Sukses

Sering Diremehkan, Inilah Gunanya Stimulasi Multisensorik pada Bayi

Stimulasi multisensorik memiliki banyak kegunaan untuk bayi

Liputan6.com, Jakarta - Istilah stimulasi sensorik dan multisensorik mungkin belum terlalu akrab di telinga para orangtua yang memiliki bayi atau balita.

Padahal, stimulasi multisensorik sangat penting guna mendukung perkembangan anak terutama di dua tahun pertama usianya.

Dalam siaran langsung di akun Instagram @teman_parenting belum lama ini, dr Melia Yunita SpA menjelaskan bahwa stimulasi dan nutrisi adalah dua faktor penting dalam tumbuh kembang anak. Stimulasi bermanfaat memaksimalkan perkembangan otak anak.

"Selama ini para orangtua lebih familiar dengan pemenuhan nutrisi dan melupakan stimulasi," kata dr Melia.

Dijelaskan Melia bahwa stimulasi akan membuat sel-sel otak anak saling terhubung sehingga bisa memahami informasi.

"Setiap satu kali stimulasi, artinya kita sedang membentuk serabut-serabut saraf di otak anak," dia menambahkan.

Agar anak cerdas dan cepat mengerti, stimulasi perlu dilakukan terus menerus atau berulang-ulang. Setelah memahami pentingnya stimulasi, perlu diperhatikan area yang perlu distimulasi.

Menurut Melia, stimulasi harus dilakukan bersamaan pada kelima indra yang tengah berkembang. Inilah yang kemudian dikenal dengan area sensorik, yaitu terdiri dari indra penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan atau taktil.

"Kelima indra ini yang perlu dieskplorasi dengan stimulasi tepat, dikenal dengan stimulasi multisensorik. Artinya, dalam satu kali kegiatan dan satu waktu, orang tua bisa sekaligus melakukan stimulasi pada seluruh indra si Kecil," katanya.

Penelitian sudah banyak dilakukan dan membuktikan bahwa ternyata anak yang terbiasa mendapatkan stimulasi multisensorik akan lebih bahagia, tidak stres, dan banyak tersenyum atau tertawa.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dimulai sejak lahir

Stimulasi multisensorik bisa dimulai segera setelah bayi lahir yakni melalui Inisiasi Menyusui Dini (IMD). IMD, kata Melia, adalah aktivitas stimulasi multisensorik yang sangat lengkap.

IMD menstimulasi semua indra bayi. Pertama, penglihatan. Meskipun pandangan bayi masih sangat terbatas, dia hanya bisa melihat warna kontras hitam dan putih, tapi bayi bisa langsung mengarah pada puting ibunya.

Selanjutnya, stimulasi pendengaran melalui suara ibunya. Saat IMD dianjurkan ibu maupun ayahnya mengajak bayi berbicara 'Akhirnya kamu lahir juga ya nak ke dunia' dan perkataan positif lainnya.

Stimulasi indra penciuman terjadi saat bayi yang baru lahir mengenali aroma ibunya. Indra taktil atau perabaan juga terstimulasi dengan baik melalui skin to skin contact.

Terakhir, indra pengecapan bayi terstimulasi saat dia menempel dan merasakan puting ibunya untuk menyusu pertama kali.

 

3 dari 4 halaman

Setelah IMD Harus Bagaimana Lagi?

Setelah IMD, stimulasi multisensorik seharusnya terus berlanjut melalui semua kegiatan sehari-hari selama pengasuhan bayi.

"Kedua orangtua atau orang terdekat harus selalu mengajak bicara bayi saat memberikan ASI, mengganti popok, memandikan, dan semua aktivitas bersama bayi lainnya. Selain berbicara juga berikan sentuhan," ujarnya.

Selain menstimulasi otak, kegiatan stimulasi multisensorik juga akan menguatkan bonding antara orang tua dengan bayi. Yang penting adalah dilakukan dengan konsisten.

"Kedua orang tuanya harus meluangkan waktu dan hadir di setiap aktivitas bersama anak, dan lakukan interaksi dua arah. Tidak ada gunanya memberikan banyak mainan tetapi anak dibiarkan bermain sendiri," Lia menambahkan.

4 dari 4 halaman

Jangan Overstimulasi

Melia mengingatkan ada beberapa hal yang sebaiknya dihindari dalam melakukan stimulasi multisensorik, yaitu overstimulasi atau melakukannya secara berlebihan.

Contohnya, paparan layar (screen time) baik televisi, komputer, maupun gawai sebelum anak berumur dua tahun.

Menurut Melia, semua tayangan di layar, memang dibuat sangat menarik untuk anak.

"Namun bila dipaparkan pada anak yang usianya belum seharusnya terpapar layar, tetap disebut overstimulasi. Ada batasan kapasitas anak menerima stimulasi dan jika berlebihan akan berbahaya. Efek paling sering akibat screen time berlebihan adalah speech delay," pungkas Lia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.