Sukses

HEADLINE: PPKM Level 3 Nataru Batal, Bagaimana Pengendalian COVID-19 di Akhir Tahun?

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 Nataru urung dijalankan. Tinggal hitungan pekan jelang libur akhir tahun, Pemerintah memutuskan membuat kebijakan yang lebih seimbang, tidak menyamaratakan perlakuan di semua wilayah ketika momen Natal dan Tahun Baru (Nataru). 

Seperti disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat saat Nataru disesuaikan dengan situasi pandemi COVID-19

"Penerapan level PPKM selama Nataru akan tetap mengikuti asesmen situasi pandemi sesuai yang berlaku saat ini, tetapi dengan beberapa pengetatan," kata Luhut dalam siaran persnya, Selasa (7/12/2021).

Sebelumnya, PPKM Level 3 Nataru direncanakan berlaku sepekan, mulai 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Namun, kebijakan itu batal diterapkan karena penanganan Pandemi COVID-19 menunjukkan perbaikan signifikan dan terkendali.

Situasi pandemi di Tanah Air terkendali tampak dari kasus konfirmasi COVID-19 harian yang stabil di bawah angka 400 kasus. Selain itu, Luhut mengatakan, kasus aktif dan jumlah pasien COVID-19 yang menjalani perawatan di rumah sakit pun menunjukkan penurunan dalam beberapa hari terakhir. 

Capaian vaksinasi dosis pertama di Jawa-Bali yang menyentuh 76 persen serta dosis kedua mendekati 56 persen turut menjadi pertimbangan batalnya rencana PPKM Level 3 Nataru. Demikian pula dengan vaksinasi lansia yang mencapai 64 dan 42 persen dosis pertama dan kedua di Jawa-Bali.

Luhut mengatakan, hasil sero-survei menunjukkan, masyarakat Indonesia telah memiliki antibodi COVID-19 yang tinggi.

Sementara, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, batalnya rencana PPKM Level 3 Nataru merupakan bentuk kebijakan gas dan rem Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menangani pandemi.

"Kebijakan menginjak gas dan menarik rem idealnya disesuaikan dengan perkembangan data terkini COVID-19. Untuk itu gas dan rem harus dilakukan secara dinamis sesuai dengan perkembangan Covid-19 di hari-hari terakhir," tegas Moeldoko, Selasa (7/12/2021).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Epidemiolog: Kebijakan PPKM Level 3 Nataru Tidak Bisa Tanpa Dasar

Keputusan Pemerintah membatalkan rencana PPKM Level 3 Nataru disambut positif oleh Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono. Ia mengaku keputusan tersebut berdasarkan masukan dari dirinya.

"Ya itu kan usul saya, iyalah (menyambut positif), ngapain pakai PPKM," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (7/12/2021).

Pandu menegaskan, bahwa PPKM Level 3 ke semua wilayah Indonesia tidak bisa ditegakkan tanpa ada dasar. Pijakan yang diambil dalam penerapan level tersebut dinilainya hanya berlandaskan pada asumsi semata.

"Dasarnya enggak bisa karena kekhawatiran, ketakutan, mau mencegah gelombang ke-3. Enggak bisa, kan ada ketentuannya mau menaikkan-menurunkan level itu ada ketentuannya," tegas dia. 

Sementara Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman sejak awal memang tak setuju jika PPKM level 3 diterapkan serentak di seluruh wilayah saat Nataru. Dicky mengatakan bahwa PPKM secara umum adalah strategi baik yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). PPKM terbukti berhasil meredam kasus COVID-19 di berbagai negara termasuk Indonesia, namun, menurutnya, penerapan tingkatannya perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah.

“Saya tidak setuju diterapkan PPKM level 3 di seluruh wilayah tuh bukan berarti tak boleh ada pembatasan, tapi leveling-nya sesuai saja dengan indikator pandemi di wilayahnya, supaya konsisten dengan indikator itu,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Selasa (7/12/2021). 

Dicky menambahkan, dengan menerapkan PPKM sesuai keadaan di setiap wilayah, maka pemerintah telah memberikan insentif kepada masing-masing wilayah terkait keberhasilan menangani pandemi.

Leveling PPKM sesuai wilayah juga menjadi insentif bagi setiap wilayah itu, wilayah yang levelnya rendah boleh menikmati sekian persen kebebasan dengan kontrol ketat.”

Dicky pun setuju dengan pengetatan aturan saat Nataru, bukan dengan peningkatan level PPKM.

“Bukan berarti meningkatkan level PPKM, tapi pengetatan yang ditambah, misalnya enggak boleh berkerumun apapun levelnya, nah seperti itu.”

Sedangkan terkait kemunculan Omicron, Pandu meyakini varian tersebut tidak berpotensi menimbulkan gelombang ketiga di Tanah Air. Ini lantaran hingga saat ini, varian COVID-19 tersebut belum terdeteksi di Indonesia.

"Enggak (berpotensi), masuk aja belum. Paniknya karena semua mass media memberitakan hal-hal yang panik. Semuanya bilang mau gini dua kali lipat, orang semuanya masih belum pasti. Para ahli sudah bilang, kita belum tahu tentang Omicron. Kemungkinan ini itu, tapi enggak ada bukti. Selama enggak ada bukti ya enggak bisa dipercaya, itukan teori berdasarkan perubahan virus. Emangnya virus berubah, ganti baju terus bisa cepat menularkan, ya enggak bisa lah tanpa dasar, enggak mungkin gitu loh," terang dia.

Jadi semua itu, Pandu melanjutkan, tidak bisa hanya berdasarkan laboratorium. Harus berdasarkan fakta di lapangan.

"Selama ini dari data-data di Afsel di banyak negara enggak ada kenaikan kasus yang luar biasa, enggak ada kematian karena Omicron," ungkap dia.

 

3 dari 4 halaman

Level PPKM Disesuaikan dengan Masing-Masing Daerah

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, perubahan kebijakan bukanlah suatu hal yang aneh. Menurutnya, Pemerintah pun kerap memperbaharui aturan PPKM dengan mengikuti kondisi yang dinamis.

"Ini bukan sesuatu yang aneh pendapat saya karena selama ini juga tiap minggu kita buat perubahan-perubahan kok, level saja berubah, jadi sangat dinamis," katanya di kompleks parlemen DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (7/12/2021).

Tito mengungkap, hasil terakhir pada rapat di Istana Negara pada Selasa (6/12), istilah PPKM Level 3 pada masa Nataru tidak lagi digunakan, melainkan pembatasan khusus Nataru yang diatur secara spesifik.

"Kalau level 3 kan masuk mal 50 persen, kalau pembatasan khusus hasil rapat kemarin 75 persen tapi penerapan (aplikasi) Peduli Lindungi, Presiden menyampaikan tidak perlu ada penyekatan-penyekatan, tapi diperkuat di tempat ruang-ruang publik itu menggunakan Peduli Lindungi. Yang vaksin dua kali boleh jalan," tuturnya.

Lebih lanjut Tito menjelaskan, hasil survei serologi menunjukkan bahwa antibodi masyarakat relatif cukup tinggi dari berbagai indikator. Maka penerapan level 3 tidak dilakukan di semua wilayah.

"Sehingga judulnya diganti dengan pembatasan kegiatan masyarakat di masa Nataru, 24 Desember sampai dengan 2 Januari. Nah itu spesifik," kata mantan Kapolri ini. 

Sementara, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 masa Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru) akan disesuaikan dengan level masing-masing daerah.

"Pemerintah Indonesia baru-baru ini telah membahas tentang kebijakan Level 3 (PPKM) yang akan diterapkan selama Natal dan Tahun Baru, tetapi setelah beberapa pertimbangan, kebijakan tersebut akan disesuaikan," terang Wiku di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta pada Selasa, 7 Desember 2021.

"PPKM (masa Nataru) akan sesuai dengan level masing-masing daerah sebagaimana ditetapkan sebelumnya, yaitu Level 1, 2, 3, dan 4 pada tingkat masing-masing kabupaten dan kota."

Kementerian Kesehatan Ri melalui Siti Nadia Tarmizi pun menyatakan bahwa penerapan protokol kesehatan dan program vaksinasi COVID-19 tetap harus digencarkan meski PPKM Level 3 saat Nataru tidak jadi diterapkan di seluruh wilayah di Tanah Air. 

"Kalau kita lihat situasi pandemi yang terus membaik, bahkan hampir semua drop (turun) pada Level 2 (PPKM). Walau demikian, prokes yang ketat dan percepatan vaksinasi harus tetap kita lakukan," ujar Nadia saat dikonfirmasi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Selasa, 7 Desember 2021.  

Kemenkes mencatat, kasus konfirmasi positif sekarang di kisaran hanya 130 kasus.

"Kemarin sempat juga banyak informasi-informasi yang mengatakan kasus COVID-19 kita sampai 400-an. Padahal, kasus yang kita laporkan itu sekitar 130 dan cenderung minggu ini kita melihat penurunannya, antara 200-300 kasus yang dilaporkan per hari," beber Nadia.

Data Kemenkes terkait kematian COVID-19 yang dilaporkan, Nadia melanjutkan, selama satu minggu rata-rata 8 sampai 10 kasus. Angka positivity rate terus menurun walaupun 0,02 digit, yakni dari 0,19 persen ke 0,17 persen. Kemudian saat ini 0,13 persen. 

Data yang dikumpulkan oleh Satgas Penanganan COVID-19 pun menunjukkan tingkat positivity rate Indonesia tetap terkendali. Satgas mencatat, dalam seminggu terakhir sudah lebih dari 1,3 juta orang yang diperiksa. Angka ini meningkat dari minggu-minggu sebelumnya yang berkisar di angka 900 ribu - 1,2 juta orang, seperti dikutip dari laman covid19.go.id. Dengan jumlah tes yang besar tersebut, tingkat positif rate di Indonesia berada di 0,12 persen.

Meski positivity rate COVID-19 di Indonesia saat ini rendah, Nadya berpesan, masyarakat harus tetap waspada. Ini terkait Varian Delta termasuk yang paling banyak beredar dan mendominasi jenis virus SARS-CoV-2 di Tanah Air. 

"Ini yang perlu diwaspadai. Varian Delta telah bermutasi memiliki turunan sampai setidak-tidaknya saat ini kita sudah mengidentifikasi ada 23 turunan dari varian tersebut."

Melihat masih ada ancaman varian COVID-19, termasuk varian Delta, masyarakat tidak boleh lengah.

"Penting bahwa kita tidak boleh lengah untuk protokol kesehatan, tetap batasi mobilitas," pungkas Nadia.

 

 

 

4 dari 4 halaman

Pengetatan Kegiatan Masyarakat Saat Nataru

Kendati PPKM Level 3 Nataru yang semula akan dilakukan serentak di semua wilayah kini dibatalkan, Pemerintah tetap akan menerapkan sejumlah pembatasan guna mencegah lonjakan kasus COVID-19. Pembatasan tersebut seperti aturan mengenai jumlah orang pada acara kerumuman masyarakat, penonton pertandingan olahraga, operasional pusat perbelanjaan hingga perjalanan jarak jauh.

Moeldoko mengatakan, Jokowi ingin protokol kesehatan tetap diberlakukan secara ketat meski ada pelonggaran.

"Jadi Presiden satu sisi memberikan kelonggaran, tapi pada sisi yang lain memberikan penekanan atas protokol kesehatan," tutur Moeldoko. 

Sejumlah aturan pengetatan kegiatan masyarakat mulai disosialisasikan seperti syarat perjalanan jarak jauh dalam negeri adalah wajib vaksinasi lengkap dan hasil antigen negatif maksimal 1×24 jam sebelum keberangkatan. Untuk orang dewasa yang belum mendapatkan vaksinasi lengkap ataupun tidak bisa divaksin karena alasan medis, tidak diizinkan untuk bepergian jarak jauh. 

"Anak-anak dapat melakukan perjalanan, tetapi dengan syarat PCR yang berlaku 3×24 jam untuk perjalanan udara atau antigen 1×24 jam untuk perjalanan darat atau laut," ujar Luhut Pandjaitan yang dikutip dari situs kemenkomarves, Selasa (7/12/2021). 

Luhut juga memastikan perbatasan Indonesia akan tetap diperketat, menerapkan kewajiban melampirkan hasil tes PCR negatif maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan untuk penumpang penerbangan internasional.

Juga, melakukan karantina selama 10 hari di Indonesia, baik WNI maupun WNA, untuk kedatangan dari selain 11 negara yang ditetapkan. Kesebelas negara yang dimaksud adalah Afrika Selatan, Botswana, Lesotho, Eswatini, Mozambique, Malawi, Zambia, Zimbabwe, Angola, Namibia, dan Hong Kong.

Sementara bagi WNI dari 11 negara yang disebutkan akan diminta menjalani karantina selama 14 hari dan melakukan tes PCR di hari ke-13 karantina.

"Syarat perjalanan akan tetap diperketat, terutama di perbatasan untuk penumpang dari luar negeri. Namun, kebijakan PPKM di masa Nataru akan dibuat lebih seimbang dengan disertai aktivitas testing dan tracing yang tetap digencarkan," kata Luhut.

Pemerintah juga menerapkan pelarangan seluruh jenis perayaan Tahun Baru di hotel, pusat perbelanjaan, mall, tempat wisata dan tempat keramaian umum lainnya. Sementara untuk operasional pusat perbelanjaan, restoran, bioskop dan tempat wisata hanya diizinkan dengan kapasitas maksimal 75 persen dan hanya untuk orang dengan kategori hijau di aplikasi Peduli Lindungi.

Sedangkan untuk acara sosial budaya, kerumunan masyarakat yang diizinkan berjumlah maksimal 50 orang. Disiplin penggunaan Peduli Lindungi harus ditegakkan,” pungkas Menko Luhut.

"Perubahan secara detail akan dituangkan dalam revisi inmendagri dan surat edaran terkait Nataru lainnya," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.