Sukses

Pakar : Zat Kimia Dalam Kemasan Pangan Tak Sampai Timbulkan Epidemi Apalagi Pandemi

Perlu dilihat mendalam apakah zat kimia dalam kemasan pangan bisa sebabkan epidemi, pandemi, dan endemi

Liputan6.com, Jakarta Zat-zat kimia yang digunakan sebagai bahan pembantu pembuatan kemasan pangan disebut oleh Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Dr Hermawan Saputra SKM MARS CICS, tidak sampai menimbulkan epidemi.

Biasanya, lanjut Hermawan, yang menyebabkan epidemi adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus, protozoa, dan cacing.

Menurut Hermawan, jika menyebabkan penyakit tapi penyebabnya dari unsur kimia atau zat kimia, biasanya risiko penyakitnya keracunan seperti gangguan pernapasan, hingga kanker.

"Tetapi itu degeneratif atau tidak menular, dan juga biasanya tidak sampai menimbulkan epidemi," kata Hermawan dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat, 1 Juli 2022.

Dia melanjutkan dengan menjelaskan beberapa istilah terkait skala penyakit di masyarakat. Pertama, epidemi adalah jika kenaikan kasus suatu penyakit terjadi berkali-kali lipat dalam skala yang lokal di daerah tertentu, dan pada akhirnya menimbulkan pengaruh dalam konteks kehidupan.

"Jadi, disebut epidemi jika tipe penyakit-penyakit yang ada itu lahir pada suatu tempat tertentu dan berkali-kali lipat dalam periode waktu yang ada," katanya.

Kedua ada pandemi yaitu kejadian epidemi yang meluas ke seluruh dunia atau masuk ke berbagai negara, dan memengaruhi banyak sektor kehidupan.

Dijelaskan Hermawan, biasanya pandemi ini yang mengumumkan sekaligus memiliki kewenangan secara global adalah Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Disebut Endemi Jika

Ketiga adalah endemi yang dijelaskan Hermawan menyangkut penyakit tertentu yang bertahan di suatu negara dan sifatnya laten. Penyakit itu risikonya sudah terkendali dengan berbagai macam obat yang sudah ditemukan seperti vaksin, contohnya COVID-19.

Kasus COVID-19, kata Hermawan, awalnya adalah epidemic disease yang hanya terjadi di Kota Wuhan yang merupakan ibukota Provinsi Hubei, Tiongkok. 

Namun, lama kelamaan, kasus tersebut meluas dan menular seluruh dunia. Yang membuat WHO menetapkan statusnya menjadi pandemi pada April 2022 karena sudah meluas dan memengaruhi berbagai sektor kehidupan hingga saat ini. 

Dia, melanjutkan, yang paling sering menjadi penyebab terjadinya endemi dan pandemi itu adalah virus dan utamanya itu dari rumpun virus influenza. Hal itu terjadi karena penularan penyakit yang disebabkan yang begitu cepat.

 

3 dari 4 halaman

Endemi karena Keracunan Zat-Zat Kimia?

Hermawan pun menekan bahwa sejauh ini belum ada endemi yang disebabkan faktor keracunan zat-zat kimia dari kemasan pangan. Lantaran penyakit-penyakit yang muncul akibat hal tersebut adalah penyakit yang tidak menular, seperti peradangan, risiko kanker, dan gangguan pernapasan.

"Biasanya yang sering menyebabkan endemi itu adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus, kemudian cacing. Itu bisa menular yang kadarnya bahkan bisa memunculkan epidemi bisa naik dalam skala global," Katanya.

"Tetapi kalau penyakit tertentu yang disebabkan zat kimia apakah itu terkandung dalam bungkus kemasan dan seterusnya itu resikonya biasanya penyakit-penyakit yang degeneratif tapi sulit skalanya besar," Hermawan menambahkan.

 

4 dari 4 halaman

Seberapa Besar Bahaya Bahan Kimia Bisfenol A (BPA)

Sebelumnya, epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono mengatakan bahwa bahan kimia Bisfenol A (BPA) yang ada dalam kemasan galon guna ulang berpotensi membahayakan kesehatan dan kesehatan publik. Dia mencemaskan soal bahaya BPA di kemasan galon guna ulang itu bersifat global.

Namun, Kepala Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, Dr (HC) dr. Hasto Wardoyo SpOG, mengatakan diperlukan penelitian antar center untuk benar-benar membuktikan bahwa air kemasan galon guna ulang bisa menyebabkan infertilitas atau gangguan kesuburan pada sistem reproduksi pria dan wanita.

Menurut Hasto, kalau baru info awal dan belum berbasis bukti yang level of evidence-nya kuat, perlu berhati-hati untuk menyampaikannya ke publik.

"Itu masih butuh riset multi center saya kira agar menjadi bukti yang kuat," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.