Sukses

Para Ahli Ungkap Kemungkinan Vaksin COVID-19 Akan Dijadikan Pil

Menunggu kabar baik ketika vaksin COVID-19 dalam bentuk pil beredar di masyarakat

Liputan6.com, Jakarta - Hingga saat ini, vaksin COVID-19 paling banyak digunakan dalam bentuk cair sehingga untuk memasukkan ke tubuh manusia bisa menggunakan metode injeksi atau suntikan. Namun, para ahli kini juga membahas kemungkinan vaksin menjadi bentuk inhaler atau bahkan pil.

Ahli kimia Ingemo Andersson mengembangkan produk vaksin COVID-19 versi bubuk yang diharapkan dapat membantu dalam perang melawan virus Corona dan dapat dengan mudah tersedia di setiap rumah.

"Mudah dan sangat murah untuk diproduksi. Anda cukup membuka sedikit plastik dan inhaler vaksin pun segera aktif dengan Anda hanya tinggal memasukkannya ke dalam mulut Anda sambil menarik napas dalam-dalam," kata Johan Waborg, CEO perusahaan yang biasanya membuat inhaler untuk pasien asma, seperti dilansir BBC.

Sementara perusahaan Iconovo bekerja sama dengan perusahaan rintisan (Start Up) penelitian imunologi di Stockholm, ISR, yang telah mengembangkan vaksin bubuk kering melawan COVID-19 mengatakan, bahan vaksin ini menggunakan protein virus penyebab COVID-19 (tidak seperti Pfizer, Moderna dan Astra Zeneca yang menggunakan RNA atau DNA yang mengkode protein ini) dan dapat menahan suhu hingga 4 derajat celcius.

Kondisi tersebut saja sudah kontra dengan kondisi yang diperlukan untuk menyimpan vaksin COVID-19 yang telah tersedia secaa umum saat ini yang mendapat persetujuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang semuanya dalam bentuk cair.

Misalnya vaksin dalam bentuk cair tersebut harus disimpan dalam botol kaca keras pada suhu serendah -7 derajat celcius, sebelum dipindahkan ke lemari es. Jika kondisi ini tidak dipatuhi maka vaksinnya akan kehilangan efektivitas, yang dikenal sebagai "cold chain".

Maka dengan vaksin bentuk bubuk itulah, dapat menghindari masalah cold chain dan dapat diberikan tanpa memerlukan penyedia layanan kesehatan, jelas pendiri ISR, Ola Winquist (seorang profesor imunologi di Karolinska Institute, salah satu universitas kedokteran terkemuka di Swedia).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Pertimbangan teknologi baru bentuk vaksin

Perusahaan saat ini sedang menguji vaksinnya pada varian Beta (Afrika Selatan) dan Alpha (Inggris) dari COVID-19. Ia percaya, vaksin ini akan sangat berguna dalam mempercepat peluncuran vaksin di Afrika, yang saat ini tidak ada produsen vaksin yang tumbuh di dalam negeri tersebut. Sementara iklim yang lebih hangat dan pasokan listrik yang terbatas telah menyebabkan tantangan besar dalam hal penyimpanan dan pengiriman vaksin COVID-19 sebelum kedaluwarsa.

Masih ada beberapa cara sebelum uji coba menunjukkan potensi penuh dari vaksin kering ISR, termasuk apakah vaksin tersebut dapat menawarkan tingkat perlindungan yang sama dengan daftar vaksin saat ini yang disetujui oleh WHO.

Sejauh ini, vaksin kering tersebut dilaporkan baru hanya diuji pada tikus, meskipun ISR dan Iconovo telah mengumpulkan dana yang cukup untuk memulai studi pada manusia dalam dua bulan ke depan.

Tetapi sudah ada optimisme dalam komunitas medis bahwa jika vaksin bubuk seperti ini terbukti berhasil, mereka dapat merevolusi respons global terhadap pandemi virus corona, serta mempermudah penyimpanan dan pendistribusian vaksin untuk penyakit lain.

"Ini benar-benar akan membuka peluang untuk daerah yang sulit dijangkau dan mungkin menyelamatkan kita dari mengangkut berkotak-kotak dengan sepeda dan unta," kata Stefan Swartling Peterson, kepala kesehatan global Unicef ​​dari 2016 hingga 2020, sekarang profesor transformasi global untuk kesehatan di Karolinska, dikutip dari BBC.

Ia membandingkan dampak potensial dengan makanan beku-kering, yang telah terbukti baik untuk dibawa bepergian ke segala macam tempat yang meskipun berada di luar jangkauan listrik, baik juga untuk digunakan oleh tenaga medis atau sekedar berkemah.

Sementara perusahaan di seluruh dunia sedang menyelidiki vaksin bubuk, Swartling Peterson menunjuk ke perusahaan rintisan lain dengan teknologi yang menjanjikan. Ziccum sedang menguji teknologi yang dirancang untuk mengeringkan vaksin cair yang ada atau yang akan datang dengan cara yang tidak membatasi keefektifannya.

Hal ini dapat mempermudah memfasilitasi negara-negara berkembang dalam menyelesaikan tahap akhir vaksinasi dengan memproduksi sendiri dalam negeri. Bubuk vaksin tersebut nantinya akan dicampur dengan larutan air steril sesaat sebelum imunisasi, dan kemudian disuntikkan menggunakan botol dan jarum.

Adapun teknologi lain juga mungkin membuka kemungkinan vaksin dalam bentuk semprotan hidung hingga pil. "Butuh banyak penelitian dan pengembangan untuk itu. Tapi pada prinsipnya, ya (benar)," kata CEO Goran Conradsson.

 

3 dari 5 halaman

Alternatif yang lebih ramah lingkungan

Sementara itu, Janssen, pembuat vaksin COVID-19 tunggal yang disetujui untuk digunakan di Inggris oleh regulator obat-obatan bulan lalu, sudah mengerjakan proyek percontohan yang dirancang untuk menganalisis kemampuan pengeringan udara Ziccum.

Perusahaan farmasi raksasa itu tidak akan mengatakan apakah ini terkait dengan virus corona atau penyakit menular lainnya, tetapi seorang juru bicara mengatakan penelitian itu adalah bagian dari fokus mendalam pada menjelajahi teknologi baru yang berpotensi memudahkan distribusi, administrasi, dan kepatuhan vaksin masa depan.

Teknologi bubuk juga dapat membantu mereka yang takut jarum suntik, dan menawarkan alternatif lebih ramah lingkungan dengan mengurangi pemakaian listrik seperti yang dibutuhkan untuk vaksin cair yang harus disimpan di lemari es dan freezer. Serta juga bisa membantu cakupan vaksinasi global.

"Tidak ada yang aman sampai semua orang aman. Anda tidak pernah tahu apa yang akan terjadi jika Anda [masih] memiliki virus corona yang menyebar di suatu tempat di bagian dunia," kata Conradsson.

"Kita harus bisa memberikan vaksin ke semua populasi untuk mengatasi epidemi dan pandemi secara global," kata Ingrid Kromann, juru bicara Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (Cepi), sebuah organisasi nirlaba global yang bekerja untuk mempercepat pengembangan vaksin yang menyetujui teknologi baru vaksin tersebut.

Meskipun ia mengatakan vaksin berbasis bubuk masih dalam tahap awal pengembangan dan masih banyak "pekerjaan" yang harus dilakukan, misalnya untuk merampingkan dan meningkatkan proses manufaktur.

"Tetapi jika berhasil, itu dapat berkontribusi pada akses yang lebih baik ke vaksin, lebih sedikit pemborosan, dan biaya program vaksinasi yang lebih rendah," tambahnya dikutip dari BBC.

4 dari 5 halaman

Infografis Yuk Kenali Cara Kerja Vaksin Covid-19

5 dari 5 halaman

Simak Video Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini