Sukses

HEADLINE: Menko PMK Klaim Secara De Facto Indonesia Sudah Menuju Endemi, Faktanya?

Sejumlah indikator menunjukkan, Indonesia telah mulai bertransisi dari pandemi COVID-19 menuju fase endemi.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah indikator menunjukkan, Indonesia telah mulai bertransisi dari pandemi COVID-19 menuju fase endemi. Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.

Muhadjir menyebut, indikator-indikator tersebut seperti angka kasus aktif COVID-19 hingga kematian yang menunjukkan penurunan.

"Intinya pokoknya dilihat dari angka kasus aktif, positivity rate, tingkat okupansi rumah sakit, kemudian angka kematian sekarang sudah ada tanda-tanda bukan tertinggi dari penyakit yang ada," kata Muhadjir dalam keterangannya, Kamis (12/5/2022).

Berdasarkan survei internal yang telah dilakukan Kemenko PMK di 18 Rumah sakit DKI Jakarta pada Februari 2022, saat ini angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia telah turun di peringkat ke-14.

"Yang paling tinggi kematian itu kanker, kemudian pneumonia, peneumonia non spesifik, dan sekarang COVID-19 yang meninggal sudah di ranking 14. Jadi sudah bukan lagi ancaman," jelas Muhadjir.

Meskipun memang kasus COVID-19 sudah semakin membaik, dia meminta masyarakat untuk tetap waspada dan berhati-hati. Mengingat kasus meninggal dan yang terjangkit juga masih ada.

"Tetapi dilihat dari beberapa indikator itu kita sebetulnya de facto (secara fakta) sudah menuju ke endemi," kata Muhadjir.

Dia mengatakan, transisi pandemi ke endemi ini dipertaruhkan paling tidak dua minggu setelah Idul Fitri. Apabila pasca Idul Fitri tidak ada tambahan kasus yang signifikan, maka menurutnya, COVID-19 di Indonesia akan segera menjadi endemi.

"Taruhannya setelah libur tahunan ini. Kalau nanti setelah Idul Fitri, 2 minggu atau 3 minggu nanti tidak ada kenaikan kasus. Maka kita optimis segera transisi ke endemi," kata Muhadjir. 

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Abraham Wirotomo pun optimistis skema pasca pandemi semakin dekat. Terlebih, kata dia, situasi COVID-19 terus terkendali selama delapan minggu terakhir.

"Sejak 24 Maret hingga 12 Mei atau selama delapan minggu, angka reproduction rate konsisten di angka 1. Ini artinya selama 8 minggu, pandemi Covid-19 sudah terkendali, dan skema pandemi berakhir semakin dekat," kata Abraham, Jumat (13/5/2022).

Kendati begitu, dia menyampaikan pemerintah masih tetap menerapkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Pemerintah juga terus memonitor angka kasus hingga beberapa minggu ke depan, untuk memastikan apakah ada lonjakan kasus. 

Dia pun mengingatkan masyarakat untuk tidak tergesa-gesa mengendorkan protokol kesehatan. Masyarakat diminta menunggu hasil evaluasi penanganan COVID-19 pasca mudik lebaran.

"Prokes jangan sampai kendor. Jangan sampai masa kelam pandemi terulang. Kalau bisa kita sama-sama akhiri pandemi di tahun ini, dan fokus pada pemulihan ekonomi," tutur dia.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyatakan, pelaksanaan mudik dan perayaan Idul Fitri 2022 merupakan momentum pengakhiran pandemi COVID-19. Menurutnya, pelaksanaan mudik dan Lebaran yang lancar pun bisa jadi indikator penting dalam pengendalian pandemi menuju endemi COVID-19 di Indonesia dan dunia.

"Saya tentu berharap bahwa mudik kali ini menjadi indikator penting Indonesia berhasil mengendalikan pandemi dan sebagai awal dari pengakhiran pandemi, awal dari kita menuju situasi lingkungan endemi COVID-19 di Indonesia dan di dunia," tuturnya, Senin (9/5/2022).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Indonesia Tidak Lagi dalam Fase Kedaruratan

Sementara itu, Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan, Indonesia tidak lagi dalam fase kedaruratan merespons pandemi COVID-19, melainkan transisi menuju endemi. 

"Sebagaimana tertera pada data COVID-19 terkini, tampak adanya penurunan tren angka kasus COVID-19, perawatan di rumah sakit, termasuk layanan intensif dan kematian akibat virus Corona," ungkap Wiku di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta pada Selasa, 10 Mei 2022.

"Bisa dikatakan bahwa saat ini Indonesia sudah tidak lagi berada dalam kondisi kedaruratan dalam merespons pandemi COVID-19 dan mulai bertransisi menuju fase endemi." 

Kabar membaiknya situasi COVID-19 juga terlihat dari tingkat hunian tempat tidur COVID-19 dan perilaku masyarakat. Adanya mobilitas tinggi, terutama selama libur Lebaran turut mendongkrak pemulihan ekonomi.

"Hal lain juga tecermin pada mulai menurunnya tempat hunian tempat tidur COVID-19 dan perilaku sosial ekonomi masyarakat, misalnya pertumbuhan ekonomi meningkat, angka pengangguran menurun, indeks belanja meningkat, dan mobilitas (tinggi) masyarakat ke luar rumah," papar Wiku.

Situasi COVID-19 di Indonesia dengan pencapaian baik secara rinci dapat dilihat dari sejumlah faktor, antara lain:

  1. Rawat inap menurun 97 persen
  2. Tingkat hunian tempat tidur COVID-19 2 persen
  3. Kasus kematian akibat COVID-19 menurun hingga 98 persen
  4. Positivity rate nasional sebesar 0,7 persen           

Walaupun Indonesia memasuki transisi endemi, Wiku Adisasmito mengingatkan, pengendalian COVID-19 terus dilakukan dengan menyesuaikan situasi terkini. Pengawasan terhadap varian virus Corona dan perkembangan COVID-19 global juga terus dipantau.

"Ingat, bukan karena kondisi yang terkendali, maka pengendalian COVID-19 tidak dilakukan. Tetapi pengendalian beserta pengawasan akan tetap dijalankan dengan bentuk yang harus menyesuaikan situasi dari kondisi terkini," ujarnya.

"Hal ini juga menjadi landasan kuat Pemerintah Indonesia untuk tidak gegabah, agar pertahanan yang dilakukan berbulan-bulan pasca lonjakan kasus COVID-19 terakhir, dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang."

Demi memastikan situasi COVID-19 nasional sepenuhnya terkendali, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) masih tetap diberlakukan sebagai instrumen pengendalian COVID-19 yang secara fakta telah mampu melandaikan kondisi kenaikan dan mempertahankan kasus terkendali hingga saat ini.

3 dari 7 halaman

Pandemi Terkendali

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan, terlalu dini menyebut Indonesia sudah masuk tahap endemi. Menurut dia yang lebih tepat bahwa saat ini Indonesia berada pada tahap pengendalian pandemi COVID-19.

"Kalau kita bilang sudah mulai endemi, itu tidak bisa diputuskan oleh Indonesia sendiri. Pasti kita perlu berkonsultasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO untuk situasi ini," kata Nadia saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Jumat, 13 Mei 2022.

Dijelaskan Nadia, meski kasus COVID-19 harian di Tanah Air turun setiap harinya, tapi kasus terkonfirmasi virus Corona masih di angka 300 s/d 400 jiwa. Sementara, kata Nadia, Indonesia pernah memiliki kasus harian COVID-19 yang hanya 100 s/d 150 jiwa.

"Walaupun indikator-indikator seperti terkait angka positif, angka keterisian rumah sakit, dan angka lainnya sudah turun --- seperti di September s/d Desember tahun lalu --- tapi kalau melihat angka konfirmasi, masih cukup tinggi angkanya," Nadia melanjutkan.

Artinya, apabila dibandingkan dengan puncak kasus COVID-19 varian Omicron, memang sudah rendah tapi pemerintah ingin kondisi ini lebih bisa dikendalikan. Terutama, kata Nadia, angka reproduksi virus Corona di Indonesia masih 1, bahkan beberapa daerah di atas 1.

Nadia tidak memungkiri bahwa masyarakat awam akan beranggapan kasus COVID-19 di Indonesia mengalami penurunan tiap melihat tabel kasus harian. Apalagi kasus sembuh juga besar dan yang meninggal semakin kecil.

Hal itu juga yang terus dilihat pemerintah. Apalagi pemerintah juga harus melihat kondisi sesudah arus mudik dan arus balik seperti apa.

"Apakah ada peningkatan kasus atau lonjakan kasus. Jadi, situasi saat ini masih belum terlalu stabil. Ini yang masih terus kita monitoring," katanya.

Pemerintah, lanjut Nadia, juga masih harus memastikan apakah betul kalau nanti dilihat pada periode tertentu, indikator-indikator dari pandemi COVID-19 benar-benar terkendali.

"Makanya, kita harus lihat lagi pasca mudik dan pasca arus balik. 10 sampai 14 hari ke depan apakah terjadi peningkatan kasus atau cluster-cluster yang banyak terjadi," kata Nadia.

"Nah, ini kan belum, jadi, belum bisa kita nyatakan masuk pada endemi. Mungkin ke arah-arah pandemi terkendali, itu mungkin lebih tepat," pungkas Nadia.

4 dari 7 halaman

Indonesia Masuk Fase Deselerasi

Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan, Indonesia sudah terlihat memasuki fase transisi menuju akhir pandemi COVID-19.

"Sebelum ke arah akhir pandemi memang dibutuhkan fase transisi dan Indonesia sudah masuk itu," kata Dicky lewat pesan suara ke Health-Liputan6.com pada Jumat (13/5/2022).

Ada beberapa indikator yang memperlihatkan Indonesia masuk ke fase transisi menuju akhir pandemi COVID-19. Dicky mengatakan Indonesia sudah masuk fase deselerasi. Ini adalah kondisi ketika terjadi penurunan kasus disertai dengan perbaikan modal imunitas lewat imunisasi dan respons lainnya.

Dicky mengingatkan meski Indonesia sudah masuk ke awal fase transisi bukan berarti bebas dari ancaman COVID-19. Masih ada ancaman virus serta varian turunan SARS-CoV-2 yang mungkin bisa terjadi peningkatan kasus di negara ini jika abai atau santai terhadap protokol kesehatan. 

"Ancaman belum berhenti. Ada ancaman varian BA.4, BA.5 yang bisa mengalahkan parentalnya yakni BA.2 dan berpotensi masuk Indonesia dan meningkatkan jumlah kasus," kata Dicky yang merupakan peneliti Global Health Security dan Pandemi pada Center for Environment and Population Health di Griffith University Australia ini. 

Perubahan status pandemi COVID-19 di Indonesia, kata Dicky, harus diarahkan ke status terkendali, bukan endemi. Status terkendali pada COVID-19 adalah kondisi ketika tidak terjadi penambahan kasus atau ada penambahan tapi hanya ada di wilayah tertentu.

"Kalau bicara akhir pandemi COVID-19, target kita secara nasional harusnya mengarah ke status COVID-19 terkendali, bukan endemi," kata Dicky.

"Endemi itu buruk dan berbahaya. Artinya masih ada orang sakit dan meninggal (karena COVID-19)," terang Dicky.

Meski begitu, dalam sebuah negara mungkin juga ketika pandemi sudah dicabut oleh WHO ada wilayah yang memiliki status COVID-19 epidemi atau endemi.

"Mungkin masih ada yang masuk status endemi atau epidemi, hal ini terkait dengan cakupan vaksinasi yang buruk serta perilaku masyarakat yang buruk," katanya. 

Endemi berarti suatu kondisi penyakit selalu ada atau tidak bisa kasusnya nol. Contoh kasus endemi adalah malaria.

Sementara itu bila epidemi adalah suatu kondisi ketika muncul ledakan kasus beberapa kali dalam setahun seperti muncul gelombang-gelombang kasus. Di antara gelombang tersebut ada kasus tapi terkendali.

5 dari 7 halaman

Pemerintah Perlu Siapkan Roadmap Menuju Endemi

Anggota Komisi IX DPR, Kurniasih Mufidayati, meminta pemerintah membuat roadmap terukur transisi persiapan Indonesia dari fase pandemi menuju endemi.

Roadmap terukur transisi ini perlu mulai disiapkan seiring dengan melandainya kasus dan dimulainya beberapa pelonggaran aktivitas masyarakat termasuk mudik tahun 2022.

Kurniasih mengatakan, ada harapan besar publik agar pandemi di Indonesia bisa segera berakhir. Harapan besar ini harus ditangkap dengan fase yang jelas dan terukur sampai nanti WHO menetapkan Pandemi Covid-19 menjadi endemi.

“Wewenang menetapkan status pandemi menjadi endemi memang mengacu ke WHO. Tapi jalan menuju ke sana harus dipersiapkan dengan roadmap dan terukur. Harus terukur dengan indikator yang jelas pada setiap fase agar mudah dilakukan evaluasi dan publik juga bersiap dengan kebijakan per fase menuju endemi,” kata Kurniasih, Jumat (14/5/2022).

Kurniasih menyebut saat ini sudah dilakukan beberapa pelonggaran bagi aktivitas masyarakat, meski dengan penuh kewaspadaan. Hal yang penting terutama kelonggaran pada sektor-sektor ekonomi yang menyangkut masyarakat banyak.

“Longgarkan syarat perjalanan pada daerah dengan cakupan vaksinasi tinggi dan positif aktif sangat rendah. Berikan stimulus kepada UMKM yang terdampak pandemi agar proses recovery berlangsung lebih cepat,” kata Kurniasih. 

Hal-hal di atas bisa masuk dalam parameter dari setiap fase sebelum menuju ke endemi. Termasuk yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah capaian vaksin booster.

“Salah satu perlunya indikator juga terkait target waktu. Meski wewenang ada di WHO, tapi kita bisa menargetkan waktu kapan menuju siap memasuki fase endemi. Timeline waktu penting karena berkaitan dengan program dan juga anggaran. Jadi targetnya apa indikator dan target waktu di setiap fase. Bisa dibuat misal fase Pandemi terkendali, fase pra endemi baru memasuki fase endemi,” kata Kurniasih.

6 dari 7 halaman

Perlu Persiapkan Regulasi hingga Infrastruktur

Dicky  mengingatkan ketika masuk fase transisi ke akhir pandemi juga diperlukan persiapan. Persiapan yang perlu dilakukan adalah mulai dari regulasi, prosedur, perilaku dan infrastruktur yang lebih mengurangi potensi penularan COVID-19.

"Perilaku misalnya, memakai masker. Lalu, ketika ada kerumunan dihindari lalu terus menjaga perilaku mencuci tangan dengan sabun. Jadi, ini bukan cuma bicara penularan COVID-19 tapi juga hepatitis dan penyakit lain," kata Dicky.

Lalu, soal persiapan infrastruktur menuju ke arah akhir pandemi COVID-19, salah satunya dengan mengupayakan kualitas udara bersih dengan CO2 di bawah 1000 ppm. Lalu, sirkulasi udara di sekolah, gedung dan kantor dibuat bisa lebih baik.

"Jadi, bukan cuma melihat dari indikator epidemiologi tapi juga mempersiapkan perilaku dan lingkungan," kata Dicky.

Ketika persiapan tersebut sudah dilakukan di masa fase transisi, dan WHO mencabut status pandemi yang mungkin di akhir tahun atau awal tahun 2023, Indonesia sudah siap.

 

7 dari 7 halaman

Endemi Bukan Berarti Virus Corona Hilang

Kurniasih pun mengingatkan jika fase endemi bukan berarti penyakit COVID-19- hilang, tapi lebih terkendali. Sebab itu, publik harus tetap meneruskan kebiasaan baik dalam menjaga diri selama Pandemi.

“Yang baik tentu harus kita teruskan bahkan dijadikan gaya hidup. Endemi bukan berarti penyakitnya hilang. Tapi tetap kita waspadai. Malaria misalnya. Penyakitnya masih ada di wilayah tertentu, sehingga perlu persiapan jika memasuki wilayah endemi Malaria. Begitu juga COVID-19. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus jadi lifestyle baru masyarakat menuju fase endemi,” ungkap Kurniasih. 

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dwi Oktavia juga menyampaikan pesan serupa. Menurutnya, masyarakat nantinya harus memiliki kesadaran yang tinggi di masa endemi karena COVID-19 belum hilang. Artinya, setiap masyarakat harus bisa menjaga kesehatan pribadinya dan tidak menularkan ke orang lain.

"Masyakarat harus tetap diingatkan meski COVID-19 sangat landai, tetapi masih ada, tetap harus mawas diri, prokes. Dan setiap mengalami keluhan harus memeriksakam diri, kemudian pada saat gejala sakitnya misalnya mirip dengan COVID-19 dan hasil pemeriksaan menunjukan COVID-19, ya harus isolasi diri, jadi kesadaran bahwa kita jangan menularkan ke orang lain dan tetap menjaga kesehatan bersama itu perlu dibangun kesadaran kolektif kita," kata dia.

Dwi Oktavia juga meminta pemerintah menyiapkan segala kebutuhan dan fasilitas kesehatan warga di masa endemi. Dia meminta pemerintah menyiapkan tempat-tempat yang mempermudah masyarakat melakukan aktifitas fisik di luar ruangan.

"Supaya enggak malas gerak, itu juga menjadi bagian upaya kita. Karena semakin lama populasi di Jakarta juga makin banyak. Kita hidup di kota besar seperti Jakarta, tingkat stresnya tinggi, jadi kita harus punya sarana mengelola stres," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini