Sukses

Pemberian Makanan Tambahan Protein Hewani Senjata Perangi Stunting

Stunting dapat dicegah bila seorang anak diberi kecukupan protein hewani

Liputan6.com, Jakarta - Stunting bisa menyebabkan tinggi badan anak tidak optimal dan kemampuan kognitif ikut terganggu. Sayangnya, di Indonesia perang melawan permasalahan gizi kronis ini belum juga kelar.

Menurut ahli gizi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Prof Dr drg Sandra Fikawati MPH, sebenarnya banyak faktor yang bisa menyebabkan anak jadi stunting. Namun, satu hal paling krusial adalah berkaitan dengan asupan gizi yang kurang, terutama protein hewani.

Bagaimana perang melawan stunting mau berakhir kalau penggunaan senjata ini tidak diberikan secara optimal. Padahal, sumber dari zat gizi satu ini bukan 'barang langka' di sini.

Dijelaskan Fika bahwa protein termasuk salah satu zat gizi makro selain karbohidrat dan lemak. Apabila karbohidrat dan lemak berfungsi sebagai sumber energi, protein berguna dalam membantu pertumbuhan serta proses regenerasi sel tubuh.

Dalam mendukung pertumbuhan, lanjut Fika, protein bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan memertahankan massa otot.

"Sayangnya, tidak banyak masyarakat yang memahami bahwa pemilihan jenis protein dalam konsumsi harian sangat penting," kata Fika dalam acara temu media yang diselenggarakan JAPFA dalam rangka mengenalkan program Apresiasi Karya Jurnalistik JAPFA (AKJJ) di Jakarta pada Juni 2022.

Di kesempatan yang berbeda, endokrinologi yang juga mantan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof Dr dr Jose Rizal Latief Batubara, SpA(K) mengatakan bahwa kata kunci dari stunting adalah protein hewani.

"Tapi, lihat saja, konsumsi kita kebanyakan karbohidrat, nasi. Apakah makan daging tiap hari? Enggak. Padahal, ada telur dan ikan yang gampang dikonsumsi," kata Jose saat berbincang bersama Health Liputan6.com belum lama ini

"Konsumsi protein hewani di sini sedikit sekali, sehinga bagaimana anak mau tumbuh dengan baik kalau konsumsi protein hewaninya kurang," Jose menambahkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Stunting dan Protein Hewani

Omongan Jose sejalan dengan data Food and Agriculture (FAO) pada 2017 bahwa total konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia tergolong saat rendah, hanya delapan persen.

Angka tersebut berbeda secara signifikan dibandingkan negara Asia lainnya, seperti Malaysia dan Thailand yang tingkat konsumsi protein hewaninya masing-masing mencapai 30 persen dan 24 persen.

Penelitian terbaru lainnya menyebutkan bahwa jumlah konsumsi protein hewani di Indonesia mulai meningkat. Berselang lima tahun, tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia mencapai 30 persen.

Namun, jumlah tersebut lagi-lagi masih kalah jauh dibandingkan tingkat konsumsi protein hewani di Malaysia yang mencapai angka 50 persen (Khusun dkk, 2022).

Padahal, kata Fika, tubuh manusia membutuhkan sebanyak 20 jenis asam amino dan sembilan di antaranya adalah asam amino esensial yang harus didapatkan dari makanan.

"Makanan yang mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap dan lebih banyak adalah protein hewani," katanya.

Kurang Protein Hewani Berisiko Stunting

Itu mengapa Kekurangan protein hewani dapat menyebabkan permasalahan gizi yang serius, salah satunya stunting.

"Kenapa stunting itu dihubungkan dengan kognitif karena pada usia nol sampai dua tahun pertumbuhan dari fisik dan kognitif itu sama meningkatnya," kata Fika.

"Jadi, kalau di masa itu kita melihat pertumbuhannya terganggu karena stunting, otomatis kognitifnya juga akan terganggu. Dia juga pasti akan menjadi anak yang pertumbuhan otaknya tidak optimal," dia menambahkan.

Tidak heran kalau stunting juga mengancam kekebalan tubuh si Kecil yang bikin dia 'bersahabat' dengan sakit.

"Lantaran makanan yang seharusnya untuk pertumbuhan malah dipakai untuk penyembuhan," kata Fika.

Demikian juga pada usia lima. Menurut Fika, kalau pertumbuhan general anak turun, tidak sesuai, otomatis pertumbuhan otak juga akan terganggu.

"Inilah yang menyebabkan mengapa stunting dihubungkan dengan pertumbuhan otak, karena dia sejajar berjalan bersamaan," Fika menekankan.

 

 

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Menkes Soal Program Penurunan Stunting di Indonesia

Lebih lanjut Fika mengatakan bahwa tren stunting saat ini memang mengalami penurunan, tapi angkanya masih di 24,4 persen. Sementara pemerintah menargetkan penurunan stunting menyentuh 14 persen pada 2024.

Namun, kata Fika, secercah harapan ada bila melihat 11 program penurunan stunting yang dicanangkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin.

"Yang menarik adalah adanya pemberian makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil kemudian di dalamnya ada protein hewani. Di remaja putri diberikan edukasi, kemudian pada bayi harus diberi ASI eksklusif dan PMT protein hewani pada bayi dua tahun," kata Fika.

Fika, mengatakan, ini merupakan intervensi spesifik yang bagus. Pemerintah mulai berbicara asupan makanan tambahan dan diperjelas protein hewani berupa sebutir telur setiap hari dari usia enam sampai 23 bulan.

"Dulu ngomongin susu saja anti. Jadi, dengan adanya ini, ibunya diberitahu bahwa anaknya jangan dikasih makan yang aneh-aneh," katanya.

Menkes: Protein Hewani Dibutuhkan untuk Mengurangi Stunting 

Terkait adanya protein hewani di dalam program penurunan stunting yang dicanangkannya tahun ini, Menkes Budi mengatakan bahwa sumber zat gizi satu ini pantang diabaikan bila ingin anak sehat.

Menurut Budi penyebab stunting ada dua, karena masalah gizi dan non gizi atau gara-gara infeksi. Sederhananya, stunting bisa terjadi karena kekurangan gizi atau terserang infeksi saat bayi.

"Jangan sampai dia infeksi, jangan sampai juga dia kurang gizi, nanti stunting," kata Budi kepada Health Liputan6.com saat mengikuti kegiatannya mengunjungi sejumlah SMP dan SMA di Kabupaten Cibinong, Bogor, belum lama ini.

Infeksi bisa terjadi karena jamban atau airnya di tempat tinggalnya kurang bersih, tapi permasalahan itu bukan urusan Kemenkes RI. Tugas jajarannya memastikan anak cukup gizi.

"Untuk bayi yang stunting, itu kita lihat, yang berisiko paling tinggi ada di umur enam sampai 24 bulan. Itu ASI eksklusifnya sudah selesai," katanya.

"Setelah itu dia harus dikasih makanan tambahan. Makanan tambahan itu yang dibutuhkan adalah protein hewani. Semua penelitian bilangnya yang dibutuhkan itu adalah protein hewani, kalau kita mau mengurangi stunting," Menkes menambahkan.

Itu sebabnya Kemenkes RI mendorong makanan tambahan bagi bayi dua tahun adalah protein hewani. Tidak perlu yang mahal, cukup sebutir telur setiap hari.

"Yang paling gampang itu telur karena kalau daging mahal, ayam dan ikan tidak semuanya daerah punya," katanya.

"Telur itu relatif lebih gampang. Kasih telur anak-anak enam bulan sampai 24 bulan, cegah dia dari stunting," Menkes menekankan.

 

 

4 dari 4 halaman

Anak Stunting karena Kadar Asam Emino Esensial Rendah

Hal senada juga diungkap Ketua Umum IDAI periode 2021-2024, dr Piprim Basarah Yunarso SpA(K) bahwa stunting dan protein hewani saling berhubungan.

Sebab, kata Piprim, dari penelitian-penelitian yang ada sudah jelas dikatakan anak yang stunting karena kadar asam emino esensial di dalam tubuhnya lebih rendah dibanding anak normal.

"Jadi, linear growth itu faktor penentunya adalah protein dan asam amino esensial. Kalau asam amino esensial rendah, dia enggak panjang tulangnya," kata Piprim kepada Health Liputan6.com dalam sebuah kesempatan.

Oleh sebab itu, Piprim mengatakan bahwa IDAI mendukung program penurunan stunting yang dicanangkan Menkes Budi Gunadi Sadikin.

"Protein hewani itu harus keluar. Soalnya, yang keluar selama ini adalah biskuit. Padahal, untuk promotif dan preventif stunting adalah gerakan makan telur setiap hari atau gerakan makan ikan setiap hari," katanya.

"Gerakan makan telur dan ikan itu adalah realfood revolution, bukan malah biskuit," Piprim menambahkan.

Dukungan Pihak Swasta

PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA) memiliki kegiatan sosial dalam upaya pencegahan stunting.

Direktur Corporate Affairs JAPFA, Rachmat Indrajaya, mengatakan, pihaknya mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan angka stunting di antaranya melalui kegiatan JAPFA for Kids dan Posyandu Berdaya.

"Kami berkomitmen untuk tidak hanya fokus pada aspek ekonomi saja (profit), melainkan juga pada aspek sosial (people) dan lingkungan (planet) yang membuat perusahaan dapat berjalan dengan seimbang," katanya.

"Kegiatan AKJJ ini juga merupakan wujud komitmen kami dalam mendukung pencegahan stunting melalui upaya edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya gizi seimbang dan protein hewani kepada masyarakat melalui peran penting media," Rachmat menekankan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.