Sukses

Momen Hari Kartini, Lebih Dekat dengan 6 Peneliti Perempuan Indonesia Masa Kini

Peringatan Hari Kartini, ada sejumlah peneliti perempuan Indonesia masa kini yang berpengaruh.

Liputan6.com, Jakarta - Memperingati Hari Kartini bertepatan dengan tanggal 21 April, Indonesia mempunyai banyak peneliti perempuan yang populer dalam bidang riset kesehatan. Nama mereka terkenal hingga kancah internasional dengan berbagai hasil riset penelitian.

Kepala Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) NLP Indi Dharmayanti menyebutkan ada 6 peneliti perempuan Indonesia yang sangat berpengaruh. Mereka juga menyabet penghargaan nasional maupun internasional.

"Peneliti perempuan Indonesia masa kini, kita ketahui bersama bahwa memang sangat banyak sekali. Saya hanya mengambil beberapa di antaranya adalah Profesor Pratiwi Pujilestari Sudarmono. Kalau tidak salah ini, pada waktu saya zaman SD, beliau menjadi calon astronot perempuan Indonesia pertama," tutur Indi saat sesi Talk To Scientists: Perempuan Berkarya, Riset dan Inovasi Berdaya pada Kamis, 21 April 2022.

"Pemberitaan pada waktu itu pun nonton di TVRI dan beliau ini merupakan peneliti di bidang bakteriologi di Indonesia dan penerima Inspiring GE Woman in The STEM Award 2019."

Pratiwi Pujilestari Sudarmono lahir di Bandung, 31 Juli 1952 telah memiliki minat mengenai tata surya dan antariksa sedari kecil. Pada 1985, ia terpilih menjadi calon antariksawati pertama Indonesia. Namun, batal terbang, karena sebulan sebelum keberangkatan, tepatnya 28 Januari 1986, pesawat ulang alik Challenger yang membawa misi lain, yaitu STS-51-L meledak di udara.

Semula, Pratiwi dijadwalkan terbang pada Juni 1986 bersama astronot Inggris untuk mengawal peluncuran satelit Palapa dan mengerjakan eksperimen ilmiah. Ia juga merupakan pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Departemen Medik Mikrobiologi Klinik.

Di masa pandemi COVID-19, Pratiwi bersama rekan-rekan sejawat menelurkan beberapa jurnal ilmiah. Sebut saja, Accelerating Detection of Variants During COVID-19 Surges by Diverse Technological and Public Health Partnerships: A Case Study From Indonesia (2022); Prevalence of HIV infection and resistance mutations in patients hospitalized for febrile illness in Indonesia (2021); Identification of nontuberculous mycobacteria (Ntm) species isolated from the sputum, skin and soft tissue of patients in Jakarta, Indonesia (2021).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Peneliti dalam Pengembangan Vaksin

Indi Dharmayanti melanjutkan, ada juga peneliti perempuan dalam pengembangan vaksin. Dialah Profesor Amarila Malik, yang merupakan Ketua Tim Kajian Roadmap Pengembangan Vaksin Merah Putih.

Amarila Malik adalah Guru Besar Mikrobiologi dan Bioteknologi Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Sejumlah publikasi, jurnal, dan karya ilmiah yang dipublikasikan selama pandemi COVID-19, di antaranya, Penyusunan Peta Jalan Manajemen Pengelolaan Pengembangan Vaksin Merah Putih Indonesia; Faktor Genetik Hipertensi Gen Penyandi ACE dan Asosiasinya dengan Kondisi Positif COVID19 pada Populasi yang Bergejala dan Tanpa Gejala dan Telah Menerima Vaksin (2021).

Pada tahun 2021, Amarila Malik memaparkan soal Indonesia termasuk negara megabiodiversity karena tercatat sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Bahwa Indonesia mampu  mencapai kemandirian obat buatan dalam negeri dengan memanfaatkan sumber alami.

Amarila menilai Indonesia bisa memenuhi komponen produk farmasi yang dibutuhkan saat ini seperti bahan aktif obat, seperti eksipien, reagens, enzim, sistem ekspresi, dan system assays.

“Untuk memenuhi ketersediaan bahan baku tersebut, rangkaian proses yang perlu dilakukan melalui tiga tahap, yaitu mandiri bahan baku, mandiri research and development, dan mandiri produksi,” kata Amarila dikutip dari siaran pers UI, Sabtu (27/3/2021).

Peneliti perempuan selanjutnya, Peni Ahmadi, yang merupakan peneliti di Pusat Vaksin dan Obat dari BRIN.

"Beliau pemenang L’Oreal-UNESCO for Women in Science (FWIS) 2021 kategori life science," lanjut Indi.

Penghargaan tersebut diraih Peni setelah mengajukan proposal riset berjudul Potent Drug-lead from Indonesian Marine Invertebrates to Suppress Breast Cancer (Senyawa Aktif dari Invertabrata Laut Indonesia yang Berpotensi sebagai Obat Ampuh Penyembuh Kanker Payudara).

Dalam pernyataan November 2021, Peni ingin berkontribusi untuk menyelamatkan kehidupan perempuan dari kanker payudara dengan memanfaatkan biota laut Indonesia yang sangat beranekaragam.

 

 

3 dari 4 halaman

Peneliti Biologi Molekuler

Peneliti lainnya, yakni Rintis Novianti. Ia seorang peneliti di Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman. Publikasi internasional pun banyak ditorehkannya.

"Beliau adalah pakar molekuler. Kita searching (mencari) di Google saja, nama beliau sangat mudah ditemukan karena internasional publication-nya (publikasi internasional) sangat luar biasa banyak," terang Indi Dharmayanti.

Pada masa pandemi COVID-19, Rintis yang merupakan lulusan Ph.D dari Universitas Melbourne juga menerbitkan beberapa jurnal ilmiah. Sebut saja, Hidden Biomass of Intact Malaria Parasites in the Human Spleen (2021); Evaluation of splenic accumulation and colocalization of immature reticulocytes and Plasmodium vivax in asymptomatic malaria: A prospective human splenectomy study (2021); An open dataset of Plasmodium falciparum genome variation in 7,000 worldwide samples.Wellcome Open (2021).

Ada lagi peneliti perempuan Indonesia yang menurut Indi, termasuk sosok yang imut. Dialah Puji Budi Setia Asih. Puji merupakan pakar dari malaria dari Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman sekaligus bagian dari peneliti di BRIN.

Perempuan kelahiran 23 November 1975 ini menyelesaikan gelar BSc (hons) pada tahun 1999 di Universitas Indonesia. Meraih gelar Doktor dengan predikat Cum Laude pada tahun 2010 dengan disertasi berjudul molecular basis of chloroquine resistance in vivax malaria.

Ia terus mengejar karirnya di bidang sains sejak saat itu dan terlibat dalam beberapa proyek penelitian seperti mekanisme molekuler yang mendasari resistensi Plasmodium terhadap obat antimalaria dan penemuan obat antimalaria melalui tanaman obat.

Beberapa jurnal ilmiah terbaru yang diterohkan sepanjang pandemi COVID-19, yaitu Allelic diversity of merozoite surface protein genes (msp1 and msp2) and clinical manifestations of Plasmodium falciparum malaria cases in Aceh, Indonesia (2021); Piperaquine Pharmacokinetics during Intermittent Preventive Treatment for Malaria in Pregnancy.Antimicrob Agents Chemother; Non-nutritional anemia: Malaria, thalassemia, G6PD deficiency and tuberculosis in Indonesia.Asia Pac J Clin Nutr (2020).

4 dari 4 halaman

Peneliti Tanaman Obat

Terakhir, Indi Dharmayant menyebut, ada satu lagi peneliti perempuan Indonesia, yakni dokter Aty Widyawaruyanti. Ia merupakan peneliti bahan aktif dan tanaman untuk obat penyakit infeksi.

"Beliau ini termasuk dalam Top 100 Health Medical Scientist 2022 - Alpher Doger Scientific Index," ujarnya.

Aty merupakan peneliti dari Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (Unair). Ia fokus pada penelitian penemuan bahan aktif dari tanaman sebagai obat untuk penyakit infeksi. Di antara penelitian yang pernah ia lakukan adalah anti-malaria dan penyakit infeksi lain seperti Anti-Hepatitis C, anti-amuba, dan anti-dengue.

Penelitian paling berkesan bagi Aty adalah saat penemuan bahan aktif anti Hepatitis C Virus (HCV) dari tanaman. Penelitian Anti-HCV merupakan kolaborasi penelitian internasional antara Institute of Tropical Disease (ITD) UNAIR dan Kobe University.

Pendanaan penelitian didukung oleh Japan International Cooperation Agency atau Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development (JICA/SATREPS). Dari penelitian yang dilakukan sejak tahun 2010-2014 tersebut, Unair mendapatkan hibah peralatan yang penting bagi penelitian.

Instrumen tersebut menjadi sarana prasarana yang tetap berkelanjutan meskipun proyek riset sudah selesai.

“Hasil dari riset tersebut selain publikasi juga menjadi pionir berdirinya Pusat Penelitian dan Pengembangan Obat Bahan Alam (Center for Natural Product Medicine Research and Development) yang terus eksis sampai saat ini,” terang Aty dari penyataan resmi Unair pada Februari 2022.

Saat ini, Aty dan tim sedang melakukan topik penelitian untuk isolasi senyawa aktif antimalaria dari tanaman genus Artocarpus. Tiap tahun, Aty dan tim riset grup selalu mengajukan pendanaan penelitian baik di internal Unair maupun dari Kemendikbud Ristek.

Ia juga akan melaksanakan penelitian terkait kolaborasi international dengan UiTM Malaysia. Riset itu terkait penemuan obat preventif penyakit malaria yang nantinya bekerja sama dengan TNI AD.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.