Sukses

Kasus Hepatitis Akut pada Anak, Pemerintah Sebut Alasan Tak Tutup Sekolah

Pemerintah belum ada rencana untuk menutup sekolah karena adanya kasus dugaan hepatitis akut pada anak-anak.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah belum ada rencana untuk menutup kegiatan belajar mengajar di sekolah terkait kasus dugaan hepatitis akut pada anak-anak. Hal ini disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi.

"Kita sama sekali tidak ada kebijakan untuk kalau nanti ada kasus hepatitis akut di sebuah sekolah kemudian sekolahnya kita tutup," kata Nadia dalam diskusi dialektika demokrasi bertema "Hepatitis Akut Mengancam, Bagaimana Antisipasinya?", Kamis (19/5/2022).

Menurut Nadia, hal ini karena pola dan kecepatan penularan hepatitis akut berbeda dengan COVID-19. "Penyakit ini akan lebih mudah ditangani dengan mengenali gejala dan deteksi dini," katanya.

Nadia menerangkan, penyebaran dan penularan hepatitis akut di Indonesia masih relatif terkendali. Berdasarkan data kasus di Indonesia yang dimiliki Kemenkes, tercatat tujuh di antara 14 kasus hepatitis akut terjadi pada usia di bawah lima tahun, tiga orang dengan usia 11-16 tahun, dan empat orang berusia 5-10 tahun.

"Risiko anak di bawah lima tahun lebih besar. Jadi kami merasa tidak perlu melakukan evaluasi pembelajaran tatap muka (PTM)," ucapnya, dikutip Antara.

Guna mencegah penyebaran hepatitis akut di sekolah, Kemenkes akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

"Kita akan mengeluarkan informasi serta program bagaimana edukasi yang bisa dilakukan sekolah dalam mengantisipasi hepatitis akut, termasuk memperkuat program UKS (Unit Kesehatan Sekolah)," tuturnya.

Di samping itu, pihaknya akan mendorong sekolah bekerja sama dengan puskesmas setempat untuk menjalankan surveilans."Kalau ada kasus segera lakukan pelacakan, dilakukan kontak investigasi dan gak perlu dilakukan penutupan sekolah," ucapnya.

Ia mengimbau masyarakat tetap menerapkan pola hidup bersih dan sehat, dengan rajin mencuci tangan, tidak makan sembarangan, serta tidak berbagi alat makan dengan orang lain.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1 Kasus Probable, 13 Pending Classification

Menurut Nadia, saat ini di seluruh dunia belum ada kasus konfirmasi karena belum jelas penyebab penyakit hepatitis akut ini. 

"Karena belum ketemu jenis penyebabnya, dan masih banyak sekali asumsi-asumsi yang mengatakan ini adalah disebabkan oleh mutasi virus hepatitis tapi belum tahu hepatitis jenis yang mana," katanya.

"Alasan kedua kasus ini belum disebut konfirmasi adalah temuan adenovirus pada kasus-kasus yang ditemukan. Ketiga adalah kemungkinan infeksi yang bersamaan dengan COVID-19 meski tidak ada bukti sehingga tetap kasus konfirmasi itu masih kosong," jelasnya.

Indonesia mencatat satu kasus probable yang hasilnya sudah final bahwa dia bukan dari Hepatitis A sampai E, ataupun penyebab bakteri ataupun penyakit lainnya. 

"Ditambah dengan 13 kasus yang masih pending klasifikasi jadi pengelompokannya itu kategorinya itu memang masih berkembang," katanya.

 

3 dari 4 halaman

Mungkin Jadi Pandemi Hepatitis Akut?

Dilihat dari perkembangan kasus dan penambahan kasus, hepatitis akut misterius ini masih berkembang namun kemungkinan untuk menjadi pandemi sangat kecil.

"Kondisinya tidak akan mengancam dan menyebabkan aktivitas masyarakat terganggu. Tetapi perlu kita waspadai," katanya.

Nadia mengatakan, bagaimana pun WHO telah memperingatkan penyakit hepatitis akut ini kemungkinan menjadi KLB (Kejadian Luar Biasa). "Dalam epidemiologi itu tahapan-tahapan penyakit itu kan mulai dari peningkatan kasus Kejadian Luar Biasa (KLB), wabah, endemi dan pandemi."

Jadi, lanjut Nadia, hal yang perlu diwaspadai adalah gejala hepatitis akut berat ini. "Gejalanya mirip dengan Hepatitis A yang penularannya melalui fekal-oral atau melalui makanan."

Untuk itu, Nadia mengimbau agar masyarakat selalu cuci tangan dan tidak makan sembarangan serta tidak berbagi alat makan dengan orang lain. Selain itu ke Puskesmas kalau kemudian ada demam kuning. Nanti petugas melakukan namanya kontak investigasi--seperti tracing COVID-19.

"Nanti akan dilacak, pernah nggak makan bersama, apa sumber air minumnya, gejalasanya seperti apa, terakhir diambil spesimen BAB-nya untuk melihat jenis virus kalau ada gejala kuning tadi. Dengan peningkatan kewaspadaan ini, bia menekan kasus," ujarnya.

4 dari 4 halaman

Waspada Bila Anak Alami Gejala Berikut

Untuk mencegah penyakit ini, Nadia menyampaikan beberapa hal yang bisa dilakukan seperti deteksi dini dari masyarakat dan orang tua.

"Kalau di luar negeri, gejala terbanyak itu kuning. Kalau di kita, gejala terbanyak itu mual makanya guru- guru kita harus tahu kalau anak mual, muntah dan diare," jelasnya.

Nadia juga mengingatkan pentingnya imunisasi hepatitis B bagi anak di bawah usia 1 tahun. "Bagaimana pun tetap lebih baik kita memberikan proteksi tambahan pada anak. Jadi kami menganjurkan untuk para orang tua yang anaknya belum mendapatkan vaksinasi Hepatitis B terutama yang berada pada usia 1 tahun ke bawah untuk melakukan imunikasi," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.