Sukses

Anak Tidak Bisa Diam Belum Tentu Hiperaktif, Lalu Apa Cirinya?

Anak yang tidak bisa diam belum tentu hiperaktif. Perilaku berlari kesana kemari belum tentu menandakan penyimpangan.

Liputan6.com, Jakarta - Anak lari ke sana kemari tak lama sudah memanjat tralis, portal, hingga pohon. Saking cepat pergerakannya, ibarat mengedipkan mata satu detik saja sudah menghilang pergi ke titik lain. 

Melihat perilaku anak yang tidak bisa diam, membuat orangtua kerap menduga anak hiperaktif. Nyatanya, tidak seperti itu.

Anak yang tidak bisa diam belum tentu hiperaktif. Perilaku berlari ke sana kemari belum tentu menandakan penyimpangan (hiperaktif), justru malah menunjukkan kenormalan (perilaku aktif) seperti disampaikan dokter spesialis anak Rumah Sakit Akademik UGM Yogyakarta, Ristantio.

"Anak itu memang harus begitu (wajar jika berlari ke sana kemari). (kalau) anak diam saja, (kita mesti waspada di mana) jangan-jangan kurang hormon tiroid atau mungkin anemia," kata Ristantio beberapa waktu lalu.

Dia juga mengatakan bahwa memang sulit membedakan anak aktif atau hiperaktif. Namun, hal yan perlu diketahui orangtua adalah anak hiperaktif cenderung memiliki sifat destruktif atau merusak.

Sementara, kata Ristantio, hal ini tidak dimiliki oleh anak-anak yang aktif biasa.

“Itu adalah cara 'kasar' untuk mencurigai bahwa itu adalah suatu hiperaktif. Ini hanya (terjadi pada sebagian) kecil, sebagain besar bocah berlarian ke sana kemari itu masih normal karena memang harus seperti itu," kata Ristantio seperti mengutip laman resmi UGM.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Contoh Aktivitas Anak Hiperaktif

Bila menilik kata kunci aktivitas destruktif pada anak hiperaktif, bisa dilihat jika anak tersebut menyenggol suatu benda. Misalnya gelas kaca.

Ristantio menjelaskan bahwa pada anak yang hiperaktif ketika mendapati gelas yang ada di atas meja, dia malah sengaja menyenggol agar jatuh dan pecah.

Sementara itu, pada anak aktif yang menyenggol benda tertentu dan berakibat pecah akan kaget, terdiam, dan merasa bersalah kata Ristianto dalam talkshow kesehatan ‘Anak Terlindungi, Indonesia Maju’ yang disiarkan melalui kanal Youtube Rumah Sakit Akademik UGM.

Ketika orangtua mencurigai anak ke arah hiperaktif, ada baiknya untuk berkonsultasi dengan pakar. Sehingga bisa dilakukan upaya terbaik agar kehidupan anak bisa optimal.

 

 

3 dari 4 halaman

Anak Hiperaktif Bukan Berarti Tak Pintar

Perilaku hiperaktif pada anak memerlukan intervensi dari pakar agar perilakunya bisa terkonrol. Bila tidak dapat dikontrol hal ini bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Hal ini karena anak kadang tidak bisa memperkirakan dampak dari perilakunya seperti disampaikan psikolog anak Adiyanti.

Ia juga menuturkan, bahwa anak hiperaktif bukan berarti bodoh atau kurang pintar. Namun, karena dia tidak memusatkan perhatiannya dengan baik

"Anak hiperaktif berisiko tinggi untuk mengalami kegagalan dalam menjalankan tugas-tugas yang terstruktur sehingga ia membutuhkan keteraturan dan ketekunan berkesinambungan," katanya.

Lalu, dalam kehidupan sosial anak hiperaktif kesulitan dalam mempertahankan pertemanan.

 

4 dari 4 halaman

Penyebab Anak Hiperaktif

Dokter spesialis anak jebolan Fakultas Kedokteran UGM, Ratih mengatakan anak hiperaktif terjadi akibat gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Kondisi ini terjadi pada 4-6 persen anak usia sekolah dan 2-4 persen pada usia dewasa. Kondisi ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Umumnya terlihat pada anak sebelum umur tujuh tahun 

Ada tujuh faktor yang menjadi penyebab anak hiperaktif yakni faktor genetik, diet gula dan zat pengawet, pola asuh yang buruk, masalah keluarga, sekolah yang tidak efektif, adanya pengaruh rokok dan alkohol saat kehamilan, serta adanya perlukaan di otak.

Selain destruktif, orangtua harus mengetahui gejala anak hiperaktif ditandai dengan perilaku mudah frustrasi, mudah menangis, overaksi, dan cepat marah.

Selanjutnya, tampak pula pada rasa percaya diri yang rendah, sulit berteman, sulit beradaptasi, dan kurang matang secara sosial.

Maka memang penting anak hiperaktif mendapatkan intervensi yang tepat. Dibutuhkan terapi dari psikolog, dokter anak, tim tumbuh kembang anak, serta dukungan keluarga dan guru sekolah yang baik.

"Selain perlu terapi konseling dan obat-obatan, perlu ada peran orang tua dan sekolah dalam memberi pendidikan yang baik pada anak," katanya.

Anak yang hiperaktif dapat menjadi anak yang tidak kalah sukses jika hiperaktif dapat terkontrol, juga bersosialisasi yang baik dan berdisiplin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.