Sukses

Cerita Dokter Rawat Pasien Paru-Paru Bocor karena Vaping

Bahaya rokok elektronik bukan isapan jempol semata. Kasus paru bocor pada pengguna vaping juga ada di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Anda mungkin pernah mendengar kisah-kisah orang di luar negeri yang mengalami paru bocor gegara rokok elektronik atau vaping. Lalu, bagaimana di Indonesia?

Bahaya rokok elektronik bukan isapan jempol semata. Kasus serupa juga ada di Indonesia hal ini seperti disampaikan dokter spesialis paru Agus Susanto.

"Ada di Indonesia. Ini pasien saya sendiri pada 2019," kata Agus.

Pasien tersebut sudah merokok dengan rokok tembakau atau konvensional dengan durasi 10 tahun. Lalu, dalam setahun terakhir saat itu menggunakan rokok elektronik dengan 50 isapan setiap hari.

"Ia datang ke rumah sakit dengan paru-paru bocor," kata Agus.

"Pasien 23 tahun, laki-laki, datang dengan keluhan sesak napas sudah tiga hari. Tidak ada batuk, tidak demam, tidak keringat malam, tidak ada riwayat asma, TB tidak ada, dan riyawat operasi tida ada," kata Agus.

Setelah menjalani pemeriksaan termasuk menjalani pemeriksaan rontgen dada, ada hidropneumothoraks. Tim dokter saat itu terus mencari penyebabnya mengingat dia tidak ada TB dan kanker.

Hidropneumotoraks adalah kondisi ketika terdapat udara dan cairan di dalam rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak antara paru dan dinding dada.

Kemudian, dokter melakukan pengambilan cairan yang ada di paru. Kemudian dipasang selang dan menjalani operasi.

"Setelah itu saya minta setop vaping dan setelah itu sembuh. Jadi, ya memang terkait dengan vaping," kata dokter yang sehari-hari praktik di RSUP Persahabatan Jakarta ini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Rokok Elektronik Tidak Lebih Aman dari Rokok Konvensional

Dalam kesempatan tersebut, Agus mengingatkan bahwa rokok elektronik tidak lebih aman dari rokok konvensional. Rokok elektrik mengandung nikotin, bahan karsinogen dan bahan toksik lain yang mengiritasi dan menginduksi inflamasi atau peradangan pada tubuh.

"Tidak benar kalau rokok elektrik ini lebih aman karena sama-sama mengandung bahan di atas (nikotin, karsinogen, dan bahan toksik)," jelas Agus dalam konferensi pers Dukungan Revisi PP 109/2012 dari Organisasi Profesi Kesehatan pada Jumat, 12 Agustus 2022.

"Dari cairan yang dihirup, bahan-bahan yang menyebabkan inflamasi sampai yang bikin karsinogen atau kanker itu ada," tegasnya.

Pneumotoraks atau paru bocor adalah satu di balik risiko penggunaan rokok elektronik. Mensarikan dari berbagai jurnal, Agus mengatakan ada sembilan masalah paru lain terkait penggunaan rokok elektronik:

1. Iritasi saluran napas

2. Meningkatkan gejala pernapasan

3. Meningkatkan risiko bronkitis

4. Meningkatkan risiko asma

5. Meningkatkan risiko Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

6. Meningkatkan risiko pnemonia atau radang paru

7. Risiko kanker paru

8. Risiko penumonitis

9. Risiko EVALI (E-cigarette or Vaping Use-Associated Lung Injury)

3 dari 3 halaman

Perlu Aturan Pengendalian Penggunaan Rokok Elektronik

Dalam kesempatan itu, Agus yang juga Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengatakan bahwa pengendalian konsumsi rokok elektronik harus dalam revisi Peraturan Pemerintah No.109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012) 

"Hal ini menjadi penting karena masifnya produk baru zat adiktif ini," kata Agus.

Pengendalian penggunaan rokok elektronik memang harus dibuat aturannya bila melihat peningkatan signifikan pengguna vaping di Indonesia. Bila pada 2011 ada 0,3 persen pengguna vaping lalu pada 2018 sudah menjadi 10,9 persen.

"Betapa tinggi pengguna rokok elektronik ini kan," tegasnya.

Lewat aturan pengendalian rokok elektronik dari pemerintah, maka diharapkan bisa mengurangi pengguna vaping. 

"Jadi kita mau menunggu korban makin banyak atau mau mengatur akibat rokok elektronik menjadi lebih sedikit?"

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.