Sukses

Waspada, Prediksi Puncak Omicron BA.5 Bisa Tiba Akhir Agustus 2022

Prediksi puncak kasus COVID-19 akibat Omicron BA.5 bisa tiba akhir Agustus 2022.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mewanti-wanti puncak Omicron BA.5 diprediksi bisa tiba akhir Agustus 2022. Hal ini bisa saja terjadi dengan melihat perhitungan kasus COVID-19 dan penyebaran BA.4 juga BA.5 di Indonesia.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, bila mengikuti perkembangan kenaikan kasus COVID-19 akibat Omicron BA.4 dan BA.5 di negara-negara lain, termasuk Afrika Selatan, puncak kasus selang 30 hari sejak temuan varian Corona tersebut.

Akan tetapi, Indonesia tidak mengikuti pola puncak Omicron tersebut walau penambahan kasus harian di rentang 4.000 sampai 6.000 dalam beberapa pekan terakhir. Angka harian ini pun fluktuatif.

"Memang kalau kita mengikuti Omicron BA.4 dan BA.5 kan, pola yang di Afrika Selatan seperti itu, ditemukan 30 hari setelahnya lalu terjadi puncak kasus. Tapi kita justru enggak mengikuti pola itu," terang Maxi kepada Health Liputan6.com usai acara Peluncuran Buku Vaksinasi COVID-19 dan Diskusi Panel Evaluasi, Tantangan, dan Capaian Vaksinasi COVID-19 di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, ditulis Senin (15/8/2022).

"Ya, pertama kita di Indonesia juga sudah ada BA.4 dan BA.5, BA.2.75. Nah, subvarian ini yang menyebabkan kita lama turun peak-nya (puncak)."

Ketika ditanya, apakah kemungkinan puncak COVID-19 akibat varian Omicron, terutama BA.5 sebagaimana disebut-sebut para ahli bisa terjadi di akhir Agustus 2022? Maxi menjawab, perkiraan tersebut bisa saja terjadi, namun masyarakat diharapkan menunggu perkembangan lebih lanjut.

"Bisa saja akhir Agustus, bisa saja. Kita lihat perkembangannya nanti. Mudah-mudahan, enggak ada subvarian baru lagi," imbuhnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kemungkinan Puncak BA.5

Ahli Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman memproyeksi, puncak gelombang keempat COVID-19 yang didominasi oleh subvarian Omicron BA.5 terjadi pada akhir Agustus 2022.

Semula, Kemenkes memprediksi puncak COVID-19 terjadi pada Juli 2022 dengan estimasi puncak kasus BA.4 dan B.5 sekitar 16.000 hingga 17.000 kasus.

"Saya lebih cenderung memprediksi paling cepat itu akhir Agustus puncaknya kalau melihat kondisi terkini. Walaupun bukan tidak mungkin sebelum (akhir Agustus) ini (mencapai puncak), namun tampaknya kecil (kemungkinan)," ucap Dicky dalam keterangannya, Kamis (11/8/2022).

Melihat perkembangan COVID-19 di negara-negara lain, menurut Dicky, puncak kasus subvarian BA.5 ini memang lebih lambat dibanding subvarian sebelumnya. Di negara lain, puncak kasus subvarian BA.5 terlihat memakan waktu lebih dari satu bulan.

Adanya tingkat pelacakan dan pemeriksaan yang rendah, masyarakat kini memiliki modal imunitas yang lebih tinggi dari adanya pemberian vaksin COVID-19 maupun infeksi alamiah. Hal ini jauh berbeda saat varian Delta menyerang pada Juli 2021 saat cakupan vaksinasi COVID-19 masih rendah.

"Selain memang juga keterbatasan testing, ini juga agak cukup menyulitkan melihat peta situasi sebenarnya. Jadi, saat ini saya lihat belum dan bahkan ada kemungkinan akhir Agustus," lanjut Dicky.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Butuh Lama Capai Puncak

Dicky Budiman menambahkan, vaksin COVID-19 tetap menjadi langkah yang paling efektif untuk menghambat pertumbuhan virus Corona. Meskipun kecepatan penularan BA.5 sangat masif dan mampu menginfeksi ulang (reinfeksi) ulang, vaksin menjaga pertahanan orang yang terinfeksi.

"Tetap modal imunitas dari vaksinasi itu berfungsi efektif. Setidaknya, membuat mereka yang terinfeksi tidak bergejala atau kalau bergejala jadi lebih ringan. Jumlah virus yang bisa bereplikasi dalam tubuhnya lebih kecil sehingga perlu waktu," tambahnya.

Oleh karena itu, kata Dicky, virus memerlukan waktu lama untuk mencapai puncak. Virus akan mencari kelompok yang paling rawan di suatu komunitas, yang kemungkinan besar belum mendapat vaksin.

Di sisi lain, puncak gelombang bukan akhir dari pandemi COVID-19. Virus COVID-19 terus bermutasi menjadi varian baru. Subvarian terbaru yang baru-baru ini terdeteksi adalah 'anakan' Omicron BA.4.6 yang tersebar di 43 negara.

"Gelombang berikut tetap ada, apalagi sekarang ada BA.4.6 atau potensi varian atau subvarian barunya. Dunia ini masih rawan, kecakupan vaksinasi dunia atau global masih belum ideal," tutup Dicky.

Sementara itu, BA.4.6 di Indonesia belum ditemukan. Penyebaran varian Omicron di Indonesia didominasi BA.4 dan BA.5.

"BA.4.6 di kita belum ada," tegas Maxi Rein Rondonuwu.

4 dari 4 halaman

Prediksi Sebelumnya Juli 2022

Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin memprediksi puncak kasus COVID-19 Omicron subvarian BA.4 dan BA.5 terjadi satu bulan usai temuan kasus pertama. Artinya, puncak kasus terjadi pada pekan kedua atau ketiga Juli 2022. 

"Pengamatan kami nih, puncak gelombang BA.4 dan BA.5 itu terjadi satu bulan setelah penemuan kasus pertama. Jadi, minggu kedua atau ketiga Juli kita akan lihat puncak dari kasus BA.4 dan BA.5," kata Budi Gunadi saat memberikan Keterangan Pers Menteri Terkait Ratas Evaluasi PPKM di Kantor Presiden Jakarta pada Senin, 13 Juni 2022.

Jika masyarakat benar-benar siap, termasuk disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan dan sudah mendapatkan vaksinasi booster, kemungkinan puncak kasus gelombang BA.4 dan BA.5 tidak akan tinggi.

Afrika Selatan adalah negara pertama ditemukan anakan dari Omicron BA.4 dan BA.5. Kehadiran dua subvarian ini menjadikan kasus di sana meningkat.

Kemenkes sudah melakukan analisis data terkait kasus BA.4 dan BA.5 bahwa penularan BA.4 dan BA.5 sepertiga dari puncak kasus Delta dan Omicron. Lalu, tingkat hospitalisasi sekitar sepertiga dari kasus Delta dan Omicron.

"Kematian sekitar satu per sepuluh dari kasus kematian dari gelombang Delta dan Omicron," lanjut Budi Gunadi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.