Sukses

Kemenkes: Vaksinasi COVID-19 dan Hepatitis Akut Misterius Tidak Ada Kaitannya

Dipastikan bahwa hepatitis akut misterius tidak ada hubungannya dengan vaksinasi COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar terkait penyakit hepatitis akut misterius yang dikaitkan dengan COVID-19 terutama soal vaksinasi menjadi ramai diperbincangkan.

Hal tersebut lantaran hepatitis akut dengan gejala berat yang tidak diketahui penyebabnya mayoritas terjadi pada anak-anak terutama yang berusia di bawah lima s/d 10 tahun, yang mana belum mendapatkan vaksinasi COVID-19.

Beberapa ahli melihat bahwa hal tersebut mungkin ada kaitannya dengan COVID-19, mengingat COVID-19 merupakan penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi hampir seluruh organ manusia termasuk pada hati (liver).

Terkait hal tersebut, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melalui spesialis anak konsultan gastrohepatologi RS Cipto Mangunkusumo - Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSCM-FKUI), Jakarta, sekaligus lead scientist kasus hepatitis akut misterius di Indonesia, Dr dr Hanifah Oswari pun mengonfirmasi hal tersebut.

"Kejadian ini dihubungkan dengan vaksinasi COVID-19 itu tidak benar, karena kejadian saat ini tidak ada bukti bahwa itu berhubungan dengan vaksinasi COVID-19," ujar Hanifah saat temu media secara daring pada Kamis, 5 Mei 2022.

Hanifah mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada bukti yang menunjukkan adanya kaitan hepatitis akut misterius dengan virus COVID-19.

Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah pun telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/2515/2022 tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology).

Hal tersebut dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan kewaspadaan, pencegahan, dan pengendalian isu hepatitis akut misterius yang terjadi pada anak.

Saat ini, Kemenkes RI juga telah menjadikan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso dan Laboratorium Fakultas Kedokteran UI sebagai laboratorium rujukan untuk pemeriksaan spesimen.

Dalam hal ini, pemerintah juga menganjurkan untuk tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan agar siap untuk melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi termasuk hepatitis akut misterius.

Serta, adanya rumah sakit rujukan di setiap kabupaten dan kota.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

3 Anak Indonesia Meninggal Dunia

Sejauh ini, tiga anak Indonesia telah meninggal dunia dengan dugaan hepatitis akut misterius. Ketiganya berasal dari rumah sakit yang berbeda-beda di kawasan Jakarta.

Ketiganya kemudian dirujuk dan mengembuskan nafas terakhirnya di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta dalam kurun waktu yang berbeda dalam dua minggu hingga 30 April 2022.

Hingga kini, pemerintah melalui Kemenkes masih dalam proses investigasi lebih lanjut soal hepatitis akut misterius yang diduga terjadi pada ketiga anak tersebut.

"Tiga pasien ini datang dalam kondisi yang berat dan semuanya rujukan dari rumah sakit di Jakarta. Kita sudah mencoba merawatnya di ICU dan tidak tertolong karena kondisi pada saat datangnya sudah sangat-sangat berat," ujar Hanifah.

Juru Bicara Kemenkes RI, dr Siti Nadia Tarmizi pun mengonfirmasi kebenaran hal tersebut bahwa memang pasien datang dalam kondisi yang berat.

"Ketiga kasus ini sudah datang pada kondisi stadium lanjut. Jadi memang hanya memberikan waktu sedikit untuk kemudian rumah sakit bisa melakukan tindakan pertolongan," kata Nadia.

Ketiga pasien yang meninggal dunia tersebut ada pada usia dua, delapan, dan 11 tahun. Satu diantaranya yakni yang berumur dua tahun belum mendapatkan vaksin hepatitis maupun vaksin COVID-19.

3 dari 4 halaman

Ada yang Memiliki Riwayat Penyakit Lain

Terkait dugaan berkaitan dengan COVID-19, Nadia menjelaskan bahwa ketiganya juga telah melakukan pemeriksaaan COVID-19 dengan hasil negatif.

Berdasarkan hasil investigasi kontak yang dilakukan Kemenkes dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, satu dari tiga anak yang meninggal tersebut ternyata juga memiliki penyakit penyerta lainnya.

"Satu kasus itu pernah sebenarnya memiliki penyakit lainnya. Ada penyakit lain yang kemudian kita duga hepatitis akut ini," kata Nadia.

"Memang sampai saat ini, ketiga kasus ini belum bisa kita golongkan sebagai hepatitis akut dengan gejala berat tadi. Tetapi masuk pada kriteria yang kita sebut pending klasifikasi karena ada pemeriksaan laboratorium," tambahnya.

Pemeriksaan laboratorium tersebut adalah adenovirus dan hepatitis E yang membutuhkan waktu sekitar 10 hingga 14 hari kedepan.

Dari hasil pemeriksaan sementara, ketiga pasien tersebut juga tidak memiliki riwayat genetik atau turunan dari keluarga yang berkaitan dengan hepatitis atau penyakit kuning.

"Tidak ditemukan faktor riwayat anggota keluarga lain yang menderita penyakit hepatitis atau kuning sebelumnya. --- Juga tidak ada anggota lain yang memiliki gejala sama," ujar Nadia.

4 dari 4 halaman

Keluhan Awal yang Dialami

Lebih lanjut Nadia menjelaskan bahwa keluhan utama yang dilaporkan dari ketiga pasien tersebut adalah mual, muntah, dan diare. Ketiganya juga sempat menguning sebelum akhirnya dibawa ke rumah sakit.

"Keluhan utama seperti yang disampaikan oleh Prof Hanifa adalah keluhan dari saluran cerna, yaitu sebelum kuning dan dibawa ke rumah sakit, ketiga pasien mengalami keluhan mual, muntah, dan diare yang hebat," ujar Nadia.

Sebelumnya, Hanifah menjelaskan bahwa hepatitis akut kali ini dianggap misterius karena tidak diketahui apa penyebabnya, yang mana berbeda dengan hepatitis yang sudah ada sebelumnya.

"Dia (hepatitis akut misterius) itu berat, yang biasa datang tidak seberat yang kita temukan saat ini dan datang dalam waktu yang bersamaan dengan cepat," kata Hanifah.

Kemudian, gejala tersebut dapat berlanjut lagi dengan buang air kecil hingga warnanya seperti air teh, buang air besar pucat, matanya atau kulitnya berwarna kuning. Saat diperiksakan, kadar enzim hatinya juga meningkat.

"Bila berlanjut lagi gejalanya pasien akan mengalami gangguan pembekuan darah, kemudian terjadi penurunan kesadaran dan bisa berlanjut menjadi kematian bila pasien tidak dilakukan transplantasi hati," kata Hanifah.

Dalam hal ini, Hanifah mengungkapkan bahwa orangtua diminta untuk tidak panik namun tetap waspada terhadap kondisi anak-anaknya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.