Sukses

Cerita Miris Anak-anak di Pelosok Berjuang Cari Vaksin COVID-19

Anak-anak di pelosok daerah berjuang mencari sendiri vaksin COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta - Vaksinasi COVID-19 pada anak rupanya belum merata, terutama anak-anak di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) Indonesia. Sebagian besar dari mereka masih belum mendapat kesempatan untuk divaksinasi. Alasan paling banyak mencuat, yakni stok vaksin COVID-19 tidak ada atau habis dan gempuran pemberitaan hoaks terkait vaksinasi.

Walau jauh dari hiruk pikuk perkotaan, rata-rata anak-anak di pelosok ingin lekas divaksinasi. Di antara mereka, ada yang berjuang mencari vaksin COVID-19 sendiri langsung ke lokasi vaksinasi. Ketika stok vaksin habis, tak jarang mereka harus pulang dengan wajah muram.

Virgin (15), gadis yang berasal dari Sumba Timur menceritakan, sebagian besar anak-anak di lokasi tempatnya tinggal ingin segera bisa vaksinasi. Rebutan kuota untuk mendapatkan vaksin COVID-19 sering dialami. 

“Rebutan kuota itu pas pergi ke tempat vaksinasi. Tapi selalu tidak dapat vaksinnya. Jadi, anak-anak datang puskesmas atau polres,” kata Virgin saat dialog Suara Anak Tentang Vaksinasi, ditulis Minggu (19/9/2021).

“Kan ikut ngantre. Kalau sudah ngantre pas ada yang enggak kebagian (kuota habis), ya lalu pulang. Enggak dapat kuota soalnya,” Virgin menambahkan. 

Di daerah terpencil, lanjut Virgin, vaksinasi anak belum banyak yang tahu informasi, sebelumnya hanya tahu vaksinasi orang dewasa. Untuk vaksinasi orang dewasa sendiri, masih terlihat belum semuanya mau.

“Kemungkinan (kalau ada vaksinasi anak) mungkin menolak. Yang vaksinasi orang dewasa saja, ada yang sebagian tidak mau, karena takut efek samping bisa bikin sampai meninggal,” katanya.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Stok Vaksin COVID-19 Habis

Pahmi (15) dari Sambas, Kalimantan Barat, belum sempat divaksinasi karena stok vaksin COVID-19 di wilayahnya habis. Vaksinasi anak usia 12-17 tahun yang seharusnya digelar pada Juli pun mundur ke Agustus 2021. 

Dari pemerintah daerah di sini, sudah mau dilaksanakan (vaksinasi anak) pada bulan Juli ini, tapi stok vaksin di daerah saya enggak ada. Jadi, diundur di bulan Agustus 2021,” cerita Pahmi.

Serupa dengan Pahmi, Cantus (17) dari Nias Selatan bercerita, vaksinasi anak usia 12-17 tahun pada Juli 2021 masih belum ada. Vaksinasi pun masih belum dijadwalkan.

“Katanya bakal ada, tapi belum dijadwalkan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 untuk anak-anak. Yang ada itu, baru vaksinasi usia di atas 18 tahun. Ini informasinya saya dengar dari Wahana Visi Indonesia (WVI),” katanya.

“Rata-rata di sini anak-anak kepengen divaksinasi. Palingan ada golongan (masyarakat) tertentu saja yang enggak mau divaksinasi. Enggak terbiasa disuntik, katanya," ujarnya.

Di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Kudu (16) juga belum mendapat vaksin karena stok vaksin di daerah sudah habis.

3 dari 5 halaman

Hoaks Vaksin COVID-19 dan Takut Vaksinasi

Selain hambatan stok vaksin COVID-19, gempuran hoaks yang berujung takut vaksinasi menjadi salah satu alasan anak-anak belum vaksinasi. Ada juga anak-anak yang memang tak diizinkan orangtua divaksinasi karena kebiasaan sedari kecil di keluarga yang tidak diimunisasi.

Ghifara (16) dari Jakarta mendapat informasi vaksinasi dari sekolahnya dan kini sudah mendapat vaksin. Ia sudah divaksinasi demi meningkatkan imun tubuh agar tidak terpapar virus Corona. Pendaftaran vaksinasi dilakukan oleh sekolah. 

Namun, tak semua teman Ghifara divaksinasi. “Ada teman SMP, yang dia tuh memang sedari kecil enggak pernah disuntik (imunisasi). Sekarang juga enggak mau divaksinasi COVID-19, karena sudah kepercayaan gitu dari keluarganya,” katanya.

“Jadi, dia di sekolah enggak ikut disuntik. Ibunya juga melarang. Saya enggak bertanya lagi sama teman itu. Kayak agak gimana gitu, takut menyinggung," dia melanjutkan.

Hal serupa diungkapkan Cantika (13) dari Surabaya, yang sudah mendapat vaksinasi COVID-19. Ia didaftarkan orangtuanya yang menjadi kader posyandu untuk ikut vaksinasi. Meski begitu, melihat masih ada anak yang tidak diperbolehkan oleh orangtuanya divaksinasi.

“Saya sendiri pengen divaksinasi ya supaya memperbaiki imun. Pesannya juga kalau sudah divaksin, tetap menjalankan protokol kesehatan. Tahu vaksinasi dari Mama, waktu itu vaksinasi di puskesmas,” ujarnya.

“Ada juga teman yang sama orangtuanya enggak dibolehin (vaksinasi), katanya kalau divaksin ada yang sampai meninggal. Jadi, dia enggak dibolehin. Padahal, dia mau-mau saja (divaksinasi).”

Pahmi juga mengatakan, ada teman yang tidak mau divaksinasi,“Kawan main saya, dia takut disuntik dan takut efek samping (vaksin).".

4 dari 5 halaman

Vaksinasi COVID-19 demi Belajar Tatap Muka

Anak-anak pun berharap teman-temannya berusia 12-17 tahun bisa mendapatkan vaksin COVID-19. Stok vaksin dan akses dapat menjangkau seluruh anak yang juga tinggal di daerah terpencil. Bukan hanya itu saja, sosialisasi adanya vaksinasi anak seyogianya dapat lebih luas.

Kudu berharap vaksinasi anak dapat mengurangi penularan virus Corona, sehingga pandemi bisa selesai. Selain itu, perlu sosialisasi vaksinasi ke daerah terpencil.

“Jangankan vaksinasi anak, vaksinasi orang dewasa saja masih banyak yang belum tahu. Soalnya mereka tidak tahu ada vaksinasi, ya cuma dengar-dengar saja dari orang-orang, vaksin itu efek sampingnya meninggal,” katanya.

“Jadi, berharap pemerintah supaya sosialisasi, jangan cuma di kota, tapi juga ke desa supaya jangan cuma di kota saja yang pengen mau divaksin, di desa juga mau," ujarnya.

Kalau banyak anak sudah divaksinasi, lanjut Kudu, dapat membuka kesempatan kembali belajar tatap muka. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di daerahnya termasuk sulit terkendala jaringan internet.

“Ya, biar, enggak sekolah online (PJJ) terus. Susah kalau daring, banyak anak kurang ngerti materi. Tidak dijelaskan (secara langsung tatap muka),” kata dia.

Serupa dengan Kudu, Virgin berharap vaksinasi dapat membuat COVID-19 cepat selesai. Pemerintah dapat sosialisasi vaksinasi, karena banyak anak yang takut vaksin. 

Vaksinasi anak, menurut Ghifara, agar anak-anak tidak ada yang kena COVID-19 lagi. Ia juga ingin aktivitas sekolah kembali jadi offline (tatap muka).

“Beberapa anak yang sekolah online, ada yang enggak paham-paham, bahkan awalnya pas sekolah offline nilainya bagus, tapi nilai turun gara-gara sekolah online,” Ghifara menekankan.

Cantus menyoroti agar pelaksanaan vaksinasi anak-anak berjalan lancar. Ia berharap tidak ada oknum tertentu yang memanfaatkan dengan katanya memberikan vaksin, tapi nyatanya tidak.

“Seakan-akan memainkan harapan palsu. Vaksin ini kan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Sekarang (anak di Nias Selatan) belum ada kena COVID-19. Tapi banyak yang alami penyakit demam dan sesak napas karena cuaca tak mendukung,” katanya.

5 dari 5 halaman

Infografis Vaksin Merah Putih Karya Anak Bangsa Covid-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.