Sukses

WHO Imbau Masyarakat Jangan Menganggap Omicron sebagai Varian yang Ringan

Bos WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengimbau agar tidak menganggap Omicron sebagai varian yang berdampak ringan. Pekan kemarin terjadi peningkatan kasus yang tinggi secara global.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengimbau masyarakat agar tidak menganggap Omicron sebagai varian yang berdampak ringan di tengah 'tsunami' sistem kesehatan dunia.

"Pekan lalu, jumlah kasus COVID-19 tertinggi dilaporkan sejauh ini dalam pandemi," kata Tedros mengutip euronews.com, Sabtu (8/1/2022).

Laporan mingguan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan rekor 9,5 juta infeksi COVID-19 dilaporkan di seluruh dunia selama satu pekan. Ini artinya ada peningkatan 71 persen dibanding minggu sebelumnya.

Semua wilayah melaporkan lonjakan jumlah infeksi COVID-19 dengan peningkatan terbesar (100 persen) di Amerika, diikuti oleh Asia Tenggara (78 persen) dan Eropa (65 persen).

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Akibat Omicron

Varian Omicron yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan pada November 2021, dituding sebagai penyebab gelombang terbaru.

Varian ini ditetapkan sebagai Variant of Concern (VOC) oleh WHO karena penelitian menunjukkan bahwa ini lebih menular dan lebih tahan terhadap pengobatan daripada varian lain, termasuk Delta. Bila terpapar Omicron, orang-orang lebih mungkin terinfeksi atau terinfeksi ulang bahkan jika sudah divaksinasi sepenuhnya .

Tedros memperingatkan bahwa walau Omicron tampaknya tidak terlalu parah dibandingkan dengan Delta, terutama pada mereka yang divaksinasi, bukan berarti dikategorikan sebagai varian ringan.

"Sama seperti varian sebelumnya, Omicron adalah penyebab rawat inap dan bisa menyebabkan kematian," tegasnya.

3 dari 4 halaman

Angka Kematian Akibat COVID-19

Tedros menambahkan, minggu lalu ada 41.000 nyawa yang hilang karena COVID-19. Ini meningkat 10 persen dari minggu ke minggu.  

“Ini membuat total kematian akibat pandemi menjadi lebih dari 5,4 juta kematian. Wilayah Afrika adalah satu-satunya yang melaporkan peningkatan mingguan kematian baru (22 persen) meskipun Eropa memiliki angka kematian tertinggi dengan 22.817 kematian.”

"Tsunami kasus sangat besar dan cepat, sehingga membanjiri sistem kesehatan di seluruh dunia," tambah Tedros.

Rumah sakit menjadi penuh sesak dan kekurangan staf, yang selanjutnya mengakibatkan pencegahan kematian dari berbagai penyakit selain COVID-19 dan cedera terganggu.

 

4 dari 4 halaman

Infografis Rekomendasi IDAI & Ancaman Varian Omicron

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.