Sukses

Menciptakan Generasi Anti Korupsi dengan Pola Asuh Strong from Home ala Ayah Edy

Pola asuh sangat memengaruhi kecerdasan dan pertumbuhan mental seorang anak.

Liputan6.com, Bali Setiap orangtua berkontribusi dalam memberikan generasi baru untuk bangsa. Pertanyaannya, generasi seperti apakah yang akan ayah dan bunda berikan kepada bangsa ini? Si pemberantas korupsi atau si pelaku korupsi?

“Si koruptor ataupun si pemberantas dulunya juga anak-anak. Mereka pernah melalui masa pengasuhan dari orangtuanya,” kata Edy Wiyono, Konsultan Parenting yang biasa dikenal dengan sebutan Ayah Edy, melalui wawancara dengan Health Liputan6.com, ditulis Rabu (18/8/2021).

Pola asuh sangat memengaruhi kecerdasan dan pertumbuhan mental seorang anak. Orangtualah madrasah pertama yang harus menanamkan nilai-nilai kehidupan tersebut sebelum mereka mengenali dunia luar.

Menurut dokter Deepak Chopra dalam bukunya, The Book of Secrets (Unlocking the Hidden Dimension of Your Life) disebutkan, kecerdasan anak ada di setiap selnya. Kecerdasan seluler ini akan bekerja secara maksimal apabila mendapat stimulasi atau rangsangan yang tepat dari lingkungan si anak.

Kegagalan melihat potensi anak disebabkan karena orangtua hanya berfokus pada kecerdasan otak saja (IQ). Di sinilah perlunya komunikasi dua arah antara anak dan orangtua guna merangsang kecerdasan selulernya.

Ketepatan sistem pola asuh anak akan melesatkan kecerdasannya. Namun sebaliknya, jika proses tersebut menyakitkannya maka kecerdasan tersebut akan mengalami masalah dalam perkembangannya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Konsep diri

Konsep diri seorang anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara orangtua menerapkan pola asuh terhadap anaknya. Konsep yang dipengaruhi kedekatan batin antara anak dan orangtuanya.

Hirarki kedekatan batin anak pada ibunya adalah penentunya. Believe seorang ibu terhadap anaknya membawa pengaruh besar. Lalu digenapi oleh ayah, kemudian para guru dan idola atau tokoh yang digemarinya kelak.

Indonesia Strong from home adalah ide besar yang disuarakan Ayah Edy dalam bukunya berjudul ‘Mengapa Anak Saya Suka Melawan dan Susah Diatur?’ yang diterbitkan oleh Penerbit Grasindo (Gramedia Widiasarana Indonesia), tahun 2015.

Strong from home ala Ayah Edy terkoneksi erat dengan kondisi Work from Home (WFH) saat ini. Intensitas pertemuan di rumah memudahkan proses bonding anak dan orangtuanya. Kita dapat menjalin komunikasi yang lebih baik, mendampingi proses belajar mereka yang selama ini murni diserahkan sepenuhnya ke pihak sekolah.

“Sebelumnya, sekolah serupa jasa laundry. Orangtua berharap anak-anaknya pulang ke rumah dalam kondisi lebih baik,” ujar Kang Abu Marlo dalam sesi zoom meeting dengan Ayah Edy.

WFH menuntut para orangtua tetap apik mengatur waktu. Kesibukan kantor diharapkan tak membuat anak justru merasa terabaikan karena melihat orangtuanya lebih sibuk dengan gadget atau laptop.

“Apabila rumah mampu memberikannya pendidikan norma, etika, kejujuran secara secara utuh, maka kelak dia akan baik di masyarakat,” tegasnya.

 

3 dari 4 halaman

Perkembangan anak

Ayah Edy membagi perkembangan anak menjadi beberapa tahap. TK-SD; masa egosentrisme, SMP; proses awal pra remaja. Pada fase ini anak sudah tahu kelak ingin seperti apa, SMA; Fiksasi, Perguruan Tinggi; kondisi agak permanen, lalu mengarah pada pembentukan jati dirinya.

Tidak ada sekolah untuk menjadi orangtua. Lalu, bagaimana jika orangtua terlanjur salah mendidik? Adakah waktu remidi untuk menebus semua kekeliruan tersebut?

Apabila orangtua terlanjur salam dalam mendidik, maka dibutuhkan kesadaran, kesabaran, keikhlasan, konsisten, bersungguh-sungguh ingin memperbaiki diri.

Jika dianalogikan seperti orang sakit, makin lama sakit itu diderita maka semakin banyak pula waktu yang dibutuhkan untuk menyembuhkan luka batin sang anak akibat salah dalam pengasuhan.

Seperti yang dialami Pak Gede, lelaki paruh baya dari Bali. Dia memiliki anak laki-laki usia 27 tahun. Pak Gede putus asa dengan perilaku anak tersebut. Tubuhnya dipenuhi tato, enggan bekerja, dan suka mabuk-bakukan.

“Ayah, apakah anak saya yang sudah rusak ini masih dapat dibenahi?” tanyanya pada Ayah Edy di satu sesi seminar 2010 lalu.

Di usia 27 tahun anak sudah punya jati dirinya. Sulit untuk diubah kecuali keajaiban dari Tuhan. Ayah Edy meminta Pak Gede untuk bertaubat mengakui kesalahannya selama mendidik, berjanji akan memperbaiki.

Pulang dari seminar, berbekal informasi dari Ayah Edy, Pak Gede bergegas mencari anaknya dipeluknya erat sambil membisikkan, “Maafkan Bapak ya, Nak.”

Tiga hari berselang sudah tampak perubahan pada diri si anak. Dia yang dulunya kasar jadi melunak. Tidak lagi konsumsi alkohol dan berinisiatif memulai usaha bengkelnya. Dari kisah Pak Gede bisa disimpulkan setiap anak terlahir istimewa dan sempurna. Tak ada produk reject.

Mereka sesempurna Tuhan yang menciptakannya. Hanya saja ada kita sebagai orangtua yang belum bisa melihat, menggali, serta membantunya mengembangkan potensi diri. Teknik pemetaan inilah yang dipakai Ayah Edy untuk menentukan proses belajar anak didik di sekolahnya

Project yang diberikan mengikuti minat mereka. Dari sinilah kemudian bakat dan kecerdasan anak akan muncul secara lebih maksimal, alami, dan tanpa paksaan.

Ayah Edy menutup sesi wawancara dengan menyebut harapannya, “Kuatnya Indonesia, berawal dari kuatnya sebuah keluarga. Kalau tidak mulai dari Ayah Bunda di rumah, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?”

4 dari 4 halaman

Infografis Panduan Isolasi Mandiri Covid-19 untuk Anak

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.