Sukses

[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Tujuh Dampak Omicron pada PCR

Dampak pada PCR memang merupakan salah satu dari enam kemungkinan dampak Omicron.

Liputan6.com, Jakarta - Omicron terus merebak luas. Pada 1 Desember 2021, Arab Saudi, Amerika Serikat dan juga Korea Selatan melaporkan temuan kasus varian Omicron di negara mereka. Arab Saudi tentu menjadi perhatian kita khususnya dalam kaitannya dengan mulai akan dibukanya kembali ibadah Umroh bagi warga dari negara kita, serta Korea Selatan menunjukkan varian ini terus merebak di Asia.

Dampak Omicron memang amat luas. Khusus tentang dampak Omicron pada PCR, ada tujuh hal yang dapat disampaikan.

Pertama, dampak pada PCR memang merupakan salah satu dari enam kemungkinan dampak Omicron. Lima yang lain adalah apakah penularan akan makin tinggi, kemungkinan penyakitnya memberat, terjadinya infeksi ulang pada mereka yang sudah sembuh, digunakan, dampak pada vaksin yang sekarang sudah dipakai termasuk di negara kita serta analisa tentang obat COVID-19 yang ada, seperti penghambat reseptor Interleukin 6 yang bermanfaat untuk menangani badai sitokin serta obat anti peradangan/inflamasi yaitu kortikosteroid. 

Kedua, kita tahu bahwa ada berbagai gen pada virus SARS CoV2 penyebab COVID-19. Disebutkan bahwa mutasi spike protein di posisi 69-70 pada Omicron menyebabkan terjadinya fenomena “S gene target failure (SGTF)” dimana gen S tidak akan terdeteksi dengan PCR lagi, hal ini disebut juga drop out gen S.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tingkatkan Pemeriksaan Whole Genome Sequencing

Ketiga, walau ada masalah di gen S tetapi untungnya masih ada gen-gen lain yang masih bisa dideteksi sehingga secara umum PCR masih dapat berfungsi.

Keempat, malahan tidak terdeteksinya gen S pada pemeriksaan PCR dapat dijadikan indikasi awal untuk kemungkinan yang diperiksa adalah varian Omicron, yang tentu perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan “Whole Genome Sequencing (WGS)” untuk memastikannya.

Jadi, hal kelima, kalau kemampuan WGS terbatas maka ditemukannya SGTF dapat menjadi semacam bantuan untuk menyaring mana yang prioritas dilakukan WGS, selain kalau ada kasus berat, atau ada klaster, atau ada kasus yang tidak wajar perburukan kliniknya, dll.

Lalu, hal keenam, kalau di suatu daerah ditemukan peningkatan sampel laboratorium yang menunjukkan “S gene target failures (SGTF)” maka ini mungkin dapat menjadi suatu indikasi sudah beredarnya varian Omicron.

Akhirnya, hal ketujuh, informasi di atas penting dan sebaiknya dijadikan perhatian penting juga bagi kita di Indonesia dalam menganalisa hasil PCR yang setiap hari dilaporkan jumlah pemeriksaannya di media, artinya jangan hanya jumlah total saja tetapi apakah ada peningkatan SGTF atau tidak. Apalagi jumlah pemeriksaan whole genome sequencing kita memang masih perlu ditingkatkan.

Dari data GISAID sampai 1 Desember 2021, Indonesia memasukkan 9.265 sekuen, sementara Singapura sudah memasukkan 10.151 sekuen. Afrika Selatan dengan penduduk tidak sampai 60 juta memasukkan 23.917 sekuen serta India bahkan sudah memasukkan 84.296 sekuen.

Seperti sudah disampaikan terdahulu, penduduk kita kira-kira adalah seperempat penduduk India, jadi kalau India sekarang sudah memeriksa lebih 80 ribu sampel maka seyogyanya kita harusnya dapat juga sudah memeriksa sekitar 20 ribu sampel.

 

**Penulis: Prof Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI/Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

3 dari 3 halaman

Infografis

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.