Sukses

Santap Opor dan Makanan Kaya Lemak Saat Idul Fitri, Dokter: Boleh tapi Sehari Saja

Hari Raya Idul Fitri identik dengan makanan-makanan bersantan dan berlemak seperti opor, rendang, dan lain-lain. Menurut dokter spesialis penyakit dalam RA Adaninggar, ini adalah makanan tinggi lemak dan kalori yang perlu diwaspadai.

Liputan6.com, Jakarta Hari Raya Idul Fitri identik dengan makanan-makanan bersantan dan berlemak seperti opor, rendang, dan lain-lain. Menurut dokter spesialis penyakit dalam RA Adaninggar, ini adalah makanan tinggi lemak dan kalori yang perlu diwaspadai.

“Jadi tetap kalau kita ingin mengonsumsi ya kita harus tahu diri, apalagi bagi kita yang punya penyakit metabolik seperti diabetes, kolesterol, hipertensi, asam urat tinggi, ini yang harus ekstra hati-hati,” ujar dokter yang akrab disapa dr Ning dalam live Instagram Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ditulis Senin (2/5/2022).

Sedangkan, bagi masyarakat yang tidak memiliki penyakit metabolik, makan makanan tersebut diperbolehkan tapi untuk satu hari saja. Setelah hari raya, maka pola makan perlu kembali dijaga.

“Kalau satu hari saja kita agak hilang kontrol itu sebetulnya enggak masalah tapi hanya untuk satu hari. Artinya setelah itu kita harus kembali lagi dalam jalur.”

Ia menambahkan, seseorang tidak mungkin gemuk dan sakit hanya karena satu hari makan. Penyakit dan kegemukan akibat makanan merupakan tabungan jangka panjang.

“Jadi sebetulnya untuk teman-teman yang belum memiliki penyakit metabolik ingin menikmati hari raya dengan makanan-makanan seperti itu ya boleh satu hari tapi jangan berhari-hari. Kalau berhari-hari bisa lanjut ke penyakit. Kita harus komitmen lagi, kembali ke jalur yang benar.”

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bagi yang Memiliki Penyakit Metabolik

Sedangkan, bagi masyarakat yang memiliki penyakit metabolik, tetap harus menjaga makan.

“Apalagi pada saat hari raya itu kan jelas makanan-makanannya yang akan disajikan itu tinggi kalori, tinggi lemak, berminyak, tergantung penyakitnya. Jadi, bagi orang-orang yang sudah punya penyakit harus tetap di jalurnya.”

Misalnya, lanjut Ning, jika disajikan 5 jenis makanan, maka harus bisa mengerem. Pilih satu saja makanan yang sekiranya paling diinginkan dengan porsi secukupnya, jangan semuanya dimakan.

“Orang-orang yang sudah memiliki penyakit metabolik tetap harus mengendalikan diri sendiri, karena kalau enggak tentunya nanti bisa jadi tidak terkontrol penyakit-penyakitnya. Minum obatnya juga harus tetap terkontrol.”

Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak menganggap bahwa obat bisa menyelesaikan masalah begitu saja sehingga nekat makan makanan tersebut.

“Jangan ‘ah enggak apa-apa makan saja, nanti kan minum obat’ nah ini salah karena sebetulnya obat itu hanya menurunkan angka, tapi proses di dalam tubuh itu tidak bisa segera berhenti. Makanya dibutuhkan pengendalian diri juga.”     

3 dari 4 halaman

Kolesterol dan Lemak Tetap Dibutuhkan

Ning menambahkan, sebetulnya setiap orang tetap membutuhkan kolesterol dan lemak.

“Sebetulnya kita membutuhkan kolesterol, kita juga membutuhkan lemak. Jadi bukan berarti kita harus menghindari sama sekali kolesterol dan lemak.”

Kolesterol dibutuhkan tubuh contohnya yang paling penting untuk pembentukan hormon. Steroid yang merupakan salah satu hormon yang berperan penting dalam tubuh sebetulnya dibuat dengan bahan kolesterol.

“Yang menyusun sel-sel tubuh kita, kandungan membrannya juga kolesterol. Sampai kolesterol itu kurang, tentunya integritas dari sel-sel tubuh kita juga enggak baik. Jadi sebetulnya kolesterol itu sangat dibutuhkan, lemak juga demikian.”

Dengan kata lain, kecukupan harian lemak dan kolesterol tetap harus tercukupi, tapi dengan jumlah yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan saja.

Di samping makanan, ada pula beragam minuman manis yang biasanya dihidangkan saat Lebaran. Untuk menyikapi hal ini, Ning juga menyarankan hal yang sama, yakni boleh tapi satu hari saja bagi yang belum memiliki penyakit metabolik. Sedangkan, bagi yang sudah punya penyakit maka perlu mengontrol konsumsinya.

4 dari 4 halaman

Kebutuhan Harian Gula, Garam, dan Lemak

Ning juga menjelaskan soal kebutuhan harian gula, garam, dan lemak. Menurutnya, Kemenkes telah menentukan bahwa jumlah kebutuhan gula dalam satu hari adalah 50 gram.

“50 gram itu setara sekitar empat sendok makan gula pasir. Memang agak sulit ya kita menakar seperti itu, tapi memang untuk orang-orang apalagi yang sudah memiliki penyakit tertentu, itu harus ditakar dan dihitung. Kebutuhannya harus tercukupi, di satu sisi tidak boleh berlebihan.”

Jadi, empat sendok makan itu untuk orang yang belum punya penyakit. Sedangkan, untuk orang yang sudah punya penyakit, misalnya diabetes, maka asupan gula hariannya separuhnya yakni dua sendok makan.

“Lalu, kalau garam itu sebetulnya hanya satu sendok teh. Itu setara dengan 5 gram garam dan berisi paling tidak maksimal 2.000 miligram natrium. Nah ini yang agak sulit mengontrol karena kadang-kadang kita menggunakan penyedap yang juga mengandung natrium.”

Konsumsi natrium juga jarang disadari, sebetulnya camilan atau makanan ringan yang biasa dikonsumsi juga mengandung natrium.

“Nah ini hati-hati untuk orang yang sudah punya hipertensi.”

Sedangkan untuk lemak, kebutuhan satu hari adalah 5 sendok makan. Sedangkan, masyarakat biasanya mengonsumsi lebih dari itu, seperti saat makan gorengan dan makanan-makanan berminyak lainnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.