Sukses

Gejala Khas Cacar Monyet, Kemenkes: Demam Tinggi dan Benjolan di Leher

"Jadi, apa sih gejala khas cacar monyet? Ya ini, demam tinggi biasanya di atas 38 derajat Celsius, sakit kepala berat atau pusing sekali dan ada benjolan di leher, ketiak, selangkangan serta nyeri otot," tutur Syahril.

Liputan6.com, Jakarta Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes)  RI Mohammad Syahril mengatakan bahwa saat seseorang terinfeksi cacar monyet terjadi dalam dua periode. Periode awal yakni masa invasi dari nol sampai lima hari ditandai dengan gejala demam tinggi, pusing berat, pembesaran kelenjar di leher, ketiak dan selangkangan.

"Jadi, apa sih gejala khasnya? Ya ini, demam tinggi biasanya di atas 38 derajat Celsius, sakit kepala berat atau pusing sekali dan ada benjolan di leher, ketiak, selangkangan serta nyeri otot," tutur Syahril.

Kemudian memasuki masa erupsi ini adalah sebuah kondisi 1-3 hari usai demam tinggi. Seseorang yang terinfeksi cacar monyet atau monkeypox bakal mengalami lesi atau ruam pada kulit.

Sekitar 95 persen ruam terjadi di wajah, lalu telapak tangan dan kaki. Lalu ada di mukosa, alat kelamin, serta selaput lendir mata.

"Cacar monyet disampaikan bisa sembuh sendiri, setelah 2-4 pekan minggu ruam-ruam pecah dan mengering akan sembuh dengan sendirinya," kata Syahril dalam konferensi pers pada Rabu, 27 Juli 2022.

Lalu, apakah penyakit ini bisa menimbulkan kematian? Syahril mengatakan bahwa data menunjukkan angka kematian 0-11 persen.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bukan Penyakit Baru

Cacar monyet bukanlah penyakit baru. Sebelumnya cacar monyet pertama kali terdeteksi pada tahun 1958.

Pada 1970, cacar monyet sempat menjadi endemi di negara-negara Afrika Barat dan Afrika Tengah. Meski begitu, cacar monyet dulu dan sekarang ternyata memiliki perbedaan yang cukup signifikan.

Cacar monyet yang sebelumnya muncul dapat terjadi pada segala kategori usia, termasuk pada anak-anak. Namun yang terjadi saat ini, justru cacar monyet lebih banyak terdeteksi pada orang dewasa.

Terlebih, cacar monyet juga diketahui spesifik banyak terjadi pada pria biseksual dan gay. 

"Sebetulnya ada perbedaan gambaran klinis yang bisa kita temukan dari laporan kasus cacar monyet yang ditemukan di Afrika dengan tiga bulan terakhir ini mulai merebak," ujar dokter spesialis penyakit dalam, Robert Sinto dalam konferensi pers Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI bertema Perkembangan Kasus Cacar Monyet (Monkeypox) di Indonesia pada Rabu, (27/7/022).

Robert menjelaskan bahwa cacar monyet yang pernah ditemukan dahulu dapat menginfeksi banyak usia, mulai dari anak-anak, wanita, dan pria. Biasanya, gejala cacar monyet yang muncul kala itu berupa dataran merah, menonjol, berisi cairan, dan terakhir akan menjadi keropeng dan melepas.

3 dari 4 halaman

Dulu Gejala Mirip Cacar Air

Cacar monyet yang muncul dahulu kala hampir mirip seperti cacar air, meskipun terdapat beberapa perbedaan.

"Jadi hampir seperti cacar air. Tetapi perbedaannya adalah bahwa kalau cacar air perubahan dari satu gambaran ke gambaran lain itu membutuhkan waktu yang cepat. Sehingga dalam hitungan hari, cacar air itu kita bisa bertemu ada yang keropeng, ada yang mulai bintil isi air, ada yang masih datar merah," kata Robert.

"Nah ini yang tidak terjadi pada cacar monyet. Cacar monyet gambarannya dalam satu waktu kita akan bertemu tampilan klinis yang sama. Jadi kalau bertemu dengan bintil isi air, pada waktu itu semuanya bintil isi air," ujar Robert.

Robert menjelaskan, yang bisa menjadikan pembeda antara cacar air dan cacar monyet adalah munculnya bintil isi air di telapak tangan.

"Yang membedakannya lagi dengan cacar air adalah di telapak tangannya biasa terdampak. Kalau cacar air tidak di telapak tangan," kata Robert.

4 dari 4 halaman

Pembengkakan Kelenjar Getah Bening

Pada kasus cacar monyet saat ini juga terjadi pembengkakan pada kelenjar getah bening. Sedangkan pada kasus cacar air dan cacar monyet sebelumnya tidak ditemukan adanya pembengkakan yang terjadi di area tersebut.

"Itu adalah gambaran klasik yang dilaporkan di Afrika. Sampai kemudian ada dua publikasi besar di tiga bulan terakhir ini yang melaporkan gambaran berbeda yang kita temukan saat ini," ujar Robert.

"Jadi cacar monyet yang tiga bulan terakhir banyak ditemukan di daerah non-endemis itu justru lesinya atau gambar kulitnya terlokalisir," tambahnya.

Robert menyebutkan bahwa pada kasus cacar monyet yang ditemukan saat ini, lesi atau luka yang muncul juga terlokalisir.

"Biasanya itu di sekitar mulut, kemaluan, atau di sekitar lubang dubur. Jadi di laporannya justru localize. Jumlah lesinya juga 50 persen itu justru lima sampai 10 saja, jadi tidak menyebar dari seluruh atas sampai kaki," kata Robert.

"Karena laporannya banyak dilaporkan pada mereka yang sexual active, tentu laporan yang terjadi pada anak itu tidak banyak saat ini," Robert menjelaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.