Sukses

Pasien COVID-19 Terlama di Dunia Meninggal Usai Dirawat 850 Hari dengan Ventilator

Marc Lewitinn, pasien COVID-19 terlama di dunia meninggal usai dirawat selama 850 hari.

Liputan6.com, London - Pandemi COVID-19 telah melanda hampir ke seluruh negeri sejak Maret 2020. Banyak nyawa telah melayang diakibatkan SARS-CoV-2 atau Virus Corona, biang keladi dari kondisi ini. 

Yang terbaru, pria 76 tahun yang dinobatkan sebagai pasien COVID-19 terlama di dunia, Marc Lewitinn, dikabarkan telah meninggal.

Marc meninggal dunia sejak dirawat selama 850 hari dengan ventilator. Dirinya dinyatakan positif COVID-19 sejak 25 Maret 2020. Awalnya, pihak keluarga telah memperingatkan Marc untuk tetap berada di rumah karena menjadi salah satu orang yang memiliki komorbid.

Sebelumnya, Marc sudah selamat dari kanker paru-paru dan stroke yang membuatnya tidak dapat berbicara. Dokter telah memperingatkan para orang tua dengan riwayat medis seperti Marc begitu rentan terhadap virus Corona.

Marc sempat menuruti permintaan keluarganya untuk tetap berada di rumah. Namun, dia merasa terkurung dan memutuskan untuk pergi ke Starbucks yang ada di dekat rumahnya di Cliffside Park.

Alhasil, pada 25 Maret 2020 kondisinya melemah. Oksimeter menunjukkan tingkat oksigennya yang hanya 85 persen. Putranya, Albert Lewitinn pun berupaya membawanya ke rumah gawat darurat di Weill Cornell Medicine, Manhattan.

Saat itu rumah sakit masih dibanjiri oleh pasien dengan dokter yang mengenakan hazmat. Butuh berjam-jam untuk Marc bisa menerima penanganan. Usai ditangani, Marc langsung dinyatakan positif Corona.

Enam hari setelah dirawat, tingkat oksigen Marc semakin menurun dan mengalami koma. Pihak dokter mengungkapkan bahwa dirinya kemungkinan akan meninggal dunia dalam beberapa hari kedepan.

"Mereka melangkah keluar dengan iPad untuk menanyakan apakah kami ingin memberinya morfin dan membiarkannya meninggal secara alami," ujar Albert mengutip New York Post, Kamis (15/9/2022).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sempat Disemangati Keluarga

Albert mengungkapkan bahwa usai mendapatkan tawaran tersebut dari pihak rumah sakit, mereka melakukan video call bersama dengan Marc dan berupaya untuk menyemangatinya.

"Di grup FaceTime, kami mendesak ayah saya untuk bertarung. Kami tidak mengucapkan selamat tinggal. Kami berkata, 'Teruslah berjuang, Ayah, ayah akan baik-baik saja'," kata Albert.

Setelahnya, kondisi Marc kembali stabil dan pulih dari COVID-19. Namun, Marc tidak bisa terlepas dari ventilator. Setelah enam bulan sadar dari koma, Marc pindah ke rumah sakit lain yang lebih dekat dari rumahnya di New Jersey.

Akhirnya, setelah 850 hari dirawat menggunakan ventilator, Marc dinyatakan meninggal dunia akibat serangan jantung pada 23 Juli 2022 di Palisades Medical Center pada usia 76.

Meskipun tidak ada statistik komprehensif terkait siapa pasien COVID-19 terlama yang bertahan hidup dengan ventilator, para ahli medis mengatakan bahwa Marc mungkin memegang rekor tersebut.

Menurut dokter, tak ada yang pernah dirawat dan bertahan selama Marc.

3 dari 4 halaman

Lewati Perjalanan Panjang dan Sulit

Dokter yang menangani Marc di Weill Cornell, Abraham Sanders mengungkapkan bahwa Marc telah melewati perjalanan yang panjang dan sulit. Bahkan menurut Abraham, Marc adalah pria yang kuat.

"Dia menjalani perjalanan yang panjang dan sulit. Dia adalah pria yang kuat dan penerima manfaat dari perawatan medis yang canggih," ujar Abraham.

Selama ini, literatur seputar pandemi COVID-19 telah mencatat beberapa pasien yang telah bertahan lebih dari tiga bulan. Pasien di Alabama menjadi berita utama pada tahun 2021 ketika dia keluar dari respirator setelah 187 hari.

Namun Marc telah membalapnya dan memecahkan rekor sebagai pasien COVID-19 terlama yang dirawat hingga 850 hari di rumah sakit. Kematian Marc juga telah dikonfirmasi oleh putranya Albert.

4 dari 4 halaman

Sekilas Tentang Marc

Murad Albert Lewitinn (Marc) lahir pada 12 Maret 1946, dari keluarga Yahudi di Kairo. Dia bertumbuh dengan berbicara bahasa Arab dan mempelajari bahasa Inggris, Prancis, dan Spanyol.

Sebagai seorang pemuda, Marc tinggal di New York City dan berkuliah sebentar di Los Angeles. Marc kemudian pindah ke Paris dan bertemu Ondine Green, saudara perempuan dari teman masa kecil di Kairo.

Marc dan Ondine menikah pada tahun 1968. Keluarga Lewitinn menetap di daerah New York City, pertama di Brooklyn dan kemudian di Tenafly. Mereka membuka bisnis di Upper West Side yang beroperasi sebagai toko yang menyediakan segala sesuatu untuk lingkungan seperti pegadaian, pemrosesan film, perbaikan elektronik, perhiasan.

John Lennon yang pernah tinggal di dekat kediaman Marc pernah datang sesekali. Foto Marc bersama John Lennon pun dipajang di dinding tokonya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.