Sukses

Soal Vaksin Booster Kedua, Menkes Budi Gunadi: Sedang Dipelajari

Kasus COVID-19 di Indonesia masih mengalami peningkatan setiap hari. Vaksinasi juga terus digencarkan di berbagai daerah.

Liputan6.com, Jakarta Kasus COVID-19 di Indonesia masih mengalami peningkatan setiap hari. Vaksinasi juga terus digencarkan di berbagai daerah.

Sejauh ini, vaksinasi COVID-19 di Indonesia disebut lengkap jika sudah mencapai vaksin booster atau suntikkan ketiga. Sedangkan, terkait booster kedua atau suntikkan keempat masih dipelajari.

Hal ini disampaikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin.

“Kita memang sekarang sedang mempelajari vaksin booster berikutnya untuk tenaga kesehatan karena memang ada beberapa tenaga kesehatan yang kena. Mudah-mudahan di waktu dekat kita bisa informasikan ke masyarakat. Karena itu membutuhkan masukan dari ahlinya,” ujar Budi usai peluncuran aplikasi Satusehat di Jakarta, Selasa (26/7/2022).

Terkait target memulai, ia belum bisa memastikan. “Nanti kalau Bapak Presiden kembali kita laporkan, kalau beliau setuju langsung kita jalankan.”

Hingga kini, laju vaksinasi di tahap satu masih 97,9 persen, tahap dua 81,54 persen, dan tahap ketiga 26,25 persen. Artinya, semua tahap vaksinasi COVID-19 tidak ada yang mencapai 100 persen.

Menanggapi hal ini, Budi mengatakan bahwa berbagai negara juga tidak ada yang mencapai hingga 100 persen.

“Saya lihat di seluruh dunia tidak ada satu negara yang mencapai target 100 persen. Jadi, kalau ditanya kapan capai 100 persen aku minta maaf, enggak mungkin sampai karena seluruh dunia enggak ada yang mencapai 100 persen vaksinasinya.”

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tak Mungkin Tercapai

“Jadi saya jujur enggak mungkin tercapai, yang penting memang WHO bilang di atas 70 persen sudah baik. Paling yang kita tingkatkan itu booster, kita mohon bantuan teman-teman supaya mengedukasi masyarakat supaya bisa lebih baik lagi.”

Selain soal vaksinasi, Budi juga menyampaikan soal monkeypox. Menurutnya, penyakit yang juga disebut cacar monyet  ini sudah ada 9 kasus suspek di Indonesia.

Namun, semua kasus suspek sudah dites di Jakarta dan semuanya dinyatakan negatif.

“Ada 9 kasus suspek, kita sudah tes di Jakarta dan semuanya hasilnya negatif,” kata Budi.

Ia menambahkan, monkeypox virusnya lebih besar ketimbang virus Corona penyebab COVID-19.

“Jadi kalau SARS-Cov2 itu cuman 30.000 basis DNA-nya, ini (monkeypox) ratusan ribu. Jadi test-nya dengan PCR biasa cuma reagennya berbeda dan kita sudah dapat reagen ini dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sekitar 500 tes dan kita sudah beli dan mudah-mudahan akan datang minggu ini dari Cina.”

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Skrining Monkeypox

Alat ini kemudian akan digunakan untuk skrining monkeypox. Saat ini Indonesia sudah memiliki kemampuan tes dan bisa dilakukan di 1.100 laboratorium PCR yang dimiliki Indonesia pada saat masa COVID-19.

“Jadi kita beruntung karena ada COVID jadi kita sudah punya 1.100 lab di seluruh Indonesia yang bisa melakukan tes untuk monkeypox,” kata Budi.

Ia membenarkan bahwa penyebaran monkeypox sebagian besar terjadi di kelompok tertentu. Penularannya pun tinggi seperti HIV aids.

Mengingat kemampuan penularan yang tinggi, Budi pun mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pendekatan dengan organisasi-organisasi yang mengelola kelompok-kelompok berisiko tinggi.

“Untuk bisa melakukan surveilans secara aktif, jadi tidak menunggu laporan tapi kelompok ini kita dekati supaya bisa melakukan testing yang langsung.”

Budi juga menjelaskan perbedaan monkeypox dengan COVID-19. Menurutnya, monkeypox baru menular ketika sudah ada gejala sedangkan COVID-19 menular walaupun sebelum ada gejala timbul.

“Mereka (monkeypox) menular setelah ada gejala. COVID kan enggak ada gejala langsung sudah bisa menularkan. Monkeypox itu kan  harus ada gejalanya dulu, lesi-lesi, ruam-ruam, itu baru dia menular sehingga surveilansnya lebih mudah.”

4 dari 4 halaman

Tak Usah Terlalu Panik

Surveilans yang lebih mudah membuat masyarakat tidak usah sepanik dulu, kata Budi. Pasalnya, gejala monkeypox bisa terlihat dengan mata dari ciri fisiknya sehingga tak perlu ada penutupan total seperti COVID-19 di tahun-tahun lalu.

Hal ini disampaikan Budi usai peluncuran platform integrasi kesehatan baru Satusehat.

Aplikasi yang awalnya diberi nama Indonesia Health Services (IHS) adalah salah satu perwujudan dari program transformasi kesehatan yang dicanangkan Kementerian Kesehatan.

“Jadi memang kita rujukan roadmap transformasi teknologi informasi kesehatan itu di bulan Desember 2021, nah itu ada beberapa program di dalamnya. Tapi secara garis besar ada program yang mengintegrasikan data, jadi seperti ini (program Satusehat) adalah salah satu contohnya,” kata Budi.

Budi menambahkan, ini merupakan upaya menyederhanakan aplikasi kesehatan yang ada saat ini.

“Kita mau sederhanakan aplikasi yang ada, jadi kita akan lebih fokusnya ke platform aja. Kita mau membangun ekosistem informasi. Jadi gimana start up bisa masuk, nah itu rencananya sudah ada di sana sampai tahun 2024.”

Aplikasi ini juga terintegrasi dengan apotek hingga 32 rumah sakit di berbagai daerah serta Pedulilindungi. Menkes juga memiliki target untuk menyatukan 32 rumah sakit daerah, puskesmas, laboratorium, dan apotek untuk terintegrasi di akhir 2023.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.