Sukses

Kasus COVID-19 Naik, Ini Lama Masa Isolasi Subvarian BA.4 dan BA.5

Omicron BA.4 dan BA.5 memiliki kemampuan lebih cepat menular dibandingkan dengan Omicron varian sebelumnya. Namun sejauh ini, masa isolasinya masih sama dengan varian-varian yang telah ada sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta Dalam sepekan terakhir, kasus COVID-19 di Indonesia terus berada di atas seribu per harinya. Kenaikan ini disebabkan oleh subvarian Omicron baru BA.4 dan BA.5.

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 RI, Prof Wiku Adisasmito mengungkapkan bahwa kasus COVID-19 di Indonesia telah mengalami kenaikan sebanyak 105 persen dalam seminggu belakangan.

"Dilihat pada kasus mingguan, terjadi kenaikan sebesar 105 persen dari sebelumnya 3.688 pada minggu lalu, menjadi 7.587 di minggu ini," ujar Wiku dalam konferensi pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Indonesia ditulis Kamis, (23/6/2022).

Dalam kesempatan berbeda, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin juga sempat menyebutkan bahwa prediksi puncak kasus akibat Omicron BA.4 dan BA.5 akan terjadi pada pekan kedua atau ketiga bulan Juli.

Kenaikan kasus akibat dua subvarian Omicron tersebut tak hanya terjadi di Indonesia, melainkan di negara-negara lainnya.

Diketahui, BA.4 dan BA.5 memiliki tingkat keparahan yang lebih rendah namun memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi dari varian Omicron sebelumnya.

Lalu, bagaimana soal masa isolasinya? Apakah terdapat perbedaan antara subvarian Omicron sebelumnya dengan yang satu ini?

Wiku pun mengungkapkan bahwa masa isolasi untuk COVID-19 yang berlaku hingga saat ini masih sama dengan varian-varian sebelumnya.

"Sejauh ini pemerintah masih menerapkan prosedur isolasi sebagaimana yang diatur sebelumnya yaitu 10 hari jika sudah bebas gejala, dengan 3 hari tambahan untuk pemantauan," kata Wiku.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Akan Diperbaharui Berkala

Lebih lanjut Wiku mengungkapkan bahwa nantinya pemerintah akan melakukan pembaharuan secara berkala jikalau memang terdapat perubahan tatalaksana COVID-19, termasuk soal masa isolasi.

"Pemerintah akan terus memberikan update jika terdapat perubahan termasuk soal tatalaksana pasien COVID-19," kata Wiku.

Sebelumnya, Wiku pun sempat menyebutkan bahwa kenaikan kasus COVID-19 yang terjadi seminggu belakangan ini dapat dijadikan alarm untuk meningkatkan kewaspadaan.

Selama enam hari berturut-turut, kasus terus berada di atas angka seribu. Meskipun angka ini terbilang tidak tinggi dibandingkan jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan. Namun dengan jumlah kasus yang selalu kita pertahankan dibawah angka seribu selama dua bulan terakhir, ini merupakan alarm yang perlu kita waspadai," ujar Wiku.

Kenaikan kasus tersebut ikut berimbas pada jumlah kasus aktif COVID-19 di Indonesia, yang mana juga ikut mengalami kenaikan.

Pada pekan lalu, kasus aktif di Indonesia masih berada pada angka 4.734 kasus. Sedangkan pada minggu ini, kasus aktif di Indonesia telah naik hingga 8.594 kasus.

3 dari 4 halaman

Penyumbang Kasus Tertinggi

Berdasarkan perbandingan data pada tanggal 12 dan 19 Juni 2022, Wiku mengungkapkan bahwa terdapat 19 provinsi yang mengalami kenaikan kasus aktif COVID-19 di Indonesia.

Namun lima provinsi tertingginya adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Bali, dan Jawa Timur.

"Angka ini disumbangkan paling banyak oleh DKI Jakarta yaitu naik 2.769 kasus. Jawa Barat naik 686 kasus, dan Banten naik 285 kasus," ujar Wiku

Sedangkan Bali sendiri mengalami kenaikan sebanyak 109 kasus dari 222 menjadi 331, dan Jawa Timur naik 63 kasus dari 161 menjadi 224 kasus.

Kenaikan kasus tersebut ternyata juga ikut berimbas pada jumlah kasus aktif COVID-19 di Indonesia, yang mana juga ikut mengalami kenaikan.

Pada pekan lalu, kasus aktif di Indonesia masih berada pada angka 4.734 kasus. Sedangkan pada minggu ini, kasus aktif di Indonesia telah naik hingga 8.594 kasus.

4 dari 4 halaman

Angka Kematian dan Positivity Rate Naik

Begitupun dengan angka kematian dan positivity rate di Indonesia yang saat ini tengah mengalami kenaikan. Sejauh ini, angka kematian tertinggi dalam sepekan terakhir berada pada angka 44.

"(Angka kematian) dari 28 menjadi 44. Meskipun jumlah ini tidak besar dibandingkan dengan jumlah kasus positif, selalu saya tekankan satu kematian saja terbilang nyawa dan apabila kematian mulai mengalami kenaikan, perlu kita evaluasi bersama dan segera mitigasi agar tidak terus meningkat," kata Wiku.

Sedangkan dalam hal positivity rate, menurut Wiku, Indonesia masih berada dalam garis aman yang ditentukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar lima persen.

positivity rate di Indonesia mengalami kenaikan berturut-turut dari yang sebelumnya 0,33 persen di minggu keempat bulan Mei, menjadi 2,23 persen pada minggu ini.

"Kabar baiknya, positivity rate ini masih dibawah lima persen dan masih dapat dikatakan aman. Tentunya angka ini harus tetap kita tekan hingga tidak mendekati lima persen dengan terus gencar meningkatkan testing di tengah masyarakat," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.