Sukses

Krisis Air Bersih Terjadi di Berbagai Wilayah, Peneliti Tawarkan Solusi Toilet Pengompos

Peningkatan populasi, berkurangnya sumber air baku, dan pencemaran menjadi alasan terjadinya krisis air bersih di berbagai wilayah.

Liputan6.com, Jakarta - Peningkatan populasi, berkurangnya sumber air baku, dan pencemaran menjadi alasan terjadinya krisis air bersih di berbagai wilayah.

Terkait masalah ini, peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr. rer. nat. Neni Sintawardani mengatakan bahwa krisis air bersih yang melanda Indonesia termasuk sebagian wilayah di Jakarta Utara memerlukan penanganan yang cepat dan berkelanjutan.

Ia pun menawarkan solusi krisis air dengan pembuatan toilet pengompos. Menurutnya, toilet pengompos mampu mengolah limbah kotoran manusia menjadi pupuk maupun pupuk cair.

Alat ini didesain sebagai toilet duduk agar arah pembuangan dan kebersihannya dapat terjaga. Sistem pemisah memungkinkan urin dipisahkan dari tinja. Dan penggunaannya tidak memerlukan banyak air. Jika toilet konvensional bisa membutuhkan sekitar 40 liter per hari untuk bilas dan siram, toilet pengompos hanya memerlukan 5 liter air per hari.

“Di satu sisi secara teknologi sangat menjanjikan, lingkungan bisa mengatasi permasalahan kotoran, dan mengurangi penggunaan air bersih.”

“Teknologi toilet pengompos yang diusung BRIN bisa menjadi solusi menarik untuk mengatasi krisis air bersih yang terjadi tidak hanya di Jakarta Utara tapi juga di wilayah lainnya,” kata Neni mengutip keterangan pers BRIN Kamis (10/3/2022).

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Program Sebelumnya

Neni juga menjelaskan, pemerintah sebenarnya telah menjalankan program-program penyediaan air, salah satunya melalui layanan perpipaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Namun, krisis air bersih yang terjadi di Jakarta Utara seperti Penjaringan, membutuhkan terobosan-terobosan solusi karena sudah berlangsung cukup lama.

“Program instalasi pengolahan air berbasis sea water reverse osmosis (SWRO) mungkin saja bisa atau sudah diterapkan di wilayah Jakarta Utara. Itu berjalan baik di wilayah Kepulauan Seribu dan bisa memenuhi kebutuhan harian masyarakat,” tuturnya.

Neni juga mengamati kemungkinan terjadinya perubahan pola penggunaan air di masyarakat akibat krisis yang terjadi. Contohnya, pada 1985, kesulitan air yang melanda Gunung Kidul, Yogyakarta, membuat masyarakat setempat terbiasa memanen air hujan. Mereka menampung air hujan dan memanfaatkannya sebagai salah satu sumber air bersih.

“Mengebor air tanah bisa jadi solusi jangka pendek memang, tapi menurut aturan pemda (Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 tentang Penggunaan Air Tanah) itu sudah dilarang,” kata Neni.

Ia menilai, secara umum masyarakat Indonesia memang amat tergantung dengan air bahkan terkadang cenderung boros.

Berdasarkan studinya di Kiaracondong, Bandung, rata-rata kebutuhan air yang digunakan hanya untuk Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) mencapai 40 persen, di luar untuk minum.

“Jika tidak dikelola dengan baik air akan menjadi masalah dunia,” katanya.

3 dari 4 halaman

Mutu Air

Terkait kualitas air yang buruk seperti berbusa dan berbau, Neni mengatakan kemungkinan air tersebut telah terkontaminasi.

Bau adalah indikasi adanya kontaminan yang bisa berupa kotoran yang masuk atau merembes ke dalam saluran air. Hal ini membahayakan jika dikonsumsi masyarakat.

“Saat ini paling memungkinkan adalah Reverse Osmosis,” katanya.

Pemerintah sendiri sudah menetapkan standar baku mutu air dalam PP No. 82 Tahun 2001. Standar baku mutu ini terdiri dari kelas 1 hingga kelas 4.

Ada 3 parameter utama untuk menentukan kualitas air yakni: parameter fisik seperti warna, rasa, bau, suhu; parameter kimia seperti pH, kesadahan, logam terlarut; dan parameter biologi seperti total coliform dan Escherichia coli.

Menurut Neni air laut daerah sekitar Penjaringan cukup kotor sehingga perlu penanggulangan yang komprehensif. Neni berharap krisis air yang terjadi saat ini bisa segera teratasi. Ia mendorong pihak penyedia layanan air terkait untuk bisa menuntaskan permasalahan tersebut.

“Ini harusnya dilindungi oleh pemerintah,” tutupnya.

4 dari 4 halaman

Simak Video Berikut Ini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.