak sekolah meningkat 1,4 sampai 3 kali lipat dari angka biasanya. Jadi angka sebelum pandemi, sekarang bertambah tiga kali lipat," ujar Yeni.

Banyak data tersebut pun menunjukkan adanya penambahan bukan hanya dari segi jumlah, melainkan dari segi usia. Ternyata, banyak anak-anak dengan kategori usia lebih muda yang mengalami mata minus semenjak pandemi COVID-19.

"Jadi yang tadinya mulai matanya minus seperempat atau setengah itu di kelas-kelas 3 SD, sekarang sudah mulai ke usia yang lebih muda. Kelas 1 atau 2 SD sudah minus. Nah, ini perlu dicermati," kata Yeni.

3 dari 4 halaman

Mata Minus Bisa Berkembang Terus-Menerus

Menurut Yeni, progresivitas yang terjadi pada kondisi mata minus bisa berkembang secara terus-menerus dari waktu ke waktu. Sehingga penting untuk mencegahnya agar tidak semakin bertambah.

"Kita tahu bahwa progresivitas miopi itu bergantung terhadap durasi. Kalau myopia-nya makin awal, maka dia masih punya waktu yang panjang untuk develop ke arah myopia yang tinggi atau high myopia," ujar Yeni.

Di sisi lain, high myopia sendiri membutuhkan penanganan yang serius, karena dapat menimbulkan banyak komplikasi. Dampak yang ditimbulkan dari high myopia bukan hanya terletak pada gangguan penglihatan.

"Komplikasinya banyak. Jadi bukan komplikasi gangguan penglihatan karena tidak pakai kacamata, tapi komplikasi yang disebabkan oleh high myopia itu ke saraf mata. Jadi saraf matanya lepas, kemudian bisa jadi faktor risiko glaukoma," ujar Yeni.  

"Ini yang harus kita cegah. Kalaupun sudah myopia, kita harapkan myopia-nya tidak tinggi, dibawah minus empat saja. Jangan sampai empat lebih karena kalau empat lebih, maka komplikasinya juga akan meningkat."

4 dari 4 halaman

Kurangnya Aktivitas Fisik, Banyak Fokus ke Gadget

Yeni mengungkapkan bahwa peningkatan mata minus pada anak memang bisa meningkat akibat berbagai macam hal, yang salah satunya adalah sedentary lifestyle dengan menggunakan gadget.

"Belajar tadinya jarak melihat jauh, lebih dari enam meter ke papan tulis, sekarang mesti lihat gadget dari jarak dekat dan waktunya panjang sekali. Permainan pun mereka lakukan di gadget," kata Yeni.

Saat pandemi COVID-19 pun banyak aktivitas dilakukan di dalam rumah, paparan sinar matahari menjadi lebih sedikit. Padahal, melakukan aktivitas di luar rumah dengan adanya paparan sinar matahari punya andil untuk kesehatan mata.

"Paparan sinar matahari berkurang. Padahal kita tahu bahwa exercise di outdoor activities itu salah satu cara untuk mencegah kejadian mata minus. Jadi tentunya dengan pandemi, itu semua tidak bisa dilakukan selama dua tahun ini," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.