Sukses

Obat COVID-19 Regkirona Diklaim Efektif Mencegah Keparahan COVID-19 dan Kematian

Salah satu cara untuk mencegah pasien dirawat di RS hingga menurunkan risiko kematian yakni Terapi antibodi monoklonal Regkirona.

Liputan6.com, Jakarta Untuk menghentikan penyebaran virus Corona COVID-19 dalam tubuh, diperlukan obat COVID-19 yang bisa mencegah keparahan setelah terinfeksi COVID-19. Salah satu cara untuk mencegah pasien dirawat di RS hingga menurunkan risiko kematian yakni Terapi antibodi monoklonal Regkirona. 

Apa itu pengobatan antibodi monoklonal Regkirona? Menurut Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences Dr. Raymond Tjandrawinata, obat ini dibuat dari plasma konvalesen yang dikumpulkan dari penyintas COVID-19 dari Korea Selatan. "Darah dari pasien kemudian difiltrasi, menggunakan teknologi khusus hingga keluar antibodi monoklonal Regkirona."

Bedanya dengan obat lain yang digunakan untuk COVID-19, kata Raymond, tidak ada yang spesifik meneliti virus COVID-19. Sementara obat Regkirona ini lebih fokus pada virus Sars-Cov-2 sehingga pada pengembangannya pun melibatkan percobaan pada varian COVID-19 lainnya seperti Alpha, Beta, Gamma, dan Delta.

"Regkirona monoklonal ini memiliki kemampuan untuk mencegah ikatan ACE2 dengan reseptor. Seperti diketahui, bila ACE2 bertemu reseptor, maka virus yang masuk bisa ke paru-paru," ujarnya.

"Jadi kerja obat ini nge-blok, tidak boleh virus tersebut berikatan dengan reseptor.Untuk itu, pasien berisiko tinggi terinfeksi COVID-19 seperti penderita hipertensi, diabetes, obesitas, asma, gangguan ginjal dan sebagainya bisa menggunakan pengobatan ini," katanya.

Obat baru yang dikembangkan di Korea ini, lanjut Raymond, bisa menekan angka kematian hingga 2 kali lipat. "Di Korea sampai 80 persen angka kematian bisa ditekan dari 1,75 menjadi 0,33 sehingga mengurangi burden of disease walaupun kasus baru meningkat tapi jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit atau keparahan menurun."

 

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Untuk pasien bergejala ringan

Raymond menuturkan, terapi ini digunakan pada pasien COVID-19 yang memiliki gejala ringan ataupun tanpa gejala.

"Pengobatan ini dilakukan untuk pasien yang masih mild (gejala ringan), simptom belum banyak, belum menggunakan ventilator. Karena obat ini bukan untuk mengobati yang parah, justru yang parah itu kita cegah," katanya, dalam konferensi pers, Sabtu (31/7/2021).

Untuk keamanan obat ini, kata Raymond, sudah diuji coba di Eropa dan Asia. Pada 17 Juli lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun telah memberikan Izin Penggunaan Darurat (EUA).

"Dari hasil uji klinik fase 3, 1.350 pasien dari seluruh dunia menunjukkan progresifitas hingga 72 persen. Artinya, pasien tidak perlu hospitalisasi, menggunakan oksigen, dan sebagainya," jelas Raymond.

Pada pasien isolasi mandiri (isoman) juga, lanjut Raymond, Regkirona ini ternyata bisa mempercepat pemulihan pasien COVID-19. "Proses penyembuhan biasanya 10-14 hari selama isoman. Obat ini lebih cepat, bisa beda 5 hari."

Begitu pun dengan CT Value, menurut Raymond, hasil penelitian menunjukkan, viral load setelah PCR dalam 3 hari terlihat rendah. "Dalam 7 hari mengalami penurunan lebih cepat dari plasebo (menggunakan pengobatan standar umum)," ujarnya.

 

3 dari 4 halaman

Cara pemberian obat Regkirona

Raymond menjelaskan, obat ini diberikan dengan cara satu kali infus. Untuk itu, terapi hanya bisa dilakukan di rumah sakit atau klinik dan harus disupevisi dokter. "Pengerjaannya dalam waktu 90 menit. Dan antibodi langsung bekerja di dalam tubuh."

Untuk efek samping, kata Raymond, karena ada antibodi yang masuk dalam tubuh maka akan muncul gejala seperti demam ataupun risiko alergi. Namun dari penelitian hanya sejumlah kecil pasien yang mengalaminya. Sementara tidak seperti obat COVID-19 lain, terapi ini tidak menyebabkan interaksi obat ataupun menyisakan reaksi di hati dan ginjal.

 

Raymond pun mengatakan syarat pasien yang bisa menjalani terapi ini, seperti:

- Terdiagnosis positif COVID-19 yang sangat ringan seperti batuk, pilek, tenggorokan kering, demam.

- Tidak butuh oksigen, belum gagal napas, dan sesak. Tapi punya high risk misalnya merokok atau ada faktor risiko lain seperti obesitas, diabetes, jantung, hipertensi, ginjal, lever, penyintas kanker atau sedang mengalami pengobatan kanker.

 

4 dari 4 halaman

Infografis Harga Eceran Tertinggi Obat dalam Masa Pandemi Covid-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.